Mohon tunggu...
AA AyuIka
AA AyuIka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka ke pantai.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Mengenal Greenwashing Marketing, Sisi Gelap Praktek Sustainability

29 Mei 2024   17:39 Diperbarui: 29 Mei 2024   17:43 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://dsb.edu.in/greenwashing-and-how-to-spot-it/

Beberapa tahun belakangan ini, konsep keberlanjutan (sustainability) pada dunia bisnis menjadi atensi utama. Para pengusaha mulai memperhatikan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sebagai peluang bisnis yang sangat baik. Hal itu dapat dilihat melalui bertambahnya jumlah produk yang dapat didaur ulang, produk berbahan non-plastik, dan inovasi lainnya yang berkontribusi ke gerakan eco-green. Mengutip dari Rheina Febriane (2022), Green brand atau merek hijau adalah merek yang menawarkan keuntungan lingkungan yang signifikan atas perusahaan lama dan yang karenanya menarik bagi mereka yang bersedia menjadikan produk yang lebih ramah lingkungan sebagai prioritas tinggi. 

Salah satu perusahaan yang mengimplementasikan dan memformulasikan strategi green marketing ini adalah The Body Shop. Sejak awal berdiri, perusahaan ini telah memiliki landasan nilai perusahaan yang kuat mengenai larangan menggunakan hewan sebagai bahan uji coba, menggunakan bahan alami di setiap produk mereka, dan menggunakan kemasan yang dapat dipakai berulang kali. Melalui strategi tersebut, The Body Shop berhasil membangun reputasi yang baik di masyarakat.

Akan tetapi, tidak semua pengguna strategi green marketing memiliki produk ramah lingkungan, justru hanya memanfaatkan label environment friendly sebagai kamuflase. Teknik marketing ini disebut sebagai greenwashing marketing. Greenwashing marketing adalah strategi pemasaran yang melibatkan klaim yang tidak berdasar untuk menipu konsumen dengan klaim produk, layanan atau program dengan klaim untuk lingkungan; dimana berkaitan erat dengan aspek sustainability. 

Pada dasarnya, strategi ini merupakan kebohongan. Pada tahun 2019, salah satu restoran cepat saji terbesar di dunia, Mcdonalds, mengeluarkan sedotan berbahan kertas. Kendati mereka menekankan poin ramah lingkungan karena mengganti sedotan plastik menjadi sedotan kertas, Mcdonalds mengakui bahwa sedotan tersebut tidak dapat didaur ulang. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa Mcdonalds 'menipu' pelanggan mereka dengan embel-embel ramah lingkungan.

Sebetulnya, ada banyak sekali alasan mengapa praktek greenwashing ini diterapkan. Akan tetapi, karena kita membahas mengenai dunia bisnis, tentu saja yang paling dicari adalah meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dari masyarakat awam. Lalu, kenapa ketidaktahuan masyarakat terhadap strategi ini dapat menjadi urgensi?

Secara sederhana, masyarakat yang termakan iming-iming akan membeli produk tersebut dan secara langsung menambah jumlah limbah produk yang tentu saja tidak sejalan dengan niat awal mereka untuk mendukung keberlanjutan. Hal ini juga dapat mendorong kurangnya kredibilitas suatu produk dan meningkatkan sikap skeptis masyarakat terhadap produk ramah lingkungan sehingga sulit bagi mereka untuk membeli produk yang memang bergerak untuk konsep keberlanjutan.

Oleh sebab itu, sebagai masyarakat awam, tindakan apa yang bisa dilakukan untuk mengetahui apakah suatu produk hanya memanfaatkan label ramah lingkungan? Langkah paling pertama adalah mengenali. Mengenali jenis upaya praktek greenwashing dapat dilihat melalui beberapa cara sebagai berikut.

  1. Klaim tidak berdasar tanpa didukung bukti. Biasanya, perusahaan yang menggunakan taktik greenwashing sering menggunakan kata yang menonjolkan kata 'ramah lingkungan secara repetitif.

  2. Klaim tidak relevan melalui sertifikasi palsu atau label menyesatkan konsumen. Pada tahun 2001 silam, Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization/ IMO) mendeteksi 12.635 kasus pemalsuan. Entah sudah berapa banyak perusahaan yang menerapkan strategi licik ini untuk mendapatkan keuntungan.

  3. Mendorong praktik keberlanjutan (sustainability) namun masih mempromosikan perilaku konsumtif. Biasanya strategi ini dapat dilihat apabila sebuah produk menawarkan lebih banyak produk, meskipun terdapat klaim ramah lingkungan.

  4. Tindakan overclaiming terhadap suatu produk. Misalkan produk A mengklaim bahwa produk mereka mengandung 50% serat daur ulang, padahal nyatanya hanya terdapat peningkatan dari 3% menjadi 4%. Inilah yang disebut overclaiming 

  5. Terakhir, yang paling sederhana adalah dengan melihat apakah mereka betul-betul menerapkan promosi yang dibuat. Seperti kasus Mcdonalds, apakah mereka betul-betul menggunakan produk daur ulang atau hanya sebagai promosi semata.

Selanjutnya, langkah kedua adalah untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan masyarakat. Biasanya masyarakat hanya ingin ikut serta dalam praktik keberlanjutan tanpa tahu bagaimana cara melakukannya, oleh sebab itu dibutuhkan program sosialisasi mengenai upaya yang dapat dilakukan untuk berkontribusi di gerakan tersebut melalui pengadaan kampanye, seminar, talkshow, dan lain-lain. 

Terakhir merupakan langkah paling penting, yakni kesadaran diri. Kesadaran disini tidak hanya merujuk kepada pentingnya menjaga lingkungan, namun juga kejelian dalam memilih produk yang betul-betul berkontribusi terhadap praktek keberlanjutan. Mereka bisa melakukan research terlebih dahulu baik mengenai produk itu atau riwayat dari perusahaan tersebut. Dengan demikian, melalui tiga langkah tersebut, masyarakat mampu terhindar dari jebakan strategi greenwashing marketing. 

DAFTAR PUSTAKA

Febriane, Rheina. (2021). Analisis Green Marketing Sebagai Global Strategi the Body Shop. J-CEKI : Jurnal Cendekia Ilmiah. Vol.1, No.6. 818-820. 

Kusuma, Azalea. (2023). "Kenalan dengan Greenwashing dan Cara Menghindarinya". https://greennetwork.id/unggulan/kenalan-dengan-greenwashing-dan-cara-menghindarinya/ . Diakses pada 28 Mei 2024, pukul 18.59 WIB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun