Saya mengetahui macam-macam hutan itu saat di bangku perkuliahan.
Ternyata hutan itu oleh masyarakat diklasifikasikan sesuai fungsinya contoh hutan lindung, hutan adat, hutan umum, dll.
All Eyes of Papua ini kan sebagai tarikan netizen untuk menjustice daerah yang saat ini di Papua sedang bermasalah.
Sejalan dengan sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Minimnya Etika Lingkungan
Etika dan kesopanan terhadap lingkungan itu bukan hanya sekadar kampanye peduli lingkungan.
Tapi lebih kepada dialog aktif dengan masyarakat yang ada di sekitar khususnya yang terdampak.
Apalagi perlindungan terhadap flora dan faunanya di sana terjamin tidak?
Emisi CO2 aja sampai 25 ton loh, apalagi hutan di sana sebagian besar memang sudah dialihfungsikan.
Tentunya menjadi perkebunan sawit untuk industri.
Pengalaman Saya
Di 2019 organisasi saya pernah ikut serta baksos setelah bencana alam di Nduga dan Sentani.
Dekat kampus saya juga ada markas Papua, pertama kalinya saya bertemu dengan kawan Papua.
Semangat mereka menyala, bagi saya mereka itu memiliki nasionalis yang tinggi.
Ia menceritakan ke saya bagaiamana kebebasan beberapa daerah di sana terhambat.
Bahkan gencatan senjata juga sering memata-matai mereka.
Saya jadi tergugah, saya berpikir apakah setidak kondusif itu di sana?
Daerah yang kaya dan luas tapi kenapa distribusi ekonominya miris? Di sana harga jual juga fantastis?
Mereka kan punya hak untuk hidup, kalau lahan mereka diambil.
Lebih mendingan jika hidup mereka juga disediakan layak sebagai hadiah, tapi ini kan tentang lingkungan bukan hanya manusia.
Sakralnya Hutan
Tidak main-main hutan yang ingin dibabat adalah hutan adat.
Tentunya budaya dan kultur dari hutan tersebut tidak dapat terpisahkan.
Sebenarnya kekayaan alam tersebut adalah hak orang yang singgah di sekitarnya.
Peraturan tentang hutan adat bahkan tertuang juga loh dalam LHK No. 21 Tahun 2019.
Wilayah Papua pun pasti juga punya hukum atau aturan adatnya sendiri.
Wawasan Lingkungan Perlu Dikaji
Sebenarnya apakah kita akan masuk kembali ke krisis ekologi di tahun 1970?
Arne Naess sampai harus bersuara mewujudkan ekosentrisme.
Deep Ecology juga menawarkan pemikiran bahwa lingkungan itu juga berjiwa, menanamkan radikalis berpikir.
Seorang filsuf David Abram saja juga mengagumi keanekaragaman hayati alam.
Papua itu beraneka macam flora dan faunanya.
Kekayaan Papua
Melansir situs mongabay, Papua menjadi wilayah yang keberagamannya tertinggi di dunia.
Bayangin 20.000 spesies tanaman, luasnya aja 94,1 juta hektar!
Hutan adat juga sebagai lahan bekerja utama bagi warga setempat.
Mereka sangat bergntung pada hutan, 118,963 jiwa yang nasibnya ditentukan oleh hutan.
137.672 memiliki usaha yang bersumber dari area hutan.
Saya kagum dengan warganet yang dengan siaga mendukung Papua, dengan hastagnya All Eyes Of Papua.
Tapi apakah suara kita akan menjadi pertimbangan di tengah-tengah raksasa penanam modal dan saham?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H