Menjadi Maba (Mahasiswa Baru) merupakan hal yang dinanti-nanti bagi sebagian pelajar. Menginjakkan kaki di kampus impian dan mengemban pendidikan lanjutan tentu saya membuat Maba merasa antusias. Bayangan FTV yang sering ditonton membuat semakin tak sabar untuk memulai pembelajaran. Sayangnya, kehidupan kampus tak bisa semenyenangkan dalam bayangan.
Selain itu, masa ini adalah masa peralihan dari remaja menuju kedewasaan. Begitu cepat. Tak ayal, beberapa Maba bisa saja mengalami culture shock karena perbedaan kebiasaan ketika sekolah dan kuliah. Kira-kira, apa saja culture shock saat berkuliah?
1) Cara berpakaian dan Berdandan
Tentu saja yang paling mencolok dari berkuliah dengan sekolah adalah dari pakaiannya. Sebagian besar kampus membebaskan mahasiswa untuk berpakaian asal rapi dan sopan. Istilah adu outfit juga pasti sering didengar. Mahasiswa berlomba memakai pakaian terbaik mereka saat berkuliah. Tujuannya beragam, tetapi alangkah baik berpakaian ketika ke kampus dengan rapi dan sopan. Berpakaian rapi dan sopan dapat menjadi bentuk seseorang menghargai diri sendiri juga orang-orang di sekelilingnya. Tak hanya itu, bukan hal tabu lagi jika mahasiswa datang ke kampus dengan dandanan cetar dan rambut tertata rapi sampai dicatok.
2) Waktu Pembelajaran
Pada awal masa pembelajaran baru, biasanya mahasiswa dihadapkan dengan pemilihan Kartu Rencana Studi (KRS). Ini adalah minggu-minggu mendebarkan. Mahasiswa berlomba-lomba mengambil kelas dengan jam paling sesuai dengan keinginannya. Ya, jam pelajaran dan kelas ditentukan sendiri oleh mahasiswa. Namun, biasanya mahasiswa dihadapkan dengan server yang down karena website yang dibuka secara bersamaan oleh mahasiswa. Terancam tak mendapatkan kelas yang diincar atau kehabisan kelas. Pada masa ini, mahasiswa harus benar-benar bersabar.
3) Waktu Luang
Dalam satu minggunya, mahasiswa hanya akan mendapatkan beberapa mata kuliah saja. Jadwal mata kuliah di kampus terkadang tak sepadat seperti ketika bersekolah, sehingga mahasiswa dapat menggunakan waktu itu untuk kegiatan lain di luar jam pembelajaran seperti organisasi dan bekerja sampingan. Namun, beberapa jurusan malah tak memberikan waktu luang untuk mahasiswanya. Biasanya waktu luang tersebut membuat mahasiswa harus mengerjakan tugas-tugasnya, misalnya tugas membuat laporan praktikum di laboratorium atau proyek-proyek lainnya.
4) Organisasi
Ketika sekolah, organisasi yang bisa diikuti oleh siswa terkadang hanya sebatas OSIS, Pramuka, atau kegiatan pengembangan diri lainnya yang masih dalam naungan sekolah. Namun, di kampus, organisasi semakin banyak dan cakupannya semakin luas. Mulai dari organisasi dan kegiatan mahasiswa yang berada di bawah naungan kampus seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) baik di universitas maupun fakultas, himpunan prodi/jurusan, berbagai Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dan organisasi di luar kampus atau Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (Ormek).
5) Pertemanan
Jumlah mahasiswa di satu kampus tentunya bisa mencapai belasan ribu. Mahasiswa bisa menambah relasi mereka dengan rekan satu jurusan, satu angkatan, hingga dengan angkatan lainnya dengan berbagai cara seperti melalui organisasi atau UKM. Namun, pada kenyataannya banyak mahasiswa yang lebih nyaman memiliki sedikit teman (sirkel) ketimbang memiliki banyak teman. Jangan kaget ketika melihat beberapa mahasiswa bergerombol dan pergi bersama-sama dengan jumlah yang sangat sedikit. Terkadang mahasiswa memilih teman mereka berdasarkan kecerdasan, keaktifan, maupun latar belakang. Sebagai mahasiswa tentunya harus benar-benar selektif memilih lingkungan pertemanan karena sangat berpengaruh pada akademik, pengembangan diri, dan kehidupan bersosialisasi.
6) Dosen dan Tenaga Pendidik
Jangan pernah heran ketika dosen membatalkan kelas secara mendadak atau mengganti kelas begitu saja. Dosen memiliki hak untuk melakukannya. Biasanya, dosen akan berdiskusi dengan kelas melalui komting (ketua kelas) untuk menentukan hari pengganti kelas.Â