Mohon tunggu...
Dokter Avis
Dokter Avis Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Anak

Saya dr. Hafiidhaturrahmah namun biasa disapa Avis, dokter umum dari FK Univ Jenderal Soedirman, dokter anak dari Univ Gadjah Mada. Awardee Beasiswa LPDP-PPDS Angkatan 1. Saat ini bekerja di RS Harapan Ibu Purbalingga. Monggo main di blog saya www.dokteravis.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Keliling Dunia Hanya dengan Mobil

28 Juli 2013   15:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:55 3217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beruntung, itulah kata yang tepat ketika lapangan tepat di depan Puskesmas Tosari, Bromo tempat saya bekerja kedatangan mobil besar layaknya karavan. Para pecinta petualangan ini sering disebut sebagai komunitas RV (Recreational Vehicle) karena memang mereka menggunakan mobil karavan yang isi di dalamnya lengkap seperti isi rumah. Bagaimana rasanya bertemu mereka selama 3 hari ( 25-27/7/2013) ikuti petualangannya. [caption id="attachment_277919" align="aligncenter" width="640" caption="Suasana kedatangan di kala malam"]

13749319122093572738
13749319122093572738
[/caption] [caption id="attachment_277920" align="aligncenter" width="640" caption="Suasana di pagi hari tampak bidan muda saya ikut berpose"]
1374931970660994214
1374931970660994214
[/caption] Keliling Dunia Berawal dari sebuah wesite berbahasa German yaitu Abenteureosten yang artinya Petualangan ke Timur maka komunitas para pecinta karavan ini dapat berkeliling dunia. Bukan hanya keliling satu dua negara tapi dengan karavan ini mereka dapat melintasi semua negara melalui jalan darat. [caption id="attachment_277927" align="aligncenter" width="640" caption="Salah satu karavan terlihat gagah dari balik jendela kamar saya"]
13749324011769371564
13749324011769371564
[/caption] [caption id="attachment_277928" align="aligncenter" width="640" caption="Karavan panitia jadi yang terakhir meninggalkan lokasi"]
13749325022131802281
13749325022131802281
[/caption] [caption id="attachment_277929" align="aligncenter" width="640" caption="Duh...gimana cara belok dan nanjak ya...#ternyatabisa"]
1374932550570321646
1374932550570321646
[/caption] [caption id="attachment_277930" align="aligncenter" width="640" caption="Yang kita kira sulit belum tentu sulit bagi yang sudah terbiasa "]
13749326096473668
13749326096473668
[/caption] [caption id="attachment_277931" align="aligncenter" width="640" caption="Sampai berjumpa lagi di negara lain!"]
1374932682792399787
1374932682792399787
[/caption] "Loh...masa sih lewat darat bisa keliling dunia. Apa gak butuh kapal tuk ngangkut semua mobil besar ini?" tanya saya dalam bahasa Inggris tentunya.  Dan saya langsung dibawa Mark (salah seorang peserta) ke karavannya untuk melihat peta besar. Yah...itu adalah gambar peta yang terpatri di mobilnya. Sambil melihat peta, Mark ditemani Roma menjelaskan petualangan mereka dimulai sejak 10 bulan yang lalu tepatnya Oktober 2012 (wah sama dengan masa jabatan saya di Bromo^_^). Berawal dari German, mereka melintasi benua Eropa melalui jalan darat hingga mereka sampai di Turki. "Loh gak pake kapal?" tanya saya ketika Istanbul dan pusatnya Turki terpisah jarak laut. Ternyata ada jembatan yang menghubungkan Eropa dengan Timur Tengah. Yah dari sana mereka lanjut melintasi beberapa negara Timur Tengah seperti Armenia, Irak, Iran dan beberapa (saya lupa saking banyaknya) hingga mereka bertemu negara India. Dari India mereka lanjut ke beberapa negara Asia termasuk China, Kamboja, Myanmar, Thailand, Malaysia dan Singapore. Nah setelahnya mereka kembali lagi ke Malaysia untuk melaut . Yah akhirnya dari petualangan melintasi beberapa negara ini, mereka terpaksa memasukkan karavan mereka ke dalam kapal karena tujuan berikutnya adalah INDONESIA. Berawal dari Sumatera Petualangan di Indonesia ternyata tidak kalah menarik. Jika di negara besar seperti India dan China mereka menghabiskan waktu kurang lebih 2 bulan maka Indonesia pun hampir sama 2-3 bulan petualangan. Pulau Sumatera adalah pulau pertama yang mereka jelajahi lalu berlanjut ke tanah Jawa dimana mereka singgah di Jakarta-Bandung-Yogyakarta-Surabaya-Bromo-Bali-Flores NTT dan melintasi negara lain yaitu Timor Leste dan berakhir di Australia. Jejak perjalanan mereka yang jauh melintasi berbagai negara memang membuat petualangan ini tidak sesingkat yang dibayangkan. Total hampir dua tahun untuk menjelajahi keseluruhan negara yang saya sebutkan di atas ditambah lagi jika mereka dari Australia mau memasukkan karavannya ke dalam kapal dan berlanjut ke Benua Amerika Latin, sementara mereka naik pesawat. Saya tak hentinya berkata "Wow...crazy" ketika mereka menyebutkan beberapa negara dan rencana petualangan mereka. Yah...tentunya dua bulan selama di Indonesia belumlah cukup untuk mengenal negara kita secara dalam namun pertemuan dengan Mark dan Roman menjadi awal dari persahabatan dengan beberapa peserta karavan lainnya. Pasangan Carmelita dan Wolfgang Yah pasangan Filipina dan German yang bertemu di Jepang ketika mereka masih kuliah ini merupakan pasangan serasi yang dijamin dapat membuat anda iri. Bagaimana tidak, walau usianya sudah tidak muda lagi namun mereka masih sangat bersemangat menjejajahi dunia. Bahkan mereka tidak sungkan menyilahkan saya langsung masuk ke dalam karavan mereka. Mohon maaf sebelumnya bagi yang sudah penasaran akan isi karavan, saya belum dapat menyertakan fotonya karena begitulah permintaan mereka. Ini kali pertamanya saya menginjakkan kaki di tangga masuk karavan dan wow walau kecil namun segala perabotan di dalamnya lengkap. Ada sepasang tempat tidur yang dapat dibuka menjadi meja jika sedang tidak digunakan. Biasanya pasangan tersebut mengerjakan beragam hal dari laptopnya di meja ini. Jangan khawatir karena saya lihat ada USB salah satu provider ternama asal Indonesia yang artinya mereka dapat mengkoneksikan internet kapan saja dan di mana saja di wilayah Indonesia ini. Selain itu, dapur rapi serta beberapa rak juga terlihat menghiasi. Beberapa lemari yang masih tertutup pun tidak lupa dijelaskan oleh Carmelita, isinya antara lain pakaian dan juga toilet.  Yah, lemari mirip tempat pakaian ini ternyata toilet sederhana mereka. Namun mata saya terhenti ketika menemukan satu rak buku kecil tepat di atas kepala saya. Itu perpustakaan mini mereka dimana setiap berhenti di negara maka mereka biasanya akan membeli kenangan buku atau mendapatkan buku sebagai kenangan darrang lain.  Tak ayal, beragam bahasa pun ditemukan di dalam rak kecil tersebut. Mengenal pasangan ini lebih lanjut membuat saya merasa senang karena ternyata dunia sangat sempit. Saudara Carmelita beberapa juga dokter spesialis yang sudah lebih dulu kuliah di John Hopkins, salah satu kampus yang saya idamkan juga. Dia tidak segan menceritakan petualangannya selama hampir satu tahun ini bahkan ketika melewati Garut mereka dicegat polisi. Kesalahpahaman tersebut jika dikenang membuat mereka tertawa karena memang pada saat yang bersamaan ada beberapa imigran gelap dari Timur Tengah memasuki kawasan Garut tanpa paspor sementara rombongan karavan ini mempunyai perizinan lengkap. Bukan hanya mereka yang punya paspor namun juga karavan mereka. Akhirnya karena merasa bersalah telah menahan selama tiga hari maka sebagai gantinya rombongan ini mendapat pengawalan penuh dari kepolisian di Garut dan juga batik. [caption id="attachment_277923" align="aligncenter" width="640" caption="Bersama Carmelita dan Wolfgang dan Frans tepat di kanan saya"]
13749320541822660560
13749320541822660560
[/caption] [caption id="attachment_277925" align="aligncenter" width="640" caption="Wolfgang memanggul kamera keren karena kecintaanya terhadap dunia fotografi. Sementara Frans berkendara seorang diri"]
1374932136739861451
1374932136739861451
[/caption] [caption id="attachment_277934" align="aligncenter" width="640" caption="Silakan anggap saja rumah sendiri"]
13749329681389795879
13749329681389795879
[/caption]

Sepasang Sepatu dari India

Bukan hanya peserta, di detik-detik terakhir saya berbincang dengan panitia perjalanan. Ternyata karavannya memang sengaja selalu menjadi yang terakhir berjalan karena sudah sesuai prosedur. Tidak perlu khawatir akan nyasar karena setiap karavan dilengkapi dengan GPS canggih. [caption id="attachment_277926" align="aligncenter" width="424" caption="Perbedaan itu bukan masalah selagi anda dapat belajar banyak dari perbedaan tersebut #liriksepatu"]

13749322201502848317
13749322201502848317
[/caption] Dan ada hal yang menarik perhatian saya mengenai sepasang sepatu berbeda warna yang digunakannya. "Oh yaa....saya sengaja pakai ini. Saya bertukar sepatu dengan guide ketika di India. You know...disana banyak orang miskin sehingga kadang mereka menggunakan alas kaki  seketemunya saja. Beda warna, entah tertukar dengan siapa, tidak masalah yang penting pakai alas kaki.  Sebenarnya, siapapun anda, tidak peduli kaya atau miskin, saya rasa sepatu model berbeda begini akan terus mengingatkan anda bahwa masih ada orang di belahan dunia ini yang bahkan tidak memakai alas kaki apapun" Saya belajar banyak dari sepasang sepatu yang telah menemaninya berkelana keliling dunia. Ternyata benar, belajar dari alam dan masyarkat adalah hal terbaik untuk membuat hati anda terus hidup.  Bahkan ketika anda tidak dapat berbicara bahasa lokal sekalipun namun jika berniat baik maka bahasa tubuh anda dapat diterima oleh masyarakat sekitar dengan baik pula. Carmelita menjadi salah satu contohnya. Kami berpamitan setelah berpelukan erat bahwa suatu hari nanti kami akan bertemu di negara lain dengan cerita yang lebih seru tentunya. "Thank you for your hospitality" itulah kalimat terakhir yang diucapkan setelah hal sederhana terkait air dan listrik ternyata membantu karavan mereka yang sedikit rusak. Bahwa anda sekalian dapat menjadi duta keramahtamahan penduduk Indonesia ternyata.

Persiapan Pensiun, Tentukan Mau Apa dari Sekarang

Sebagian besar peserta petualangan karavan ini adalah pensiunan dari beragam pekerjaan. Bukan sembarangan pekerjaan karena ada dokter, professor bahkan para pegawai lain yang ahli di berbagai bidang. Mereka sejak lama ternyata telah menyiapkan tabungan khusus untuk petualangan mereka kali ini baik dalam bentuk tabungan maupun asuransi. "Menabungnnya sudah sejak muda tapi kalau bisa kamu nanti keliling dunia sebelum 60 tahunan ya supaya badan masih sehat" ujar Carmelita sembari memegang lututnya yang pernah dioperasi lantaran pengeroposan tulang. Bahkan wanita yang ternyata ratu pianis ini juga mengalami beberapa operasi di pergelangan tangan lantaran terlalu sering bermain piano. Apa yang dikatakan Carmelita benar adanya, di kala kita mempunyai uang dan kesempatan, belum tentu kesehatan mendukung kita.  Melihat para pensiunan ini berkeliling dunia membuat saya penasaran bagaimana cara mereka menabung dan memprioritaskan uang pensiunannya untuk berwisata. "Saya tidak akan mengandalkan anak-anak saya ketika saya setua ini untuk berlibur. Anak-anak kan sudah besar dan mereka punya kehidupan masng-masing. Jadi selagi muda ya harus menabung untuk pensiun" Carmelita melanjutkan ketika saya tanya kenapa anak-anaknya tidak ada yang ikut. "Saya dulu bekerja 7 hari tanpa pernah libur loh dan sekarang saya berlibur selama mungkin dengan uang tabungan saya" ujar Mark namun tentu berbeda dengan Roman karena dia yang termuda di rombongan kali ini. Meski usianya masih 30 tahunan dan berprofesi sebagai dokter gigi namun Roman tidak dapat menahan keinginannya untuk berpetualangan di Indonesia. "Yah...saya ikut rombongan ini hanya khusus menjelah Indonesia saya. Saya kira sehabis lulus saya mau santai dulu jalan-jalan eh gak taunya mereka bikin saya ketagihan jalan-jalan' ujar Roman sambil terbahak-bahak karena nyatanya memang dia belum memikirkan akan kembali menjadi dokter gigi. "Maybe you can be dentist here" ujar saya sambil berkata bahwa puskesmas saya dilengkapi juga dengan peralatan gigi yang (hampir) rusak karena memang tidak pernah ada dokter gigi mau ditempatkan disini. Benar memang, masa pensiun harus disambut dengan bahagia karena masa ketika masa tersebut datang itu artinya tidak lagi akan direpotkan dengan beragam hal terkait pekerjaan. Bahkan masa pensiun juga dapat dimanfaatkan sebagai masa mengembangkan hobi tanpa hambatan pekerjaan. Seperti halnya Wolfgang yang menyukai fotografi. "Saya mengambil 300 foto Bromo loh. It was awesome" begitu ujarnya ketika menujukkan hasil foto dan video yang ditunjang peralatan layaknya fotografi handal.  Kali ini kami sama-sama pecinta Nikon ternyata.  Di sela-sela petualangannya ini ternyata Wolfgang masih menyempatkan diri mengedit foto juga video perjalanan mereka. Melihat mereka yang masih gigih walau sudah pensiun membuat saya mulai berpikir tentang apa yang akan saya kerjakan ketika pensiun nanti. Berkeliling dunia menggunakan karavan seperti mereka kah? atau mengerjakan hobi lain yang saya sukai. Apapun itu, yang pasti sejak sekarang saya sudah harus menyediakan tabungan khusus juga passive income agar di hari tua dapat mewujudkan cita-cita hari tua. Salam Keliling Dunia Pensiun Nikmat, Pensiun Aman dr.Hafiidhaturrahmah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun