Menghina filsafat, saya atau siapa sebenarnya?
Menghina filsafat menjadi perlu untuk dikenali secepatnya.
Penghinaan terhadap filsafat dapat menyeret Merleau Ponty sebagai tokohnya, silakan pembaca simak...
Saat seseorang sakit apakah hanya tubuh saja yang menderita? Ranah jiwanya ke mana?
Apakah kebahagiaan hanya hadir pada yang tampak saja seperti paras indah orang lain? Penghinaan terhadap filsafat!
Ada 3 hal menurut Merleau Ponty yang menggiring pembaca untuk mengupas judul.Â
JIWA DAN TUBUH
Kelakuan merugikan menjadi beban bagi tubuh karena sang pelaku akan mengalami kerusakan roh dan akan membuat tubuhnya semakin sakit dan mentalnya jadi kacau.Â
Bahkan, tubuh akan menjadi liar dengan obsesi-obsesi aneh yang dibuat-buat karena pelaku menikmati tonjokkannya terhadap orang lain. Boleh anda mengkritik opini orang lain, tapi pribadi dan personnya itu bukan dalam kendali anda.Â
Lebih baik anda kritik filsafat daripada menyakiti orang lain, karena filsafat untuk berpikir.
Jika manusia hanya seonggok daging maka seseorang akan seperti sampah, pun di mata manusia yang memandangnya tetapi jika anda melihat segala sesuatu dengan hati dan jiwa maka orang tersebut akan berharga.Â
Sohibnya bernama fenomologi, sesuatu akan kembali ke asalnya, sama aja kaya kacang lupa kulit yang tak lain hanyalah pecundang tak profesional seperti  kelakuan KDRT dan perselingkuhan, pembunuhan, atau berkelahi sebagai bentuk penghinaan nyata.
Tidak sadarkah, anda berhadapan dengan manusia yang punya hati dan jiwa sama seperti diri anda dan mulai sekarang perlakukanlah mereka sama seperti anda memperlakukan diri sendiri.
AKALBUDI DAN TUBUH
Cogito ergosum andalannya Descrates harus diperbaharui, karena berarti tubuh itu hanyalah sebuah alat untuk anda menemukan kepuasan, kasih sayang, gagasan tapi pernahkah anda berterima kasih? Taukah apa yang tubuh anda inginkan?
Baru-baru ini sedang hangat isu soal keretakkan rumah tangga, apakah tubuh pelaku mendukung aktivitas negatif itu?
Tubuh bukanlah sekadar subjek dan objek, spiritual atau mekanis. Memperlakukan orang dengan akalbudi bisa membuat orang lain merasa lebih hidup.
Tapi balik lagi, pelaku kekerasan seksual emang melakukan secara sadar tapi tubuhnya tidak sadar.Â
sebenarnya sadar ngga sih kalau pelaku juga punya tubuh? Berarti jiwa yang kacau menjadikan tubuhnya hanya perantara menuju gerbang masalah (Tubuh fisik tak berjiwa).
Tubuh sudah banyak berjasa untuk kita bersosialisasi atau menelusuri karakter orang lain.
KESADARAN DAN TUBUH
Apa yang kita tanamkan pada tubuh kita itulah cara kita bersahabat dengan dunia, orang disabilitas menganggap tubuh bukanlah ornamen, tubuh lebih daripada itu tapi pelaku KDRT melihat tubuh pasangan hanya sebatas bentuk.
Terakhir, tubuh memiliki kesadarannya sendiri, Â kalau anda ingin membuka tabir makna kehidupan, maka segera berpartisipasi dalam rumah tangga secara utuh dengan hal-hal kecil, kita belum belajar sesuatu kalau kita tidak betul-betul terjun dan sadar.
KDRT dan perselingkuhan kriminalitas  yang berhubungan dengan tubuh  terjadi jika anda masih belum memahami apa pentingnya menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan.
Tentang tanamkan arti bersyukur dan trauma apa yang akan sulit disembuhkan jika melakukan hal tersebut.
Body shaming, KDRT, perselingkuhan adalah kelakuan fatal dalam filsafat karena jika kita melihat rupa seseorang tanpa mempertimbangkan intelegensi yang ada di baliknya, maka kita akan jadi semena-mena.
Akibatnya tubuh hanya seperti "skema" bukan makna.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H