Cyberbullying adalah istilah yang dimasukkan ke dalam kamus Oxford English Dictionary (OED) pada tahun 2010. Istilah ini merujuk pada pemanfaatan teknologi informasi untuk mengintimidasi seseorang melalui pengiriman atau pemostingan teks yang bersifat ancaman atau mengancam. Cyberbullying merupakan tindakan atau yang biasa disebut pelecehan yang dilakukan secara verbal, psikologis, atau fisik dari media sosial, namun tidak hanya media sosial, seperti aplikasi pesan instan, email, atau platform digital lainnya. Cyberbullying diartikan sebagai penggunaan teknologi internet untuk menyakiti orang lain secara sengaja dan berulang-ulang. Bentuk perundungan ini dilakukan oleh pelaku untuk melecehkan korban melalui perangkat teknologi. Tujuan pelaku adalah untuk melihat korban menderita dan mereka melakukan berbagai cara untuk menyerang dengan pesan-pesan kasar serta gambar-gambar mengganggu yang disebarkan untuk mempermalukan korban di hadapan orang lain.Â
Di Indonesia, sekitar 80% remaja dilaporkan menjadi korban cyberbullying dan hamper setiap harinya remaja mengalami cyberbullying (Safaria, 2016). Berdasarkan laporan dari United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada tahun 2016, presentase korban cyberbullying di Indonesia mencapai 41-50% (Harususilo, 2018). Sebuah studi yang dilakukan oleh American Psychological Association, sebanyak 20% remaja di Amerika Serikat melaporkan bahwa mereka telah menjadi korban cyberbullying. Sebanyak 15% mengatakan bahwa mereka telah menjadi pengintimidasi online dan 10% mengatakan bahwa mereka telah menjadi korban dan pengintimidasi sekaligus. Jumlah korban cyberbulliying terus meningkat dan menjadi masalah global yang membutuhkan perhatian dan solusi. Remaja yang menjadi korban cyberbullying mengalami dampak yang lebih besar pada kesehatan mental daripada korban intimidasi di dunia nyata. Alasannya dari hal tersebut karena pengitimidasi online dapat menyembunyikan identitas mereka dan melakukan tindakan mereka dengan kebebasan yang lebih besar. Hal ini membuat korban merasa tidak aman dan tidak dapat diandalkan. Â
HasilÂ
Seperti halnya bullying di dunia nyata, cyberbullying juga memberikan dampak negatif terutama pada kesehatan mental remaja diantaranya depresi, kecemasan, stress, bahkan bisa sampai bunuh diri. Berikut penjelasan terkait dampak cyberbullying:
 1. Stres adalah reaksi tubuh terhadap tekanan atau situasi yang sulit. Dampak negatif yang pertama dimana paling terlihat adalah stress. Remaja yang mnejadi korban cyberbullying akan merasa terus menerus tertekan, takutm atau terancam oleh pelaku cyberbullying. Mereka akan merasa tidak nyaman dengan keadaan yang terjadi dan merasa takut untuk melaporkan kejadian tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kecemasan dan kesehatan mentalnya akan terganggu. Cyberbullying dapat menyebabkan stress pada remaja yang menjadi korban. Hal yang dirasakan mungkin terus menerus merasa tertekan, taut, atau terancam oleh pelaku cyberbullying dimana itu dapat menyebabkan kecemasan dan masalah kesehatan mental lainnya.Â
2. Kecemasan adalah perasaan tidak tenang dan takut secara berlebihan. Kecemasan menjadi salah satu dampak yang sering dialami oleh remaja yang mnejadi korban cyberbullying. Kecemasan dapat disebabkan oleh rasa takut, ketidakpastian, atau perasaan tidak aman yang dirasakan oleh korban akibat cyberbullying yang dialami. Korban akan merasa khawatir dan tidak aman karena merasa bahwa tindakan cyberbullying dapat terus berlanjut atau semakin parah. Remaja yang menjadi korban akan merasa takut dan khawatir tentang bagaimana orang lain akan memandang mereka dan hal ini dapat menimbulkan kecemasan yang signifikan. Kecemasan ini dapat meningkatkan risiko untuk mengalami gangguan panik, fobia, dan gangguan kecemasan sosial. Selain itu, kecemasan juga dapat mempengaruhi kinerja akademik dan sosial remaja.Â
3. Depresi adalah kondisi psikologis yang ditandai dengan perasaan sedih, kehilangan minat, dan ketidakmampuan untuk menikmati aktivitas sehari-hari. Depresi menjasdi salah satu dampak dari cyberbullying. Remaja yang menjadi korban cyberbullying bisa mengalami depresi, terutama jike mereka tidak mampu mengatasu situasi atau merasa terisolasi dari teman dan keluarga mereka. Depresi dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari seperti makan dan tdur. Kondisi ini jika dibiarkan akan memperlukan perhatian medis yang serius.Â
4. Bunuh diri menjadi dampak yang paling serius. Bunuh diri adalah tindakan yang sangat serius dan berbahasa yang dapat terjadi pada remaja yang menjadi korban cyberbullying. Remaja yang menjadi korban cyberbullying yang merasa putus ada dan tidak mampu mengatasi situasi mereka dapat berpikir untuk bunuh diri menjadi jalan keliar. Penting untuk mengambil tindakan serius ketika remaja menunjukkan gejala bunuh diri. Hal tersebut bisa dari bantuan orang dewasa atau professional medis dapat membantu mengatasi situasi tersebut.
Cyberbullying menjadi semakin umum pada kalangan remaja dan dapat memiliki dampak yang serius pada kesehatan mental. Oleh karena itu, sangat oenting bagi orang tua, gurum dan masyarakat secara keseluruhan untuk melakukan strategi mencegah cyberbullying pada remaja.
1. Membangun komunikasi dengan Anak tentang Cyberbullying Sebagai orang tua, penting untuk menjalin komunikasi yang terbuka dengan anak mengenai bahaya cyberbullying. Memahami cara mereka menggunakan teknologi serta aktivitas yang mereka lakukan di internet, kemudian bisa dengn menjelaskan risiko yang terkait dengan cyberbullying, jika bisa dengan menyertakan contoh nyata, dan mengajarkan anak untuk tidak menanggapi pesan atau komentar negatif. Orang tua juga perlu untuk mendorong mereka untuk berbicara dengan orang tua atau orang dewasa lainnya jika menghadapi perundungan daring.Â
2. Mengajarkan Etika Berinternet Dengan membimbing anak menganai etika online menekankan pentingknya menghormati orang lain. Bisa dengan menjelaskan bahwa mereka sebaiknya tidak memposting atau membagikan konten yang dapat menyakiti atau menghina orang lain. Selain itu, juga perlu diajarkan untuk tidak mengejek, mempermalukan, atau menyebarkan rumor yang tidak benar.Â
3. Menciptakan lingkungan yang aman Dengan memastikan anak menggunakan teknologi di bawah pengawasan. Selain itu juga nengawasu ajtivitas online mereka untuk memastikan mereka tidak menjadi korban cyberbullying. Perlu juga untuk memberutahu mereka untuk segera melapor kepada orang tua atau orang dewasa lain jika menghadapi situasi yang membuat mereka merasa tidak aman atau tidak nyaman.Â
4. Mewaspadai tanda-tanda cyberbullying Perlu memperhatikan gejala yang menunjukkan anak megalami perundungan daring, seperti perubahan perilaku, menarik diri dari lingkungan sosial, atau suasana hati yang berubah drastis. Jika ada indikasi bahwa anak menjadi korban, sesegera mungkin untuk mengambil langkah untuk mengatasi masalah tersebut.Â
5. Memberikan dukungan emosional Memberikan dukungan emosional kepada anak yang menjadi korban cyberbullying. Anak yang menjadi korban cyberbullying mungkin merasa terisoalasi atau kesepian. Keterlibatan orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya dapat membantu mengurangi efek negatif pada kesehatan mental mereka. Memberikan dukungan, mmebicrakan dengan mereka tentang perasaan mereka, dan memberikan perhatian positif pada merekaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H