Mohon tunggu...
Auxilla Nanda
Auxilla Nanda Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

@auxillananda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menjemput Soeratin

9 Januari 2024   20:09 Diperbarui: 9 Januari 2024   20:44 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Tanda jam pelajaran di sekolah telah habis dan menyambut akhir pekan. Aku bergegas memasukkan buku dan mulai meninggalkan kelas. Di lorong sekolah terlihat segerombolan orang yang sedang berkumpul di depan mading sekolah. Terlihat sebuah poster yang didominasi warna biru dengan tulisan bercetak tebal "Piala Soeratin 2023" menarik perhatianku. "Bagas, kamu harus ikut ini. Kesempatanmu buat jadi pemain bola." Mataku berbinar mendengar perkataan Rava yang entah dari mana ia datang. Ia benar. Ini saatnya aku meraih mimpiku.

Di perjalanan pulang menaiki sepeda, aku membayangkan apa saja yang harus aku siapkan. Aku akan menambah semangat untuk berlatih bola. Bayanganku buyar saat aku melihat jarak rumah sudah dekat. Aku memarkirkan sepedaku dan mulai memasuki rumah. Aroma masakan mama menarik langkahku untuk mencarinya. Ia tersenyum melihat hadirku. Lantas aku menceritakan perihal apa saja yang terjadi di sekolah.

"Ma, tadi di mading sekolah ada poster 'Piala Soeratin 2023' sudah mau dibuka. Bagas mau ikut, menurut mama bagaimana?" mama tersenyum mendengar perkataanku. Ia mengusap kepalaku dan berkata, "apapun keputusan Bagas, mama dukung. Saat makan malam nanti, Bagas minta pendapat papa juga ya, mama akan mendukungmu nak." Senyumku getir. Bagaimana reaksi papa saat mendengar hal ini? Aku takut ia tidak setuju dengan jalan yang aku pilih.

Makan malam pun tiba. Mama telah menyusun rapi makanan di atas meja. Aku dan papa mengambil posisi duduk. Setelah semua siap, kami makan bersama. Ruang makan sunyi. Hanya terdengar sendok dan garpu yang beradu di atas piring. Aku memberanikan diri untuk membahas Piala Soeratin kepada papa. "Papa, Piala Soeratin 2023 sudah dibuka pendaftarannya. Aku boleh ikut?" Papa yang mendengar hal tersebut sontak menghentikan makannya dan menatapku. "Zaman sekarang itu yang penting akademik gas. Lebih meyakini untuk masa depan. Kamu pikirkan saja lagi. Terserah kamu mau ikut atau tidak. Tapi itu pesan papa." Ucapnya dengan muka dingin. Lantas, ruang makan kembali sunyi.

Setelah makan, papa beranjak ke ruang kerjanya dan aku membantu mama membersihkan ruang makan. Perkataan papa masih memenuhi pikiranku. Apa yang papa bilang benar. Jika aku gagal di kompetisi ini, masih ada kesempatan lain. Tapi tidak untuk waktu yang selalu mengejarku. Kini aku sudah kelas dua belas. Aku harus fokus untuk mempersiapkan ke jenjang perkuliahan. Mama yang melihatku hanya tersenyum dan memelukku. Ia membisikkan, "Kalau takdir Bagas ada di dunia sepak bola, Tuhan pasti bantu Bagas untuk mendapatkannya." Aku tertegun dan membalas pelukan mama.

Setelah membantu mama, aku melangkahkan kaki menuju kamar. Dering ponsel berbunyi. Terlihat sebuah notifikasi dari coach  yang langsung aku buka. Ia mengabarkan bahwa aku terpilih untuk mewakilkan SSB untuk kompetisi Piala Soeratin. Tanpa sadar aku menarik senyumku dan tanganku mulai menari di atas papan ketik untuk membalas pesan dari coach dan mulai mematikan ponselku untuk belajar kembali materi yang tadi diajarkan. Aku akan buktikan ke papa bahwa aku bisa mengimbangi bola dengan akademikku.

***

Keesokan harinya aku bangun pagi untuk melaksanakan ibadah dan bersiap lari pagi dengan teman-teman SSB-ku. Terlihat Rava yang sudah menungguku di depan rumah dengan senyumannya yang khas. Lantas aku bergegas untuk mengambil sepatu dan mulai menyapanya. "Hari ini coach mau kasih informasi buat latihan persiapan Soeratin gas. Kamu sudah dapat izin dari orang tuamu?" Aku menganggukan kepala, "kalau mama dukung aku Va, tapi kalau papa kamu tahu sendiri." Rava mengangguk dan membalas, "kejar Soeratin gas. Buktikan ke papamu kalau kamu bisa." Aku hanya membalas dengan senyuman kecil dan percakapan itu terhenti.

Saat ini aku sedang memimpin pemanasan sebelum lari pagi. Terdengar suara hitungan dari teman-teman yang sangat memekakkan telinga. Setelahnya kami lari pagi mengelilingi lapangan sebanyak lima putaran. Putaran pertama kami berlari sembari menyanyikan lagu yang kerap digunakan selama lari pagi. Begitupun putaran kedua hingga putaran kelima. Saat putaran kelima selesai, coach memberi perintah untuk meluruskan kaki dan memberi pengumuman sesuai apa yang dikatakan Rava tadi pagi.

"Baik karena Piala Soeratin U-17 akan dilaksanakan satu bulan lagi. Saya telah melihat bagaimana perkembangan kalian selama satu bulan di latihan rutin kita. Nama yang saya panggil akan mewakili SSB untuk Pertandingan Piala Soeratin U-17 se-kabupaten. Jika kalian lolos babak kabupaten akan dilanjutkan menuju provinsi yang akan bertanding di ajang nasional." Mataku berbinar mendengarnya. Hati ini merapalkan doa-doa agar salah satu nama yang dipanggil adalah namaku. Terlihat coach sedang mengambil kertas dan mulai membacanya.

"Nama-nama pemain U-17 yang mewakili SSB Putra Gemilang untuk Piala Soeratin. Arya, Aril, dan Bagus." Tepuk tangan bergemuruh. Aku tak bisa menahan senyumanku. Begitupun dua temanku yang namanya terpanggil. Serentak kami bertiga mengucapkan terima kasih kepada coach. Ia mulai memberi informasi untuk jadwal latihan intensif. Setelahnya kami bergegas untuk latihan bola seperti biasa.

            ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun