Mohon tunggu...
Auxilla Nanda
Auxilla Nanda Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

@auxillananda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menjemput Soeratin

9 Januari 2024   20:09 Diperbarui: 9 Januari 2024   20:44 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini hari Senin. Menyambut awal pekan dengan semangat yang membara. Bagaimana tidak, hari ini menjadi hari pertama pelatihanku untuk Piala Soeratin. Aku bergegas untuk turun dan sarapan dengan kedua orang tuaku. Terlihat di meja makan Papa dan Mama sudah menungguku. Mama menyambut kedatanganku dengan senyumnya yang hangat. Lantas aku beranjak duduk dan tanganku mulai bergerak untuk mengambil sepiring nasi beserta lauknya. Setelahnya, aku mulai memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutku. Makanan kali ini terasa sangat nikmat. Mungkin karena suasana bahagia yang menyelimuti.

Di sela-sela makan, aku meminta izin untuk mengikuti latihan intensif yang akan dilaksanakan SSB setiap sore setelah sekolah. Hal ini menimbulkan reaksi yang berbeda dari kedua orang tuaku. Mama dengan reaksi yang sangat antusias dan menyemangatiku dengan kata-kata lembutnya beserta khawatir jika aku lelah dan reaksi papa dengan muka dingin sambil berkata, "Hati-hati dengan nilai akademik gas." Aku dapat menangkap bahwa papa sebenarnya setuju dengan jalan yang aku pilih. Tetapi, ia memberi peringatan agar aku tetap mengutamakan sekolah. Baiklah. Aku melanjutkan sarapanku dan berangkat sekolah menggunakan sepeda kesayanganku.

Pembelajaran sekolah berjalan seperti biasanya. Spidol yang menari-nari di papan tulis mengundang kantuk bagi siswa-siswa yang melihatnya. Begitupun aku. Aku menahan kantukku untuk bisa menyelesaikan persamaan dari soal matematika di papan tulis. Jika aku tidak memahaminya di sekolah, maka kapan akan aku pahami? Di rumah saja sudah tinggal lelahnya sehabis latihan. Tetapi kali ini aku akan buktikan kepada papa bahwa aku bisa mengimbangi keduanya.

Setelah pembelajaran sekolah usai, aku menyapa Rava sekilas lalu bergegas menuju parkiran sepeda dan mulai mengeluarkan sepedaku menuju rumah. Sesampai di rumah aku bagaikan tikus yang dikejar oleh kucing. Bergerak dengan sangat cepat hingga mama pun menggelengkan kepala. Bagaimana lagi, aku harus mempersiapkan diri untuk latihan perdana Piala Soeratin mewakili SSB dan ini membuat dadaku membara untuk mengikutinya.

Bendera di ujung lapangan bergerak menandakan angin sedang menyapanya. Terlihat tiga baris lelaki dengan tinggi hampir dua meter itu sedang melakukan pemanasan. Termasuk aku. Pemanasan yang digunakan lebih berat daripada pemanasan yang biasa aku lakukan di SSB bersama dengan timku. Di tengah pemanasan saja keringatku sudah menyapa jersey yang aku gunakan. Aku melihat sekeliling dan sebagian besar mereka sudah biasa akan hal ini. Setelah pemanasan dilanjutkan dengan perkenalan dan permainan 2x10 menit untuk penentuan posisi. Di permainan ini aku mengerahkan semua kemampuanku agar posisiku dapat sebagai gelandang tengah. Pada saat bermain, aku mendapatkan energi yang sepadan dengan diriku. Aku sering mengumpan bola kepadanya yang lalu ia tembakkan ke gawang lawan dan berakhir mencetak gol. Ia adalah Rino dari SSB Putra Emas.

"Pritt..." Peluit wasit berbunyi tanda permainan berakhir. Terlihat Rino menghampiriku lalu berkata, "Hei Bagas, terima kasih ya untuk umpananmu. Semoga kita satu tim." Ucapnya dengan tersenyum hingga lesung di pipinya terlihat. Aku hanya menganggukan kepala dan menyetujui perkataannya. Bergegas aku mengikutinya untuk meminum air di bangku pemain. Terik matahari sore ini tetap membakar kulitku yang mulai berubah pigmen menjadi warna hitam. Kami beristirahat sembari membahas permainan yang telah kami lakukan. Dari perbincangan ini aku dapat menyimpulkan bahwa Rino adalah kapten di tim SSB-nya dan ia selalu bisa memasukkan bola yang diumpan kepadanya. Belum sempat aku bertanya lebih jauh lagi tentangnya, coach membawa sebuah kertas yang berisi posisi pemain di lapangan. Satu persatu dipanggil. Nama Rino telah dipanggil dan mendapatkan posisi gelandang penyerang. Setelahnya namaku dipanggil dengan posisi yang aku inginkan. Gelandang tengah. Sesuai dugaanku, Rino akan menjadi gelandang penyerang. Senyum mengembang di semua wajah pemain yang baru aku kenal hari ini. Latihan berlanjut hingga matahari ingin menenggelamkan dirinya di ufuk barat.

Pelatihan Piala Soeratin intensif dilakukan setiap dua hari sekali. Jika aku tidak ada jadwal latihan Piala Soeratin, aku akan berlatih bola mandiri dengan teman-temanku di SSB maupun sesama perwakilan untuk Piala Soeratin. Setiap sore setelah pulang dari berlatih bola, aku langsung bersih-bersih diri dan beristirahat. Terkadang jika ada tugas dari sekolah, aku akan mengerjakannya dan jika tidak ada aku akan langsung tidur untuk mengisi kembali energi yang telah terkuras. Hal ini membuatku menjadi sekolah bukan lagi prioritasku. Tetapi bola adalah prioritasku. Karena semakin hari latihan semakin berat dan jika sudah di rumah, aku tidak lagi belajar untuk mengulang pelajaran maupun mengerjakan tugas di jauh-jauh hari. Papa yang melihat perubahan pun memasang muka yang masam.

***

Jersey dengan nomor punggung sepuluh dengan warna gradasi biru dongker terpasang di badanku. Sebelas orang kini berbentuk lingkaran untuk memanjatkan doa dan melakukan pemanasan. Hatiku berdebar dengan sangat kencang. Karena hari ini adalah penentuan hasil latihanku selama sebulan. Peluit berbunyi dan pertandingan pun berlangsung. Tim lawan mendapatkan bola yang digiring menuju gawang timku. Dengan sigap Arya mulai mengambil bola tersebut dan mengoper kepadaku. Aku melihat Rino yang tidak dijaga dengan tim lawan dan memutuskan untuk mengoper kepadanya. Rino melihat situasi dan "bum" bola itu melewati penjaga gawang dengan telak. "GOL!!" Terdengar riuh suara dari bangku penonton yang terlihat mama dan papa juga berdiri untuk meneriakkan hal tersebut. Aku tersenyum sembari memeluk Rino. Satu poin untuk Soeratinku. Pertandingan berlanjut dengan sengit. Saat ini tim lawan menaikkan kewaspadaan kepadaku dan Rino. Hal ini membuat kami kesulitan untuk mencetak gol kembali. Begitupun dengan mereka. Mereka tidak bisa menembus gawang yang dijaga oleh Arya. Hingga akhirnya waktu habis dan kami dinyatakan menang dalam fase grup.

Pertandingan selanjutnya dimulai setelah 10 menit kami beristirahat. Di dalam pertandingan ini kami gagal menjaga gawang di menit pertama. Tetapi akhirnya operanku kepada Rino melewati penjaga gawang tim lawan. Tim lawan tak tinggal diam. Ia melakukan serangan balik hingga bisa membalikkan posisi menjadi tim mereka yang unggul. Hingga pada menit terakhir, aku dapat memasukkan bola ke dalam gawang dan disusul oleh Rino memasukkan bola menggunakan operan dariku. Setelah bola itu masuk, kami dinyatakan masuk dalam Final untuk Perwakilan Provinsi Jawa Timur Piala Soeratin U-17. Bangku penonton pun mulai bersorak kembali ketika pengumuman tersebut diumumkan. Aku melihat mama yang sangat bersemangat berdiri sambil bertepuk tangan ke arahku. Begitupun papa yang tersenyum sambil menganggukan kepala kepadaku. Aku dari bawah lapangan hanya melihat keduanya dan melemparkan senyum paling bahagia yang aku punya.

Pertandingan dilanjutkan setelah salat dzuhur. Bersih-bersih diri lalu salat berjamaah dengan coach dan teman-teman yang lain. Berdoa berharap yang terbaik untuk final kali ini. Kami semua ingin menjadi perwakilan Jawa Timur untuk Piala Soeratin tahun ini. Tetapi kami tidak bisa egois, hanya akan ada sebelas orang yang terpilih dari dua tim yang akan bertanding di final nanti. Berharap dan melakukan yang terbaik. Kami siap untuk melewati final ini. Rino tersenyum kepadaku dan berharap kami dapat lanjut untuk Piala Soeratin. Coach mulai memberi dua patah kata untuk pertandingan ini. "Permainan kalian dari pertandingan awal sudah bagus. Hasil latihan selama sebulan ini sudah sangat terlihat perkembangannya. Hasil pertandingan ini adalah yang terbaik untuk kalian semua. Siapapun nanti yang lolos menjadi perwakilan, itu berarti sudah rezeki kalian. Serta nanti yang tidak lolos, besarkan hati kalian dan pulang dengan semangat baru untuk berlatih lebih keras untuk Pertandingan selanjutnya. Paham?" Kami semua mengangguk seraya mengatakan, "Siap, paham coach."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun