Ini salah satu perjalanan saya menyusuri beberapa rumah warga yang ada di sekitaran lereng Bromo. Ada yang rumahnya sudah bagus tapi banyak juga yang masih sangat sederhana. Dalam setiap perjalanan ini biasanya saya bertemu sesuatu yang unik seperti misalnya warga dengan tekanan darah sangat tinggi, kadar gula darah sangat tinggi, atau kelahiran luar biasa yang tidak dapat dinalar oleh otak bahwa mereka semua selamat. Namun kali ini saya harus menyusur dan melintasi medan yang sangat buruk dimana hujan gerimis ikut memperparah jalanan berlumpur tersebut. Tujuannya hanya satu, rumah terakhir yang harus saya data kesehatan keluarganya. Dan dengan perjuangan melintasi medan (maaf disini saya tidak berani mengambil foto karena takut tergelincir) akhirnya saya sampai di rumah sangat sederhana tersebut tepat saat hampir magrib. Sekilas rumah tersebut dari luar mirip dengan kebanyakan rumah sederhana. Hanya ada sepasang suami-istri bersama tiga anaknya yang masih sekolah. Salah satu yang terkecil masih SD dan ternyata sedang sakit panas. Setelah saya memeriksa keseluruhan kesehatan mereka, saya mulai merasa ada yang unik dari rumah ini. Awalnya saya terkejut menemukan "hiasan" di dalam rumah sangat sederhana tersebut. Saya amati seksama apa sebenarnya hiasan tersebut. Ternyata itu adalah "jamur hutan" yang dibentuk seperti bunga. Wow...ini pertama kalinya saya menemukan hiasan yang diciptakan oleh pemilik rumahnya sendiri dengan memanfaatkan bahan alam. [caption id="attachment_253182" align="aligncenter" width="300" caption="Rumah sederhana berhiaskan jamur hutan"][/caption] [caption id="attachment_253183" align="aligncenter" width="300" caption="Hampir di seluruh ruang utama tersebar jamur hutan ini"]
[/caption] "Ibu dapat jamurnya darimana? Lalu bagaimana cara membuatnya?" "Oh dapatnya di hutan ketika pulang berladang. Yah saya tusuk-tusuk saja dengan kawat bekas saat sudah sampai rumah. Lalu lama-lama kok dia jadi mengering sendiri seperti itu" Masih dalam keheranan, saya meminta izin ke "belakang" lantaran hasrat sudah tidak dapat dibendung lagi dan saya makin terkejut ketika sampai di dapur belakang. Sangat sederhana dan saya tidak menemukan sesuatu yang layak disebut sebagai "kamar mandi". "Oh silakan di pojok sana ibu" dan saya hanya menelan ludah ketika melihat pojok yang dimaksud sama sekali tidak ada air dan hanya tanah. Lalu bagaimana keseharian mereka mandi atau buang hajat. Saya tidak dapat membayangkan. Akhirnya saya putuskan mengambil air simpanan mereka yang ada di gentong dan memilih keluar untuk mencari tempat aman. Di bawah guyuran gerimis saya merasakan ternyata masih banyak warga yang tidak mempunyai tempat pembuangan layak. Bahkan mereka pun mengisi gentong air dengan mengambil air dari sumber mata air yang jaraknya lumayan jauh. [caption id="attachment_253184" align="aligncenter" width="300" caption="Pojokan yang berisi gentong air "]
[/caption] [caption id="attachment_253185" align="aligncenter" width="300" caption="Pojokan yang dimaksud si ibu"]
[/caption] [caption id="attachment_253186" align="aligncenter" width="300" caption="Butuh perjuangan ekstra mengisi gentong ini dari sumber mata air"]
[/caption] Kesehatan ternyata sangat berhubungan dengan rumah yang layak. Bahkan keharmonisan keluarga juga berperan untuk menyehatkan mereka. Potret di atas saya yakin masih banyak tersebar di pelosok Indonesia. Tidak perlu harus ke Sumba seperti saya yang menemukan hal lebih mengenaskan. Jakarta yang ibukota saja masih carut marut. Tapi ini memang potret asli kesehatan bangsa saya. Butuh banyak pendekatan untuk membuat keluarga yang sehat. Saya masih terus belajar terkait hal tersebut. Dan ketika saya pamitan, si Ibu memberikan satu pot hiasan jamur hutan itu untuk saya, katanya sebagai kenang-kenangan. Rasanya senang sekali dan hiasan itu mewarnai ruang tamu rumah dinas saya sekarang. [caption id="attachment_253187" align="aligncenter" width="300" caption="Senangnya mendapat kenang-kenangan spesial"]
[/caption]
Miskin tidak boleh mengkungkung kreativitas! Salam Pencerah Nusantara
Tosari dr.Hafiidhaturrahmah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Catatan Selengkapnya