Mohon tunggu...
Hamzah Fansuri
Hamzah Fansuri Mohon Tunggu... -

sedang studi di pascasarjana sosiologi UGM

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Identitas Bahasa Gaul Anak Muda (Tinjauan Cultural Studies)

22 Juli 2010   07:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:41 1304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan istilah-istilah dalam bahasa gaul ini dari segi lain merupakan ciri dari perkembangan psikososial remaja. Menurut Erikson (1968), remaja memasuki tahapan psikososial yang disebut sebagai identity versus role confusion, yaitu pencarian dan pembentukan identitas. Penggunaan bahasa gaul ini juga merupakan bagian dari proses perkembangan mereka sebagai identitas independensi mereka dari dunia orang dewasa dan anak-anak.

Derrida yang melakukan dekonstruksi gagasannya pada bahasa berupa teks (text) dan tuturan (speech) yang berhamburan menyediakan identitas untuk tanda dan makna. Tanda di kalangan anak muda/remaja yaitu tanda bahwa diri mereka adalah “yang lain” dari orangtua mereka. Misalnya, orangtua cenderung menggunakan struktur bahasa yang sifatnya baku dan anak muda sifatnya tidak baku. Sedangkan bagi Lacan, proses subjektivikasi ini disebut sebagai recognition. Dan, makna ditempatkan pada posisi, anak muda/remaja yang berusaha mengkonstruksi tanda-tanda khusus. Sebagai contoh, tambahan kata ‘deh’, ‘nih’, ‘loh’ dalam tuturan yang sering kita dengar. Roland Barthes sudah terlebih dahulu menjelaskannya dalam beberapa karyanya terutama yang membahas tentang semiotika.

Baik Derrida, Lacan maupun Barthes, proses intersubjektifitas yang terjalin antar kelompok masyarakat, anak muda juga orangtua yang tidak terlepas dari ruang-ruang bahasa cenderung mengabaikan keunikan dari adanya budaya baru yang dilahirkan dari perbedaan. Menurut Laclau dan Mouffe, dunia sosial harus dipahami bukan sebagai suatu totalitas, melainkan sebagai seperangkat kumpulan perbedaan, yang saling berhubungan, yang terartikulasikan atau “terjalin” bersama-sama.

Karya-karya Derrida, Foucault, Laclau dan Mouffe, menumbuhkan ide bahwa subjektivitas bahasa gaul merupakan sebuah konstuksi sosial yang telah diterima secara luas dalam kajian budaya di Indonesia. Budaya popular anak muda/remaja yang dapat dilihat dari penggunaan bahasa gaul ini merefleksikan tatanan dari kondisi sosiologis masyarakat yang tertransformasikan oleh kompleksitas dan problem-problem globalitas.

Bacaan:
Barker, Cris. Cultural Studies: Teori dan Praktik, terj. Tim KUNCI Cultural Studies Center, Bentang, Jogjakarta, 2005.
Cassirer, Ernst. Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Essay Tentang Manusia (terj) Alois A.Nugroho, Gramedia, Jakarta, 1987
Derrida, Jacques. Of Grammatology, Baltimore, John Hopkins University Press, 1976
Foucault. Michael. Power/Knowledge, New York, Pantheon, 1980
Hall, Stuart. “Who needs identity”, in Hall, S and Du Gay, P (eds), Questions of Cultural Identity. London: Sage. 1992
Laclau, Mouffe. Hegemony and Socialist Strategy: Toward a Radical Democratic Politics, London, Verso, 1985
Mendieta, Eduardo. Identities: Postcolonial and Global, in Alcoff, L.M, and Mendietta, E. (eds), Identities: Race, Class, Gender and Nationality. Malden-MA: Blackwell Publishing. 2003
Sumarsono, dan Partana. Sosiolinguistik, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 2002.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun