Mohon tunggu...
Avatara Dara
Avatara Dara Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

Sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Museum Sejarah Jakarta, Saksi Bisu Jakarta

18 September 2023   21:05 Diperbarui: 18 September 2023   21:08 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dokumen pribadi

Lokasi Museum Fatahillah 

Jakarta adalah ibu kota negara dan kota terbesar di Indonesia. Sebelum menjadi ibu kota dan kota terbesar, wilayah yang saat ini dinamakan Jakarta mempunyai riwayat yang sangat panjang bahkan hingga ke masa prasejarah. Perjalanan sejarah ini masih dapat kita pelajari dan kita nikmati hingga kini di Museum Sejarah Jakarta atau lebih populer bernama Museum Fatahillah. Museum tersebut terletak di Kawasan Kota Tua, Jalan Taman Fatahillah No.1, Pinangsia, Kec. Tamansari, Jakarta Barat, 11110 atau tepatnya di tengah kawasan Kota Tua.

Harga Tiket Masuk dan Jam Operasional Museum

Harga tiket masuk Museum Sejarah Jakarta berbeda-beda tergantung pada kategori pengunjung, yaitu sebagai berikut:

  • Dewasa Rp5.000
  • Mahasiswa Rp3.000
  • Anak-anak/Pelajar Rp2.000
  • Rombongan (minimal 30 orang)
  • Rombongan Dewasa Rp3.750
  • Rombongan Mahasiswa Rp2.250
  • Rombongan Anak-anak/Pelajar Rp1.500

Museum ini beroperasi mulai hari Selasa hingga Minggu dari pukul 09.00 WIB sampai 15.00 WIB. Sedangkan pada Senin dan hari libur nasional museum tidak beroperasi atau tutup.

Sejarah Museum 

Museum Sejarah Jakarta pada adalah sebuah Gedung Stadhuis (Balai Kota) milik Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) di Jakarta yang pada saat itu bernama Batavia. Bangunan ini didirikan pada tahun 1620 dan melayani berbagai fungsi mulai dari urusan hukum hingga pajak.

Penaklukan Jayakarta menjadi babak baru bagi kekuasaan Belanda di tanah Betawi. Kota ini kemudian berganti nama menjadi Batavia pada tahun 1619 dan dipimpin oleh Gubernur Jenderal VOC, Jan Pieterszoon Coen yang pernah menjabat dua kali (1619-1623 dan 1627-1629).

Segala macam fasilitas ia bangun untuk menciptakan permukiman yang layak di wilayah yang dipimpinnya tersebut. Jan Pieterszoon Coen kemudian membangun sebuah balai kota di tepi timur Kali Besar pada tahun 1620 untuk mendukung pemerintahan VOC di Batavia.
Namun bangunan tersebut dibongkar pada tahun 1626 demi menghadapi serangan dari pasukan Sultan Agung.

Setahun kemudian, Jan Pieterzoon Coen memerintahkan pembangunan kembali balai kota tersebut. Balai kota itu untuk sementara waktu bisa bertahan lama dan hanya memiliki satu masalah yaitu tanah yang tidak stabil. Situasi tersebut bertahan cukup lama. Bahkan, sampai Gubernur Jenderal VOC silih berganti. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Joan van Hoorn (1704--1709) gedung tersebut dibongkar dan dibangun kembali di lokasinya yang sekarang yaitu di kota tua.

Gedung ketiga balai kota baru diresmikan pada 10 Juli 1710 oleh Gubernur-Jenderal Abraham van Riebeeck. Setelah itu, gedung ini dijadikan gedung serbaguna, tak hanya sebagai kantor administrasi, tetapi juga sebagai tempat pembayaran pajak, pusat berdoa, pengadilan, penjara, dan tempat eksekusi tahanan.

Kemudian pada tahun 1919, penduduk kota saat itu, khususnya warga Belanda mulai tertarik dengan sejarah Kota Batavia. Hingga kemudian pada tahun 1930 berdirilah Yayasan Oud Batavia (Batavia Lama). Yayasan ini bertujuan mengumpulkan segala ihwal tentang sejarah Kota Batavia. Sampai akhirnya mulai dibuka untuk umum pada 1939.

Pada masa kemerdekaan, Museum Oud Batavia berganti nama menjadi Museum Djakarta Lama di bawah naungan LKI (Lembaga Kebudayaan Indonesia). Lambat laun berganti nama menjadi Museum Sejarah Jakarta yang diresmikan pada 30 Maret 1974 oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin.

Koleksi Museum

Koleksi-koleksi yang bisa ditemukan di museum ini yaitu mengenai sejarah Jakarta berupa beberapa replika peninggalan masa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Pajajaran, hasil aktivitas penggalian arkeologis di Jakarta, dan beberapa perabotan antik era penjajahan Belanda mulai dari abad ke-17 hingga 19.

Berbagai macam barang seperti mebel, lukisan, keramik, dan batu-batu zaman dahulu terkait dengan Jakarta ada di Museum Sejarah Jakarta ini. Selain itu, terdapat berbagai macam senjata berupa pedang pada masa kolonial Belanda.

Selain benda bersejarah yang berhubungan dengan Jakarta, terdapat juga berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak. Bahkan museum ini juga memiliki patung Dewa Hermes yang merupakan dewa dari mitologi Yunani. Dewa Hermes merupakan dewa yang melambangkan keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang. Patung Dewa Hermes terletak di perempatan Harmoni dan meriam Si Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan magis. Selain itu, di Museum Fatahillah juga terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulu sempat digunakan pada zaman penjajahan Belanda.

Kurang lebih ada 23.500 koleksi barang baik dalam bentuk benda asli maupun replika yang bisa dilihat di Museum Sejarah Jakarta ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun