Mohon tunggu...
Auxilla Nanda
Auxilla Nanda Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

@auxillananda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menjemput Soeratin

9 Januari 2024   20:09 Diperbarui: 9 Januari 2024   20:44 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hamparan rumput hijau 100 x 64 meter itu memikat mata para penonton yang duduk di kursi penonton. Aku dan sepuluh orang lainnya memasuki lapangan tersebut dengan penuh semangat untuk membuktikan bahwa kami bisa. Terlihat di seberang sana terdapat tim lawan yang juga tengah memasuki lapangan. Melihat mereka, hati ini seakan menyusut. "lawan gas. Jangan ragu, kamu pasti bisa. Kita pasti bisa." Aku tersenyum mendengar Rino dan melanjutkan pemanasan.

Kini kedua tim telah berada di dalam lapangan dan para kapten mulai mendekati wasit untuk menentukan siapa yang mendapatkan bola terlebih dahulu. "Kling." Koin jatuh di tangan wasit dan menunjukkan bahwa kami mendapatkan bola pertama. "Pritt." Aril mengoper bola kepada Rafa dan menggiring sejauh yang ia bisa. Saat telah dekat dengan posisiku, ia mengoper bola kepadaku dan "bum." Bola tersebut direbut oleh tim lawan lalu menggiring mendekati posisi gawang yang dijaga Arya. Aril yang melihat hal ini tak tinggal diam dan langsung mengambil bola tersebut lalu menendangnya sejauh lima puluh meter mengarah ke posisiku. Saat bola itu datang, aku mencoba mengontrolnya dan mengoper kepada Rino. Rino mendapatkan bolanya dan "bum." Bola itu berhasil ditepis oleh penjaga gawang tim lawan.

Mulut Rino terbuka dengan sangat lebar. Ia tak menduga bahwa tendangannya dapat ditepis oleh tim lawan karena tendangan yang ia gunakan sangatlah keras yang ia punya. Tak berhenti disini, bola kembali dilemparkan ke dalam lapangan dan kami mencoba untuk merebutnya. Tim lawan mempunyai pertahanan yang bagus tetapi mereka kurang dalam menyerang. Hal ini dimanfaatkan olehku dan Rino untuk menyerang berkali-kali hingga akhirnya sang penjaga gawang mulai tidak prima dan bola pertama dimasukkan oleh Rino yang diassist olehku. Bola itu masuk yang dibalas oleh muka masam dari tim lawan.

Pertandingan berlanjut. Kami meningkatkan serangan. Tetapi tak semudah membalikkan tangan, pertahanan tim lawan meningkat. Hal ini membuat bola yang mencoba menembus gawang lawan selalu ditepis oleh sang penjaga gawang. Pertahanan mereka bagus tetapi tidak dengan menyerangnya. Tim lawan masih belum mencetak gol karena disaat bola di posisi gelandang penyerang, selalu diambil oleh Aril dan ia akan membalikkan posisi. Tim kami unggul hingga peluit panjang ditiup oleh sang wasit. Sebelas orang yang memakai jersey biru dongker serentak menaruh kening serta hidung mereka ke tanah dan mengucapkan terima kasih kepada para penonton.

Kini kakiku melangkah menuju bangku penonton. Terlihat mama dan papa yang tersenyum bangga ke arahku. Mama memelukku seraya mengusap pelan kepalaku. "Papa bangga gas. Apapun nanti hasilnya, papa pasti akan dukung." Aku tersenyum dan memeluknya. Angin siang menyengat kulit tanganku. Saat ini aku menunggu sebuah kertas yang akan dibacakan oleh dewan juri. Kertas itu berisi semua nama yang akan menjadi perwakilan Jawa Timur untuk Piala Soeratin U-17. Hatiku tak berhenti merapalkan doa agar 1 dari 11 nama yang ada di kertas tersebut tertera namaku. Bagas Akbar.

Panitia melangkah menuju podium dengan sebuah map kuning di tangannya. Ia memegang mikrofon dan mulai mengambil nafas untuk membacakan kertas tersebut. "Nama-Nama Perwakilan Provinsi Jawa Timur Piala Soeratin U-17. Selamat kepada Rino dari Kota Malang." Sontak kami berdiri lalu memeluk Rino. Rino mengembangkan senyumnya dan berjalan ke arah sumber suara. Satu persatu nama sudah disebutkan. Tidak hanya dari kedua tim yang lolos babak final, tetapi beberapa pemain diambil dari tim yang berada di babak semifinal.

Hingga pada akhirnya tersisa dua nama untuk menjadi perwakilan. Hatiku berdegup kencang. Membayangkan bagaimana jika tidak ada namaku di antara dua orang yang akan disebutkan. Semua lelahku akan tidak terbayar, semua harapan mama dan papa akan tidak terwujud, dan tidak ada lagi kesempatan untuk meraih mimpiku di dunia sepak bola karena umurku yang sudah masuk untuk menentukan apa yang akan kita lakukan setelah SMA. Pilihanku hanya dua. Lolos Soeratin lalu memperjuangkan karir sepak bolaku atau berhenti bermain sepak bola dan fokus menjadi abdi negara.

"Nama yang terakhir ialah Bagas dari Kota Malang." "Deg." Sepak bolaku tidak berhenti disini. Aku akan memperjuangkannya. Teman-teman memelukku dan mengucapkan selamat. Sementara mama dan papa tersenyum bangga. Mama berjalan ke arahku dan memelukku dengan penuh kehangatan. "Mama dan papa bangga sama Bagas. Mimpi Bagas sudah di depan mata. Jemputlah dia gas." Ucapnya dengan berlinang air mata. Aku memutuskan untuk membalas pelukannya sesaat dan mulai berjalan menuju sumber suara.

Di atas podium terlihat semua orang yang bertepuk tangan atas keberhasilan kami. Semua bersukacita dan beberapa membesarkan hati mereka untuk mencoba kembali di tahun yang akan datang. Sebelas orang yang berada di atas podium mengambil foto dan saling menyemangati. Aku tak menyangka bisa berdiri di atas podium ini. Kulayangkan pandanganku ke langit biru. Soeratin, aku siap untuk menjemputmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun