Mohon tunggu...
Avito Derma Bimantoro
Avito Derma Bimantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Jember

Pengurus dari Paguyuban Mahasiswa Bidikmisi KIP-Kuliah (PAMADIKSI), Sedang menempuh pendidikan S-1 Televisi dan Film di Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Teknologi Internet dalam Membangun Ekonomi Kreatif Gandrung Sewu dan Festival Lainnya di Banyuwangi

15 September 2023   16:00 Diperbarui: 15 September 2023   22:00 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Awal Teknologi Internet

 Yang awalnya merupakan sebuah proyek militer dari Amerika Serikat pada tahun 1960-an, bernama ARPANET (Advanced Research Projects Agency Network) dibentuk oleh Departemen Pertahanan AS. Tujuan untuk berbagi sumber daya dengan sesama komputer, khususnya sumber daya dari militer karena pada waktu ini masih berada dipuncak Perang Dingin yang dilakukan Amerika Serikat dan Uni Soviet. Beberapa dekade setelah pembentukan ARPANET, berbagai banyak pembaharuan software yang bisa melakukan banyak hal seperti file transfer dan Electronic Mail (Email).

 Semakin lama, semakin pesat juga riset untuk internet ini, dan pada tahun 1990-an dengan persetujuan untuk pengunaan publik dan komersial dari pihak pemerintah, Internet mulai menyebar ke seluruh dunia, bagaikan revolusi teknologi mulai pada waktu ini. Dan tak lama lagi orang-orang menggunakan platform ini sebagai wadah berbagi informasi, salah satunya promosi budaya lokal masing-masing.

Budaya Tari Gandrung

Indonesia adalah sebuah negara yang beragam adat dan budaya, memiliki sekitar 17.000 pulau dan dengan estimasi 300 kelompok etnik yang tersebar di kepulauan ini. Dengan terisolasinya etnik ini dari intervensi luar, yang sebagian disebabkan oleh peletakan geografis negara kita. Budaya dari berbagai etnik ini tetap bertahan hidup meskipun sudah memasuki era globalisasi, dimana pengaruh dari luar dapat masuk ke negeri kita dengan mudah. Kita ambil salah satu contoh budaya yang masih bertahan hingga sekarang, yaitu Tari Gandrung.

Tari Gandrung adalah salah satu peninggalan dari Suku Osing, suku asli Banyuwangi, dimana asal-usulnya dari abad ke-19 tidak hanya digunakan sebagai syukuran ketika panen besar berlangsung, tapi juga sebagai ucapan syukur dari masyarakat terhadap apa yang mereka dapatkan (salah satu contoh dari panen besar tadi). Selama sebagian besar sejarah Tari Gandrung, kebanyakan hanya diperlihatkan sebagai adat kuno yang berada di Banyuwangi. Tetapi semakin lama budaya Tari Gandrung mulai dikenali oleh banyak orang, tidak sekedar dari masyarakat Banyuwangi, dan mulai dipromosikan oleh Pemkab (Pemerintah Kabupaten) Banyuwangi.

Promosi Tari Gandrung Dengan Teknologi Internet

 Pada awal tahun 2010-an, Pemkab Banyuwangi mulai meluncurkan berbagai program-program festival yang bertujuan untuk mempromosikan Banyuwangi sebagai pusat festival di Jawa Timur, dimulai dari Banyuwangi Ethno Carnival, Banyuwangi Jazz Carnival, Gandrung Sewu, Tour de Ijen, dan masih banyak lagi. Dengan diluncurkannya program-program ini, Kabupaten Banyuwangi mulai menerapkan sistem ekonomi kreatif. Kita akan melihat salah satu program festival tersebut, yaitu Gandrung Sewu. Makna dari Gandrung Sewu sebenarnya tidaklah rumit, dalam Bahasa Jawa arti dari Gandrung adalah "gila-gila" atau "terpesona", Sewu artinya "seribu".

Busana Tari Gandrung

 Busana dari Tari Gandrung terlihat cukup unik daripada budaya-budaya yang ada di Jawa Timur, dikarenakan Banyuwangi dihimpit dengan dua etnik besar, yaitu etnik Jawa dan Bali. Dengan pencampuran dari dua etnik tersebut, munculah sebuah etnik baru, yaitu etnik Osing (warga asli Banyuwangi). Suku Osing juga memiliki berbagai budaya sendiri, Seperti Tumpeng Sewu, Tradisi Mepe Kasur, Barong Ider Bumi, dan Gandrung.

 Dimulai dari tata busana Tari Gandrung yang memiliki pengaruh dari Kerajaan Belambangan dan pengaruh Bali, bagian baju terbuat dari beludru hitam dan terlihat dikasih ornamen-ornamen emas sebagai hiasan. Ditambahkan dengan manik-manik yang terlihat mengkilat, yang menutupi bagian leher sampai ke dada. Dan tidak lupa dilengkapi oleh selendang merah di bagian pundak penari. Penari Gandrung juga mempunyai hiasan untuk kepala mereka, dengan desain menyerupai sebuah mahkota berwarna kuning emas. Penari juga dilengkapi dengan kain batik untuk digunakan sebagai penutup bagian bawah tubuh, dan motif batik yang digunakan penari Gandrung itu juga khas dari Banyuwangi, yaitu motif Gajah Oling, sebuah corak tumbuh-tumbuhan yang memiliki aksen menyerupai belalai gajah dengan warna dasar putih untuk kain batiknya. Juga ditambahi dengan aksesoris kipas, kaos kaki putih, dan juga di iringi musik saat pementasan.

Pengaruh Ekonomi Kreatif Dalam Program Festival Gandrung Sewu

Acara Gandrung Sewu yang memulaikan acara perdananya pada tahun 2012, berhasil mengambil perhatian masyarakat sebagai salah satu acara festival besar yang diadakan di Kabupaten Banyuwangi, dan juga berpengaruh untuk memberi stimulan bagi perekonomian dan rasa bangga terhadap masyarakat Banyuwangi karena budaya mereka bisa setara bagusnya dengan budaya lain.

 Dalam bidang pariwisata, Gandrung Sewu dan juga memberi dongkrakan untuk meningkatkan status kepariwisataan di Banyuwangi, dengan ditambahkan dengan berbagai tempat wisata dan program festival lainnya, Banyuwangi menjadi salah satu daerah maju yang disebabkan oleh penggerakan ekonominya dengan kepariwisataan sebagai salah satu faktornya.

 Terlihat dalam acara tahunan ini, banyak sekali dampak dari program Banyuwangi Festival ini, salah satunya munculnya banyak UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), tetapi bukan hanya sekedar UMKM biasa, banyak dari usaha-usaha ini menggunakan pandangan kreativitas mereka untuk menambahkan eksposur Banyuwangi sebagai daerah yang perekonomiannya bisa menyaingi daerah tetangganya, termasuk daerah Bali. Ketika acara Gandrung Sewu dimulai, banyak masyarakat dan juga orang dari luar daerah Banyuwangi datang ke Pantai Boom (tempat Gandrung Sewu dilaksanakan) untuk menyaksikan acara ini, dengan ramainya masyarakat datang, ramai juga bisnis UMKM-nya.

 Dengan adanya internet dan sosial media, masyarakat dan pihak Pemkab Banyuwangi mulai untuk kampanye budaya-budaya mereka ke dalam dunia digital ini. Dan dengan besarnya eksposur dari kampanye-kampanye tersebut, orang mancanegara mulai melirik pada Banyuwangi dengan budayanya. Banyak orang yang memiliki ketertarikan belajar budaya Banyuwangi, ini juga memberi kesempatan kepada orang-orang yang masih belum berkesempatan untuk promosi pelestarian budaya mereka.

Kesimpulan

 Secara keseluruhan, Gandrung Sewu hanya salah satu dari banyak festival yang dilaksanakan di Banyuwangi. Hingga saat ini Kabupaten Banyuwangi memiliki hampir 100 festival yang dilaksanakan setiap tahunnya, ini melihat bahwa perekonomian berbasis pariwisata bisa membuahkan hasil yang banyak bagi daerah penyelenggaranya. Tidak hanya dilihat dari perspektif perekonomiannya, festival-festival ini dapat melestarikan budaya asalnya dan dapat berkompetisi dalam tingkat nasional, bahkan internasional. Tari Gandrung yang awalnya digunakan untuk sebagai syukuran atas panen besar, bisa berubah menjadi ikon kebanggaan masyarakat Banyuwangi, hal tersebut jelas tidak bisa dilakukan tanpa komitmen masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, yang terus mempromosikan budaya-budaya yang lain hingga saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun