Mohon tunggu...
Fitri Kusnayanti
Fitri Kusnayanti Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Ex-journalist (persma). Content writer and copywriter. Write articles with random and informative topics [K-pop and hallyu, woman empowerment, education, social and culture].

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda, Seblak Punya Beberapa Stigma

28 Juli 2023   08:38 Diperbarui: 28 Juli 2023   17:12 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi pribadi penulis

Makanan khas Bandung ini belakangan begitu eksis. Masyarakat bisa menjumpai penjual makanan yang berbahan baku kerupuk lembek ini baik secara langsung di pinggir jalan maupun di e-commerce. 

Seblak sendiri masih belum pasti kapan pertama kali ditemukan. Konon katanya, seblak dibuat karena kala itu stok kerupuk sedang melimpah. Sehingga, kerupuk tersebut diolah dengan cara direndam air panas dan dimasak dengan bumbu halus berupa bawang putih, kencur, dan cabai rawit. Namun, makanan ini terus diinovasi dengan menambahkan topping-topping lezat berupa mie, sayuran, dumpling, hingga bakso. Hal ini tentu menambah keberagaman cita rasa dan varian seblak.

Oleh karena eksistensinya, makanan yang terkenal dengan rasa pedasnya ini rencananya akan diajukan menjadi warisan budaya tak benda oleh Kemendikbud Ristek. Tentu saja, hal ini disambut baik oleh pecinta seblak. Sayangnya, seblak memiliki beberapa stigma di masyarakat. Bahkan, ada yang sedikit menimbulkan perdebatan.

Pertama, seblak digadang sebagai makanan tidak sehat karena beberapa hal. Misalnya mengandung banyak garam yang tidak baik untuk kesehatan darah dan jantung, mengandung banyak penyedap rasa buatan, mengandung tinggi karbohidrat yang dapat memicu meningkatnya gula darah, hingga rasa pedas yang ditimbulkan cabai yang dapat menyebabkan naiknya asam lambung atau masalah pencernaan lainnya.

Meskipun dirasa seblak bukan makanan sehat. Tetapi pecinta kuliner dan pecinta seblak sebenarnya bisa tetap mengonsumsi seblak dengan syarat tidak terlalu sering atau menambahkan topping yang sehat seperti sayuran sebagai asupan vitamin maupun ikan sebagai asupan protein. Bagi yang memiliki masalah pencernaan seperti maag atau gerd sebaiknya tidak mengonsumsi seblak yang memiliki level kepedasan yang tinggi.

Kedua adalah seblak dianggap sebagai "makanan khas cewek" atau "budaya cewek". Lho, kok bisa?

Orang-orang beranggapan bahwa sebagian besar perempuan memang memfavoritkan seblak. Jadi, mereka dengan cepat menganggap bahwa seblak adalah "makanan khas cewek" atau "budaya cewek."

Dikutip dari beberapa sumber, ada beberapa alasan mengapa perempuan menyukai seblak, yaitu karena rasa pedasnya yang dianggap bisa menaikkan mood, cita rasa rempahnya yang mengigit, memiliki banyak varian topping, harganya murah, hingga penjualnya sangat mudah ditemui.

Stigma "makanan khas cewek" ini memang sedikit menimbulkan kontroversi ini. Tapi, nyatanya tak sedikit yang berkomentar demikian. Komentar seperti ini menuai beragam jawaban, "Sejak kapan seblak ada gender?", "Makanan memandang gender, kah?", "Emang seblak ada jenis kelaminnya?" Agaknya, pecinta seblak tak terima jika seblak dilabeli demikian.

Stigma yang dianggap buruk oleh pecinta seblak ini sedikit disayangkan. Karena nyatanya, tidak semua perempuan menyukai seblak dan beberapa laki-laki juga menyukai seblak. Lantas, kenapa harus dicap sebagai makanan "khas cewek" atau "budaya cewek"? Semua gender boleh dan layak untuk mengonsumsi seblak. Bukankah ini hanya masalah selera? Lagipula, sudah jelas seblak itu makanan khas Bandung, bukan khas cewek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun