Mohon tunggu...
Auzan Rama
Auzan Rama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Psikologi UI

Seorang mahasiswa Psikologi yang memiliki ketertarikan dalam melihat dinamika sosial di masyarakat, cenderung lebih suka bubur yang diaduk daripada yang tidak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketika Kenyamanan Menjadi Bumerang: Tantangan Mental Generasi Z di Era Digital

27 November 2023   12:40 Diperbarui: 27 November 2023   12:51 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Generasi Z, yang tumbuh di era smartphone dan media sosial, memang hidup di dunia yang penuh kemudahan. Dengan segala informasi yang ada di ujung jari, mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan cepat. Namun, ironisnya, di balik semua kemudahan ini, banyak dari mereka yang terlihat rapuh secara mental. Hal ini disebabkan oleh perlindungan berlebihan dari orang tua mereka yang ingin memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, tapi tanpa sadar malah membuat mereka kehilangan peluang untuk belajar dari kesulitan.

Setiap zaman memiliki tantangan dan rintangannya sendiri. Misalnya, generasi orang tua Generasi Z tumbuh di tengah berbagai gejolak - dari krisis ekonomi, pertempuran politik, hingga pergolakan sosial. Walaupun berat, tantangan-tantangan tersebut justru mengajarkan mereka tentang arti kerja keras, ketabahan, dan fleksibilitas. Dengan harapan memberi masa depan yang lebih cerah untuk anak-anak mereka, banyak dari generasi tersebut berusaha meniadakan rintangan bagi Generasi Z. Mereka menanamkan pendidikan terbaik, memberikan akses teknologi terkini, dan memastikan kenyamanan hidup bagi anak-anak mereka. Namun, perlindungan ini mungkin saja malah memberikan efek terbalik.

Generasi Z, yang tumbuh di era digital, sering kali terhindar dari tantangan kehidupan sehari-hari yang dihadapi generasi sebelumnya. Mereka hidup di dunia yang instan, di mana segala sesuatu tampak mudah. Namun, kemudahan ini datang dengan harganya sendiri. Tekanan untuk tampil sempurna di media sosial, perbandingan tanpa henti dengan teman-teman sebaya, dan harapan tinggi dari masyarakat menimbulkan beban psikologis tersendiri. Dengan demikian, ada pertanyaan besar yang muncul: Apakah menghindari kesulitan hidup benar-benar membantu Generasi Z menjadi lebih kuat secara mental? Apakah perlindungan berlebihan dari orang tua justru menghalangi pertumbuhan mental anak-anak mereka? Dalam tulisan ini, kita akan mencoba menelusuri jawabannya dengan merujuk pada literatur dan studi terkini.

Generasi Z, yang hidup di era digital, menikmati kemudahan yang belum pernah ada sebelumnya. Namun, untuk benar-benar memahami dampak dari kurangnya kesulitan yang mereka hadapi, kita perlu melihat dari beberapa lensa teori psikologi. Salah satunya adalah konsep ketahanan diri. Ketahanan tidak hanya berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk bangkit setelah mengalami kegagalan, tetapi juga bagaimana mereka beradaptasi dan pulih dari tekanan. Sayangnya, tanpa rintangan atau kesulitan nyata, Generasi Z kehilangan peluang berharga untuk mempertajam ketahanan mereka. Itu karena saat kita berhasil melewati tantangan, kita mendapatkan pelajaran tentang bagaimana cara menanganinya di kemudian hari.

Selain itu, ada konsep belajar dari lingkungan. Generasi ini, dengan aksesnya ke media sosial, seringkali memetik pelajaran dari apa yang mereka lihat. Namun, jika mayoritas konten yang mereka konsumsi menampilkan kehidupan yang serba sempurna tanpa ada rintangan nyata, ada risiko bahwa persepsi mereka tentang dunia menjadi tidak realistis. Hal ini, pada gilirannya, bisa mempengaruhi bagaimana mereka menanggapi kesulitan di kehidupan nyata.

Kemudian, ada aspek kepercayaan diri. Keyakinan diri bukan hanya soal merasa mampu, tetapi juga memiliki pengalaman nyata yang mendukung keyakinan tersebut. Jika Generasi Z jarang dihadapkan dengan kesulitan, bagaimana mereka bisa yakin bahwa mereka mampu mengatasinya? Kurangnya pengalaman dalam menghadapi tantangan bisa berdampak pada kepercayaan diri mereka saat dihadapkan dengan situasi sulit di masa mendatang.

Jadi, melalui pemahaman teori-teori ini, kita bisa mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana kurangnya kesulitan hidup dapat mempengaruhi mental Generasi Z. Tentu saja, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif, kita perlu menggabungkan pandangan teoritis ini dengan temuan empiris dari penelitian nyata.

Generasi Z, meskipun tumbuh dalam kemewahan teknologi, sering kali terjebak dalam tantangan-tantangan yang tidak terlihat oleh mata. Berikut adalah beberapa contoh kasus yang sering terjadi.

Rina, adalah seorang remaja yang sepenuhnya terkoneksi dengan dunia media sosial. Namun, daripada menjadi alat pemberdayaan, platform ini malah seringkali membuatnya merasa rendah diri. Ketika dia melihat foto-foto temannya yang tampak sempurna, dia mulai meragukan dirinya sendiri. Jadi, meskipun dia tidak pernah merasa lapar atau tidak punya tempat tinggal, tekanan untuk tampak "sempurna" di dunia digital telah menjadi beban psikologis baginya.

Lalu ada Budi, yang dididik dalam lingkungan yang terlalu dilindungi. Orang tuanya mungkin berpikir mereka telah memberinya yang terbaik, tetapi ketika kenyataan menantangnya, Budi merasa hilang. Karena dia tidak pernah belajar bagaimana menghadapi kesulitan, dia merasa tidak berdaya saat berhadapan dengan tantangan sekecil apapun.

Sementara itu, Lina, seorang remaja lainnya, telah terbiasa dengan solusi cepat yang ditawarkan oleh teknologi. Setiap kali dia menghadapi masalah, alih-alih mencari solusi sendiri atau berbicara dengan orang lain, dia segera beralih ke internet. Ini mungkin tampak seperti cara yang efisien untuk menyelesaikan masalah, tetapi dalam jangka panjang, itu membuatnya kurang mandiri dan tidak siap menghadapi kesulitan tanpa bantuan teknologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun