Hari ini hari minggu. Keluargaku memutuskan untuk berlibur ke salah satu pantai di kotaku. Aku sangat bersemangat akan rencana ini. Aku telah mempersiapkan apa saja yang harus aku bawa ke pantai dan mulai membayangkan apa saja yang akan aku lakukan di pantai. Hmm, sepertinya aku akan bermain pasir sambil bermain dengan ombak-ombak kecil yang akan datang di pinggir pantai. Ah, itu akan seru sekali.
      Ayah melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Kakakku tertidur dan adikku sedang asik dengan telepon genggamnya. Aku memutuskan untuk memilih lagu kesukaanku di telepon yang aku genggam dan mulai bersenandung kecil. Lima belas menit berlalu dan aku mulai tertidur.
      Badanku di goyang-goyangkan oleh Bunda dan aku mulai membuka mata. Aku melihat kakak telah terbangun dan adik yang terlihat sangat antusias. Aku mulai melihat sekeliling dan mulai terpesona dengan pemandangan di depan. Angin yang menyapa kulit, bunyi ombak yang menyapu pasir-pasir putih di pinggir pantai, dan tawa riang dari orang-orang sekitar.
      Aku memutuskan untuk bermain pasir yang kubentuk seperti kerajaan zaman dahulu. Begitupun dengan adikku. Kakakku hanya memotret kami dan sesekali tertawa saat kerajaan yang aku dan adikku buat hancur disapu ombak. Mau tak mau kami harus membuatnya lagi. Pada akhirnya kakak ikut bermain pasir. Walau ia hanya mengganggu dan tidak membantu sama sekali.
      "Kak Arya, Mbak Ara, Adek Arka  ayo diminum dulu kelapa mudanya terus lanjut main pasirnya." Bunda berteriak di tempat duduk. Terlihat tiga kelapa muda dengan sedotan berwarna putih serta sendok putih terlihat di atas meja yang ayah dan bunda sewa. Kami pun lantas berlari dan mulai mengambil kelapa muda.
      Nikmat sekali meneguk kelapa muda di pinggir pantai dengan seliweran angin dan teriknya matahari. Kami mulai mengobrol satu dua hal dan saling melemparkan candaan kecil serta tertawa bersama-sama. Setelah air kelapa muda kami tandas, kami melanjutkan bermain pasir. Tidak untuk kakak. Ia memilih menetap di tempat duduk sambil melihat birunya langit siang di pantai.
      Kini aku dan adikku memutuskan untuk tidak bermain pasir. Kami memilih duduk dan meluruskan kaki sambil menunggu ombak datang. Saat ombak datang dan kami mulai terseret, kami saling berpegangan tangan dan menguatkan tubuh satu sama lain. Setelah tidak ada ombak, kami kembali ke tempat semula.
      "mbak Ara, mbak merasakan goyangan engga?" Arka bertanya dengan pertanyaan yang tak aku mengerti. Sesungguhnya aku juga merasakan getaran. Tapi mungkin hanya kepalaku saja yang pusing karena terseret ombak. "engga sih, mungkin kamu aja. Atau kepala kamu pusing tadi keseret ombak." Arka hanya mengangguk dan mulai duduk kembali di tempatnya.
      Kami tetap bermain dengan ombak-ombak. Tetapi aku perhatikan, semakin kesini ombaknya semakin besar. Entahlah. Aku tak tahu mengapa. Atau mungkin yang tadi dirasakan Arka adalah gempa? Ah tidak, dia hanya sakit kepala saja. Sudah-sudah. Aku harus berpikiran positif.
      Tuittt... tuittt.. dihimbau untuk semua pengunjung Pantai diharap meninggalkan pantai dikarenakan telah terjadi gempa bumi dengan skala kecil. Sekali lagi untuk semua pengunjung Pantai diharap meninggalkan pantai dikarenakan telah terjadi gempa bumi dengan skala kecil. Aku yang mendengar himbauan tersebut terkejut lantas panik. Terkejut karena ternyata yang dirasakan Arka adalah gempa bumi dan panik karena di depanku dan Arka mulai ada ombak besar menuju kami.
      Aku mendengar Bunda dan Ayah berseru panik. Lantas aku melihat samar-samar kakak yang mulai berlari ke arah kami. Aku dan Arka mencoba berlari tetapi terlambat. Ombak telah di dekat kami dan mulai menyeret kakiku dan Arka. Aku pun terjatuh dan mulai terseret ombak. "Kak Arya... tolong aku..." aku berteriak panik. Arka berhasil berlari menjauhi ombak.
      Kak Arya berlari ke arahku dan mulai menggapai tanganku. Getaran mulai terasa lagi. Sepertinya ini adalah gempa susulan. Tubuhku sempurna tenggelam di muka pantai. Kakiku masih bisa menyentuh dasarnya dan untung saja Kak Arya tepat waktu. Ia mulai menarikku dan membawaku ke tepian.
      Saat di tepian, aku dan Kak Arya langsung berlari menjauhi garis pantai. Getaran yang aku rasakan saat aku tenggelam mulai kurasakan lagi. Kini gempa susulan datang lagi. Susulan yang ketiga. Aku dan Kak Arya berlari ke arah Bunda, Ayah, dan Arka yang berada di tanah lapang yang jauh dari garis pantai.
      Lantas bunda memelukku dan mencium keningku. Aku tak melepaskan pelukanku dari bunda. Aku masih merasakan perasaan saat aku tenggelam. Aku takut. Aku takut. Hatiku seperti berkata seperti itu. Himbauan selanjutnya telah terdengar. Isi himbauan itu telah memutuskan bahwa kawasan pantai masih belum aman dan para petugas pantai menyarankan agar kami pulang dan untuk gempa susulan diperkirakan sudah tidak ada.
      Kami berlima pun bergegas memasuki mobil dan mulai meninggalkan pantai. Di dalam mobil aku memutuskan untuk menutup mata dan mencoba untuk tertidur. Ah, pantai. Aku suka denganmu. Tetapi dengan kejadian tadi, kamu jadi menakutkan. Mungkin aku tak mengunjungimu untuk beberapa waktu. Aku akan mengunjungimu lagi saat semuanya telah kembali aman. Lantas, aku telah memasuki dunia mimpi di tidurku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H