Mohon tunggu...
Ryco V. Amenity
Ryco V. Amenity Mohon Tunggu... Guru - Freelancer

Setiap tempat yang kita singgahi pasti meninggalkan cerita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kamu Berani Makan "Enthung" Jati?

2 Juni 2023   09:12 Diperbarui: 2 Juni 2023   09:56 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

img-20160101-103425-6479593c82219906b95db213.jpg
img-20160101-103425-6479593c82219906b95db213.jpg
Suku Jawa adalah salah satu suku terbesar di  Indonesia  yang mendiami pulau Jawa. Masyarakat suku Jawa memang memiliki kekhasannya sendiri. Masyarakatnya tak henti memampilkan keunikannya dalam setiap aktivitas kehidupan. Keunikan inilah yang menambah nilai kekayaan dari tradisi kebudayaannya. Bahkan aspeknya luas bukan hanya budaya, sosial, kesenian, tradisi, bahkan hingga kuliner. Seperti kekhasan kuliner yang sangat digemari bahkan menjadi  favorit ketika dijumpai. Kuliner ini bahkan terkenal di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Gethuk, Tiwul, Garang Asem, makanan ini lebih spesial karena sulit untuk dijumpai, hanya ada di musim tertentu.

Tak kalah uniknya lagi. Ada fenomena yang biasa masyarakat Jawa Timur, tepatnya di Desa Sriwedari, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur lakukan. Musim kemarau hampir berakhir dan mulailah masuk musim hujan. Pohon jati yang semula merangas mulai menghijau kembali namun anehnya pohon jati yang seharusnya lebat dengan daun jati lama kelamaan habis dan berjatuhan seperti dimakan ulat. Ya memang benar dan jati ini habis bukan tanpa alasan, si ulat jatillah penyebabya. Ulat yang pada umumnya menjadi hama dan oleh sebagian orang di bunuh namun bagi masyarakat jawa adanya ulat jati adalah berkah dan suatu hal yang menguntungkan karena memang ulat ini sangat jarang ada, bahkan dalam setahun belum tentu ada ulat jati dan ulat jati ni dijadikan bahan makanan yang sangat digemari. Ulat-ulat jati ini akan memakan daun jati hingga tersisa tulang daunnya saja. Setelah kenyang ulat jati turun ke tanah untuk berubah menjadi kepompong dan bersembunyi dibalik daun jati yang jatuh,  warnanya yang coklat dapat dengan mudah tersamar oleh tanah  dan ulat mulai berhibrenasi untuk berubah menjadi kupu-kupu ulat jati, namun kepompong yang jatuh inilah yag ditunggu masyarakat di Desa Sriwedari mereka akan berbondong-bondong untuk datang ke hutan jati. Kepompong yang ada di balik daun-daun jati yang jatuh ditanah mulai dicermati satu-satu dengan telitinya untuk mencari keberadaan kepompong ini yang sering disebut dengan "enthung atau ungker". Enthung inilah yang dicari masyarakat untuk dikonsumsi, namun jika ada ulat yang belum berubah menjadi kepompong atau sering disebut ungker (bukan angker loh ya?) oleh masyarakat juga diambil. Bagi mereka ulat yang hampir jadi kepompong (ungker) dan enthung sama saja enak dan dapat dikonsumsi.

Enthung atau ungker ini banyak dicari masyarakat karena dianggap sebagai bahan makanan yang enak, gurih bahkan masyarakat yakin bahwa unker/enthung ini memiliki nilai protein yang tinggi,  ditambah lagi sulit untuk mendapatkannya membuat enthung menjadi sangat ditunggu pada musimnya. enthung oleh sebagian masyarakat juga diawetkan dengan di jemur di bawah sinar matahari hingga kering sempurna dan bisa diolah sewaktu-waktu bahkan dapat disimpan hingga 1 tahun kedepan. Namun itulah primadona sederhana dari Jawa yang selalu ditunggu kehadirnnya.

Wow, mungkin bagi kita ulat atau kepompong itu menjiikan untuk dimakan, namun bagi msyarakat Jawa memakan ulat jati atau kepompng ulat jati itu hal biasa bahkan dianggap sebagai sumber alternatif bahan makanan.

Uniknya kliner Jawa Timur, uniknya kuliner Indonesia, yang seperti ini cuma ada di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun