Mohon tunggu...
Auschwitz
Auschwitz Mohon Tunggu... -

Just moving around in this cyberworld. Trying to find usefull informations and implemented it in the real world.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Strategi 21 Cineplex untuk Menaikkan Harga Tiket Masuk (HTM)

24 Februari 2011   04:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:19 9387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_92898" align="aligncenter" width="680" caption="XXI Studio/Admin (qusuth.wordpress.com)"][/caption]

Pemberitaan di media yang marak belakangan ini yang membahas mengenai ancaman importir perfileman asing yang berencana menyetop pasokan film-film import di Indonesia karena kebijakan yang diterapkan pemerintah Indonesia dalam hal ini Ditjen Bea dan Cukai untuk mengenakan revisi bea masuk tambahan untuk film - film asing.

"Impor film disepadankan dengan impor barang senilai 23,75 persen, ditambah 23,75 persen dari eksploitasi di bioskop, ditambah 15 persen PPh serta pajak tontonan 10-15 persen." Src: kompas.com

Saya pikir sangat menggelikan, bila karena revisi kebijakan bea dan cukai yang diterapkan kepada film asing oleh karena tarif pajak yang dibebankan sekarang ini sudah sangat murah dibandingkan dengan Negara-negara asean lainnya, ambil contoh Thailand, dijadikan argumen dasar oleh para importir film asing untuk menyetop pasokan film asing di Indonesia.

"Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan WTO menyatakan tidak ada larangan tindakan proteksi terhadap industri domestik melalui proteksi tarif. Termasuk terhadap barang dagangan yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual, di mana film termasuk di dalamnya." Src : kompas.com

Sebenarnya permasalahan ini tidak akan menjadi masalah yang "besar", berkepanjangan jika para pengedar perfileman asing di Indonesia yang sebagian besar dikuasai perusahaan yang berkecimpung di bidang cinema / bioskop menaikkan tarif dari tiket masuk sesuai dengan kenaikan pajak yang dibebankan, hanya saja masalahnya tidak sesederhana itu, bila bioskop-bioskop menaikkan harga tiket masuk dengan selisih yang cukup besar, maka sudah dapat dipastikan akan terjadi ketidakpuasan diantara banyak pengunjung / calon penonton yang secara jangka panjang dapat mengakibatkan penurunan jumlah penonton dan berarti penurunan jumlah pendapatan meskipun pada umumnya dalam jangka pendek akan meningkatkan pendapatan penyelenggara bioskop secara signifikan.

"Jadi, di luar bea masuk barang, MPA harus membayar 23,75 persen + 15 persen + 10 persen = 48,75 persen dari total penerimaan. Itu artinya, HTM nantinya harus dinaikkan sebesar 200 persen."Src : kompas.com

Sehingga option "menyesuaikan harga tiket masuk" ini sangatlah tidak indah, karena selain berpotensi menurunkan citra pengelenggara bioskop akibat kenaikan harga tiket masuk yang drastis, juga dapat mengakibatkan penurunan jumlah pengunjung dalam jangka panjang, ditambah semakin terjangkaunya harga dari peralatan home theater.

"Perangkat audio visual berupa home theater memang sekarang bagai sebuah kebutuhan. Dengan perangkat ini, ruangan di dalam rumah bisa disulap menjadi bioskop mini pribadi, ditambah dengan harga home theater yang belakangan ini makin terjangkau khususnya untuk  segmen entry level." Src : republika.co.id

Akibatnya ditenggarai option kedua yang dipilih, yaitu para penyelenggara bioskop ini menekan importir film untuk tetap mengedarkan filmnya ke bioskop-bioskop dengan kenaikan tarif seminim mungkin yang berakibat sebagian besar beban pajak ditanggung oleh importir yang mana ini berarti akan ada penurunan signifikan pendapatan para importir film asing di Indonesia. Dan hal ini yang kemudian ditenggarai menjadi alasan para importir film asing di Indonesia mengancam untuk menyetop pasokan sampai adanya pembicaraan lebih lanjut mengenai kebijakan bea dan cukai tersebut.

"Tindakan ini diambil lantaran MPA (Motion Picture Association, yang berwenang melakukan peredaran film hollywood di Indonesia) merasa keberatan dengan peraturan pajak bea masuk atas hak distribusi film impor di Indonesia yang berlaku efektif bulan kemarin. MPA protes dan menilai produk mereka seharusnya bebas bea masuk impor." Src : kompas.com

Tanggapan warga Indonesia sendiri beraneka ragam dalam menyikapi ancaman pemberhentian pasokan film asing di bioskop Indonesia ini. Baik di dunia maya (internet) maupun di media-media (Koran,radio,televisi) , mereka mengeluarkan uneg-uneg akibat implikasi ancaman tersebut dimana sebagian besar dari tanggapan ini cenderung terbagi dalam 2 kelompok yaitu ;

Pertama, kelompok "kontra ancaman" yang mendukung pemberlakuan kebijakan pajak perfileman ini dan menganggap pemberhentian pasokan film asing berarti peluang emas bagi perfileman Indonesia untuk dapat maju dengan pesat, selain itu juga menganggap importir perfileman asing terlalu serakah karena berusaha untuk tidak menyetujui kenaikan pembebanan pajak yang nantinya akan diterapkan.

Kedua , kelompok "pro ancaman" yang menganggap pengenaan pajak tambahan untuk film-film asing di Indonesia adalah mengada-ada, tidak efektif, tidak tepat sasaran.

Dari 2 pembagian kelompok pro dan kontra diatas dapat disimpulkan, bahwa keduanya menganggap antara pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh dirjen pajak dan importir film asing adalah pihak-pihak yang bermasalah. Sedangkan penyelenggara bioskop dalam hal ini adalah korban yang patut dikasihani karena bila akibat kebijakan pajak perfileman asing tersebut diterapkan dan pemberhentian pasokan film asing di bioskop dilaksanakan maka bioskop-bioskop-lah yang akan paling dan pertama kali merasakan dampaknya.

"Bioskop 21 Cineplex punya sekitar 500 layarnya di Indonesia. Sebagai pihak yang diberi hak untuk menayangkan film impor akan kehilangan pasokan ratusan judul film setiap tahun. Itu layar akan menganggur, bahkan bisa ditutup kalau tidak ada yang bisa ditayangkan." kata Noorca Masardi sebagai juru bicara 21 Cineplex.

Kesimpulannya penyelenggara bioskop yang sebagai pihak yang akan paling merasakan dampak dari pemberhentian pasokan film asing, mestinya merupakan pihak yang juga paling aktif dan berandil penuh dalam upaya menengahi pembicaraan antara importir dengan Ditjen Bea dan Cukai, dimana hasil akhirnya dapat diprediksi akan berakhir dengan kenaikkan harga tiket masuk dibioskop - bioskop, namun dengan reaksi calon penonton yang berbeda apabila dibandingkan menyesuaikan harga tiket masuk (htm) sebelum adanya polemik ini. Masyarakat dalam hal ini pecinta film bioskop dan calon penonton bioskop akan memaklumi penyesuaian harga tiket masuk (htm) meskipun cukup besar dibandingkan dengan resiko kehilangan tayangan tersebut di layar-layar bioskop. Dimana saya berpendapat bahwa hal ini tidak lebih dari strategi para penyelenggara bioskop di Indonesia yang dalam hal ini diwakili oleh 21 cineplex sebagai pemilik jaringan bioskop terbesar di Indonesia (src : http://id.wikipedia.org/wiki/Bioskop_21).

1298522984844517898
1298522984844517898

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun