Mohon tunggu...
Plum
Plum Mohon Tunggu... -

Politics, Pop Culture and Trending Analysis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pembelajaran Kemenangan Anies Baswedan dan Donald Trump

21 April 2017   02:01 Diperbarui: 14 Oktober 2017   02:48 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

http://www.beritasatu.com/nasional/376814-dicopot-dari-mendikbud-anies-dinilai-bukan-korban-politik-kompromi.html

http://edition.cnn.com/2017/04/10/politics/trump-golf-obama/

Kedua pemimpin ini, walaupun gayanya atau stylenya berbeda merupakan pemimpin yang image oriented atau lebih mementingkan image dibandingkan substansi ataupun kinerja. Kalau di Amerika memang sosok strongman seperti Trump yang dipuji, di Indonesia lebih pada sosok yang santun dengan omongan manis seperti pemimpin yang berwatak Jawa pada umumnya. Rakyat yang tidak kritis maupun yang pendidikannya rendah, akan mengikuti insting primitif tribalitas/kesukuannya, dengan memilih pemimpin yang memenuhi karakterisasi mirip dirinya. Sehingga dalam konteks pak Anies, memancarkan symbol agama sekalipun seperti Peci (ini juga ditampilkan dalam kampanye dengan slogan “Coblos Pecinya”) sudah meluluhkan kelompok konservatif Islam, atau dalam kasus Trump yang mendapatkan sambutan yang luar biasa dengan arrogansi dan pengeboman membabi buta di Syria dan Afghanistan, karena karakteristik ini yang sangat disukai oleh masyarakat konservatif Amerika.

Apapun yang dilakukan oleh kedua kandidat ini tidak akan salah dimata pendukungnya karena adanya rasa tribalitas ini, yang selalu akan muncul karena pendidikan kita yang sangat kurang. Ironis makanya ketika Anies Baswedan dulunya selalu diharapkan sebagai ikon pendidikan, kini bergerak dibelakang kelompok yang sama sekali tidak bisa membedakan antara fakta dan opini, yang menganggap “corong-corong” agama yang memiliki kepentingan politik dibelakangnya sebagai nabi yang membawa hukum pasti. Demokrasi kita tidak akan berfungsi dengan baik jika terus seperti ini dan justru akan melahirkan perpecahan yang semakin dalam karena masyarakat tidak diberikan pendidikan untuk memilah kenyataan dan menentukan apa kebutuhan terpenting yang harus mereka penuhi dan siapa yang bisa memenuhi kebutuhan itu. Dulu ekonomilah yang menjadi penentu, karena itu yang merupakan prioritas masyarakat yang paling utama sehingga isu ekonomi selalu menentukan arus politik, kini tidaklah demikian karena prinsip “kaum kita dengan kaum mereka” jauh lebih di tunggang melalui kebodohan sehingga seakan masyarakat tidak bisa memilih lagi karena lebih memilih membela kesukuannya.

Ahok kalah, karena benar, masyarakat telah berhasil DIBODOH-BODOHI dengan elemen tribalitas Al Maidah.  

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun