Mohon tunggu...
Annisafitri Nurarini
Annisafitri Nurarini Mohon Tunggu... -

sedang belajar di UIN Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Segi Positif Konsensus dan Konflik

16 Mei 2014   19:32 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:28 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia konsensus berarti kesepakatan kata atau pemufakatan bersama (mengenai pendapat, pendirian, dsb) yang dicapai melalui kebulatan suara. konsensus berguna untuk membentuk suatu keteraturan dalam suatu masyarakat. Hal itu terjadi karena ketika seluruh masyarakat sudah menyetujui suatu pendapat, berarti mereka sudah satu tujuan, satu kepentingan, dan mereka akan menjadi lebih solid satu sama lain dan akan saling bekerja sama untuk menjalankan konsensus tersebut. Akhirnya, lama kelamaan, konsensus tersebut akan menjadi sebuah aturan.

Apabila ada seseorang yang menentang aturan tersebut, maka dia akan diberi hukuman atau sangsi. Hal itu bertujuan untuk tetap menjaga aturan tersebut agar tetap disepakati dan konsensus itu tidak akan hilang. Maka, perlu suatu aturan yang mengikat agar konsensus tersebut tidak hilang. Apabila aturan yang diberikan itu tidak begitu mengikat, maka yang terjadi adalah banyaknya pelanggaran yang terjadi.

Dalam kehidupan sosial, banyak terdapat bentuk-bentuk konsensus. Contohnya adalah keyakinan agama. Keyakinan agama bisa juga disebut suatu konsensus karena ada hal yang disepakati oleh seluruh pemeluk agama tersebut (ritual, hari-hari besar, dsb) dan mereka memiliki rasa solidaritas satu sama lain. Dalam penentuan simbol yang akan menjadi bahasa juga terdapat konsensus. Bahasa adalah simbol. bisa dibayangkan jika tidak ada kesepakatan atau konsensus dalam penentuan makna dari simbol tersebut, maka tidak akan terbentuk bahasa yang bisa dipahami. Akhirnya, bisa saja terjadi akan terjadinya kesulitan berinteraksi satu sama lain. Durkheim pun menyimpulkan bahwa eksistensi masyarakat itu tergantung pada konsensus moral. Apabila konsensusnya tidak berjalan lancar, maka masyarakat tersebut tidak akan memiliki keteraturan dan akan berdampak negatif pada masyarakat tersebut.

Apabila kepentingan yang sudah terbentuk itu mulai sedikit bergeser dan bertolak belakang dari kepentingan sebelumnya, maka akan terjadi konflik. Thomas Hobbes juga mencontohkan Konflik juga bisa terjadi ketika ada dua orang menginginkan hal yang sama, namun hal yang diinginkan itu hanya ada satu. Dalam hal ini mungkin konflik seakan-akan hal yang negatif. Akan tetapi, konflik juga memiliki segi positifnya. Menurut Lewis Coser, konflik justru bisa memperkuat kelompok. Ketika terjadi konflik, berarti ada yang mengungkapkan pendapatnya tentang kekurangan dari kelompoknya. Hal itu lebih baik karena bisa membangun kelompok itu agar menjadi lebih baik ketimbang ketika rasa kekecewaannya tidak di ungkapkan dan dia pergi begitu saja dari kelompok tersebut. Konflik antar kelompokpun bisa membuat setiap anggota kelompok tersebut saling membutuhkan sehingga mereka akan lebih solid dengan sesamanya.

Refrensi: Antropologi Kontemporer, suatu pengantar kritis mengenai paradigma (Achmad Fedyani Saifuddin, Ph.D)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun