Mohon tunggu...
Avian Dewanto
Avian Dewanto Mohon Tunggu... profesional -

cuma sekadar bincang-bincang di alam maya. siapa tahu bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Harmoni dan Kambing Hitam

12 November 2010   11:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:40 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"kita harus hidup yang menurut tuhan itu baik," kata seorang teman. lantas siapa yang menentukan mana hidup yang baik menurut tuhan dan mana hidup yang tidak baik menurut tuhan? saya pun bertanya, "apa kamu sudah berkonsultasi langsung dengan tuhan untuk menanyakan apakah hidup yang kalian jalani sudah baik menurut tuhan?"

jadi gimana sih taunya hidup anda itu baik menurut tuhan?


tuhan boleh jadi telah berupaya memberitahukan kepada manusia tentang "apa yang baik" dan "apa yang buruk" untuk manusia yang hidup di dunia ini. sebab setelah menempuh dunia ini, bukan lagi urusan manusia sepenuhnya.tapi sudah jadi bagian urusan tuhan semata: ada yang yakin setelah mati ada hidup kekal. dan ada yang masa bodoh: setelah mati mau apa.

tapi dalam perkara mengomunikasikan soal "apa yang baik" dan "apa yang tidak baik" buat manusia di dunia ini, tak sekali pun tuhan memberikan bimbingan langsung kepada manusia kebanyakan -kecuali melalui malaikat yang membimbing para nabi. padahal nabi sudah tidak ada lagi. jadi kepada siapa manusia perlu mendapatkan pengetahuan tentang "apa yang baik" dan "apa yang buruk" dalam hidup ini.

jika ada yang meyakini antromorpisme tuhan, ya, itu juga termasuk dalam bagian pertanyaan ini: siapakah yang menentukan "hidup yang baik" dan "hidup yang buruk." nah, di masyarakat manusia ini beragam sekali konsepsi tentang tuhan dan ajaranNya. bahkan masing-masing bisa berbeda-beda secara sangat tajam.

lantas bagaimanakah menentukan "hidup yang baik dan "hidup yang buruk" dalam konteks bermasyarakat yang tentunya beragam latar belakang: suku, agama, dan ras. termasuk pendidikan dan kecerdasannya.

harmoni kehidupan

di sejumlah masyarakat ada yang beranggapan "harmoni kehidupan" itu sudah tercapai. karena ulah manusia sajalah, "harmoni kehidupan itu tercabik-cabik. dalam pandangan ini -yang menganggap harmoni kehidupan sudah ada lebih dulu- manusia tinggal menjalani yang sudah ada dan tak usah berpolah macam-macam. manut saja dengan yang sudah dijalankan secara turun-menurun. bahkan perubahan jaman pun tampaknya tak mengubah pandangan soal "harmoni kehidupan."

di masyarakat yang mengaggap "harmoni kehiduoan" telah selesai sebagaimana telah inheren ketika manusia diturunkan ke dunia, maka selalu saja terjadi saling tuding tentang perusak harmoni kehidupan itu. tidak ada upaya untuk menelaah kembali apa benar "harmoni kehidupan" itu telah tercapai? kapan dan di mana? kalau itu terjadi lima belas abad lalu dan di masyarakat yang berbeda dengan indonesia, apa hal itu mesti terjadi juga sekarang ini?

masyarakat macam ini selalu mencari "kambing hitam"? serta berupaya menelikung kaidah nilai, norma, dan hukum dalam kehidupan bersama.


sementara sejumlah masyarakat lainnya beranggapan "harmoni kehidupan" itu sesuatu yang terus-menerus harus dicapai oleh manusia. anggapan ini tentu kebalikan dari satunya. mereka yang menganggap "harmoni kehidupan" harus terus-menerus digapai akan secara berkesinambungan melongok batasan tentang "mana yang baik" dan "mana yang buruk." sebab manusia dan hidup terus berubah, maka "harmoni kehidupan" pun tidak stagnan. tidak berhenti dalam kekangan waktu.

di masyarakat yang menganggap "harmoni kehidupan" harus terus-menerus diupayakan, maka setiap anggota masyarakat selalu sadar untuk terus-menerus mengembangkan diri sesuai dengan perubahan. bahkan nilai, norma, dan pranata hukum menjadi dinamis. pertengkaran tidak dimulai dengan mencari "kambing hitam" namun bermuara kepada solusi yang bisa menjadi pegangan bersama.


masyarakat macam ini cenderung menghormati kaidah nilai, norma, dan hukum dalam kehidupan bersama.


orang indonesia

orang indonesia memiliki falsafah negara : pancasila. selain tentunya agama masng-masing. apakah kemudian orang indonesia memandang "harmoni kehidupan" sudah tercapai dengan adanya pancasila? itu bisa dibuktikan dengan keruwetan sosial serta amuk massa akibat perbedaan "mana yang baik" dan "mana yang buruk." begitu pula keadaannya jika "harmoni kehidupan" menyandar kepada ajaran agama. pertengkaran tentang "mana yang benar" dan "mana yang salah" sudah cukup menjadikan nyawa manusia terlibas.

kita bisa kembali ke pertanyaan awal : jadi gimana sih taunya hidup anda itu baik menurut tuhan? dan pertanyaan ini bisa dilanjutkan : bagaimana manusia indonesia bisa hidup bersama dalam segala perbedaan di sebuah negara dan bangsa bernama indonesia dengan batasan jelas dan tegas mengenai "mana yang baik" dan "mana yang buruk"?

apakah orang indonesia sepakat "harmoni kehidupan" itu sudah ada sejak surga diciptakan dan terbawa ke dunia ini? atau, kebanyakan orang indonesia meyakini "harmoni kehidupan" sesuatu yang perlu diupayakan terus-menerus sehingga benar-benar dapat terwujud dalam keseharian.

mari kita bincangkan perkara ini sebagai anak bangsa yang bernama indonesia yang bertekad "bhinneka tunggal ika."

HIDUP INDONESIA.

tulisan ini diambil dari akun saya di facebook. sila klik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun