Mohon tunggu...
Abdullah Usman
Abdullah Usman Mohon Tunggu... Ilmuwan - sempat fakum, kini aktif kembali

Dosen agribisnis Unram, pengamat prilaku sosial keagamaan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menyingkap Rahasia Cara Taubatan Nasuhah

2 Oktober 2023   22:28 Diperbarui: 2 Oktober 2023   22:30 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Taubatan nasuha adalah tobat hakiki, sungguh sungguh memohon ampun atas kesalahan yang terlanjur dikerjakan.  Cirinya adalah menyadari akan kesalahan yang diperbuat, meninggalkan, dan membenci perbuatan tersebut, sehingga sikap yang muncul adalah, jangankan mengulanginya, menyebut dan mendekatinya saja tidak mau.  Ucapan istighfar adalah salah satu bentuk memohon ampun yang dilafaz oleh bibir, tetapi tidak menjamin pekerjaan salah itu ditinggalkan.  Tobat macam ini, bukan tobat nasuha, sebagian orang menyebutnya 'tobat sambal, tahu pedas, diulangi dan diulanginya makan sambal.  Agama mengisyaratkan bahwa tobat nasuha-lah, tobat yang diterima.  Apa kiatnya agar kita mampu melakukan tobat nasuha?  Berikut secuil renungan tentang itu.

Permohonan maaf dan ampun, baru efektif dan membekas kalau kita tahu perbuatan salah apa yang dilakukan sehingga perlu meminta ampun.  Banyak orang yang mengucap istighfar (astaghfirullahal adhim), tetapi tidak tahu, dosa apa yang dia minta diampunkan.  Bahkan yang banyak adalah tidak merasa punya dosa.  Ucapan istighfar hanya ucapan seremonial hampa belaka.  Langkah pertama agar makbul tobat adalah memunculkan kesadaran bahwa kita telah terlanjur melakukan perbuatan dosa, dan munculkan rasa terancam oleh dosa dan hukuman akibat dari dosa tersebut.  Kebanyakan hukuman, tidak segera datang, sehingga membuat pelaku maksiat tidak menyadari kalau maksiat yang dilakukannya akan berdampak buruk pada kehidupan jangka panjang (kehidupan ukhrawi).  Akibatnya, pelaku maksiat cenderung mengulangi dan mengulangi lagi maksiatnya, sampai tiba masa, terjadi kejadian yang menyadarkan dia dan mau kembali tobat nasuha.  Selama tidak muncul kejadian dan peristiwa yang membuat dia tobat, maka maksiat tersebut terulang lagi, menjadi hal yang biasa, sehingga tidak disadarinya kalau itu adalah dosa.  Syetan membuat kondisi itu nyaman, karena sudah menjadi kebiasaan, dan pelaku dininak-bobokan oleh kenyamanan hidup yang didapat.  Pelaku maksiat yang sudah sampai pada taraf ini, tidak tertarik untuk melakukan tobat nasuha, kalau dia ucapan istighfar, itu hanya sebatas ritual seremonial belaka.

Bagaimana cara memuncukan kesadaran bahwa kita sudah terlanjur melakukan dosa, dengan kata lain, munculkan rasa berdosa pada pekerjaan maksiat yang terlanjur dilakukan.

Merenung

Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah banyak merenung dan membatin.  Lakukan evaluasi kegiatan salah yang terlanjur dilakukan, lalau petakan ke 'rasa, apakah hati merasakan ada perasaan bersalah muncul dari perbuatan itu?  jika belum, itu dulu yang harus digarap.  Lakukan upaya agar muncul rasa dihati bahwa pekerjaan maksiat itu dosa.  Renungan 'dosa ini akan efektif, kalau dilakukan inventarisir perbuatan dosa apa saja yang sempat dilakukan.

Berdo'a

Daftar perbuatan dosa yang inventarisir di atas, digunakan untuk disebut saat bermunajad, dan lengkapi dengan rasa yang ada, apakah hati merasa bersalah atas perbuatan maksiat A yang dilakukan.  Begitu juga dengan perbutan maksiat B, C dan seterusnya dipetakan apakah muncul rasa bersalah. 

Kalau rasa bersalah tidak muncul, itu pertanda jalan hidup yang ditempuh tersesat jauh sekali, dan ini yang pertama harus diseriusin dulu agar muncul rasa bersalah terhadap perbuatan maksiat.  Dengan membaca buku dan memahami jenis pekerjaan apa saja yang terlarang, dan apa akibatya dari perbuatan terlarang itu kalau dikerjakan, akan membantu kita dalam menyusun bahasa do'a yang efektif.  Sebut dulu kondisi terkini yang dimiliki (tidak merasa berdosa), lalu sebutkan seharusnya rasa apa yang seharusnya muncul, dan akibatnya apa.

Selama hati runai masih hidup, akan muncul rintihan dan tangisan serta penyesalan atas dosa tersebut.  Namun hati nurani yang sudah terlalu banyak dan terbiasa dengan perbuatan dosa, maka dia tidak lagi peka, alias hati nurani sudah mati.   Maka lakukan bersihkan hati, jangan kau nodai dari dampak perbuatan dosa dan maksiat.

Menghidupkan kembali nurani

Berikut beberapa tips yang sedang dilakukan penulis dalam menghidupkan kembali hati nurani yang sudah mati sehingga dia sadar dan tahu diri.

(1) Diri tersesat jauh sekali. 

Hamba merasa arah perjalanan hidup hamba tersesat arah 180 derajat dari tuntunanMu.  Mestinya ke utara, namun hamba menapak ke selatan.  Mestinya hamba muncul rasa bersalah dan menyesal dalam melakukan pekerjaan yang dilarang, hamba malah hobbi dan ingin melakukan berulang-kali.  Jangankan mau dijauhi, dilepas dan ditinggalkan saja, tidak.  malah hamba masih mencari dan mendapatkannya, serta menikmatnya.  Selama kondisi ini masih begini, tidak akan bisa terlaksana taubatan nashuha.

Hamba sadar dan tahu diri hamba demikian, tersesat hamba jauh sekali.  Ya Allah, teruslah berikan hamba kesadaran yang makin tebal akan kondisi diri hamba saat ini untuk hamba arahkan ke jalan yang benar, melakukan koreksi total atas kesalahan yang terjadi.  Kalau hamba tidak tahu posisi 'rasa berdosa' hamba saat ini, bagaimana mungkin hamba bisa menentukan arah perjalana hidup selanjutnya, apakah tujuan hidup berada di utara atau di selatan.

Mampukan hamba merasakan kehadiranMu, hamba sedang berkomunikasi denganMu, walau hamba sambil menulis kalimat yang hamba gunakan dalam komunikasi denganMu.  Mohon ampun, bukan tidak sopan, tetapi ini justru menunjukkan kesungguhan hamba dalam berkomunikasi denganMu, bukan saja hamba lakukan secara oral 'membatin,  tetapi sekalian hamba menulis apa yang hamba komunikasikan. Begitu juga dalam ragam kegiatan lain.  Sambil jalan, ingatMu Yaa Allah, berwirid dan berdzikir.  Sambil makan, ingatMu ya Allah; sambil tulis, ingatMu ya Allah, bahkan kalimat  yang hamba tulis itu adalah konten materi yang hamba gunakan dalam berkomunikasi denganMu.      

(2) Bodoh,

Menumbuhkan kesadaran bahwa diri sangat fakir dengan ilmu, maka hamba meminta ditambahkan ilmu, Rabbi dzidni ilman.  Merasa diri lebih unggul dari yang lain, buktinya?  Mana karya nyata yg dihasilkan.  Berapa buku monograf yang dibuat, buku referensi dan buku ajar;  berapa paper yang dipublikasi di jurnal teridex Scopus.  Berapa film dokumenter yang dibuat.  Berapa film pendek?  Bandingkan dengan tokoh sukses.  Umur baru kepala tiga, karya sudah memenuhi kehidupan.  Rekamannya, bukunya, lifenya, itu yang nampak.  Yang tidak nampak?  Tahajudnya, jihad nafsu melawan malas dan bodoh.  Sedangkan hamba sudah kepala 6, belum punya persiapan.  Untuk menebus dosa dan membayar hutang saja, masih jauh dari cukup.  Adakah kemungkinan selamat untuk hamba?  Syetan meninak-bobo hamba, dibuat kondisi hidup hamba sekarang sebagai zona nyaman, sehingga hamba tidak mau berubah dari zona ini.  Alasan bermunculan kalau muncul pikiran mau berubah: Kejar apa lagi, semua sudah ku dapat.  Kenapa ngoyo, susah bangun malam menulis paper untuk Scopus, apa yang didapat.  Agar diperoleh penghasilan 30jt/bn?  Untuk apa?  Apakah kurang penghasilan yang ada?  mau dapat apa lagi?  Pikiran ini, membuat diri tidak beranjak dari zona nyaman.  Padahal, nyaman yang dirasakan sekarang bersifat jangka pendek.  Betapa kaget dan terperanjaknya diri, bila maut menghampiri, semakin nampak bukti, bahwa diri butuh amal ukhrawi yang banyak.  Nyaman yang dirasakan tadi sirna seketika sejalan dengan berlalunya kehidupan dunia.  Kini yang muncul adalah kehidupan akhirat, yang dimulai dengan kehidupan alam qubur.  Penyesalan mulai bermunculan, dari satu kehilangan ke kehilangan yang lain, karena tidak sempat dilakukan semasih hidup di dunia.  Penyesalan itu, tidak mengakhir penderitaan, bahkan akan menambah beban derita nestapa, naudzubillah min dzaalik. Walau menangis sampai berairmata darah, tidak akan terjadi pemulangan kehidupan kedunia, untuk melakukan amal soleh yang tertinggal tadi.  Terlambat sudah.

(3) Pelupa,

Menyadari diri pelupa, hamba bermunajad agar diberi karunia daya ingat yang mencukupi.  Hamba tidak meminta daya ingat yang luar biasa seperti yang Engkau berikan kepada hambaMu yang Engkau kehendaki.  Ada yang sampai mampu menghafal posisi ayat Al Qur'an, sampai menghafal berapa kali muncul kata alladzi; dalam Al Qur'an;  bukan saja Al Qur'an, tetapi juga hadis, bahkan nama lengkap buku karangan para ulama, beserta isinya, bisa dia hafal.  Musik, kunci dan tangga nada, dia hafal, sehingga dia bisa menentukan hukum, misal, 'apakah Al Qur'an bisa dibaca menggunakan langgam Jawa.  Sanad dan matan hadis, nasab Nabi dan Rosul mulai dari Nabi akhir zaman (nabu Muhammad saw), sampai Nabi pertama (Adam as), di hafalnya.  Daya ingat yang luar biasa, yang Engkau berikan kepada seorang hamba.  Hamba tidak memohon setinggi itu.  yang hamba minta, adalah kadar daya ingat yang mencukupi, sekedar untuk kelancaran komunikasi dan munjad hamba kepadaMu, tidak terjadi gap dalam pemaparan, terhenti sejenak karena harus mengingat dulu kata dan nama yang hamba butuhkan untuk pemaparan itu.  Bila perlu, titahkan dan perintahkan kata dan nama yang hamba butuhkan untuk komunikasi itu, agar mereka (kata dan nama tersebut) spontan keluar sendiri, sesuai dengan kebutuhan komunikasi.  Kata AHK (AutoHotKey), sudah banyak diinput, namun berapa persen yang mampu hamba ingat dan hapal, sehingga terjadi spontanitas dalam penggunaannya?  Bahwa hamba terinterupsi oleh kegiatan memperkaya AHK, itu adalah pilihan cerdas, karena kalau tidak segera diperkaya, maka kata AHK terlupakan.  Itu sebagai investasi yang menggiurkan, karena sekali ditanam, seterusnya digunakan.  Allahu Akbar.

(4) Tidak terampil.

Mengetik, banyak typonya kata kata, sehingga kalimat yang dibuat tidak bisa dipahami, setidaknya memerlukan waktu untuk mmahaminya.

(5) Tidak sabar

Ingin cepat selesai.  Saat ini hamba menulis, saat itu juga harus jadi tulisan dan diupload agar orang lain bisa mengambil manfaat, walau pada tulisan itu masih banyak kekurangan;  kalau tidak segera diupload, biasanya tidak jadi diupload, tulisan itu, hanya untuk komsunsi diri sendiri

(6) Tidak fokus

Belum mampu menghadirkan hati bahwa hamba sedang bermunajad kepadaMu.  Inilah yang sering terjadi saat sholat.  Takbir dilakukan, lidah mengucap, tangan diangkat, namun hati gerayangan entah kemana, tidak tahu dan tidak sadar bahwa diri sedang sholat, tercuri sholat, mungkin semuanya 

(7) Belum mampu bekerja tuntas.

Berapa banyak ide sudah ditulis, namun berapa persen yang hamba tuntaskan menjadi bahan baca yang layak digunakan orang lain?

Semoga berguna untuk diri dan untuk pembaca, aamiin. 

Bandega, edit Senin 02/10/23

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun