Tanggapan warga Indonesia sendiri beraneka ragam dalam menyikapi ancaman pemberhentian pasokan film asing di bioskop Indonesia ini. Baik di dunia maya (internet) maupun di media-media (Koran,radio,televisi) , mereka mengeluarkan uneg-uneg akibat implikasi ancaman tersebut dimana sebagian besar dari tanggapan ini cenderung terbagi dalam 2 kelompok yaitu ;
Pertama, kelompok "kontra ancaman" yang mendukung pemberlakuan kebijakan pajak perfileman ini dan menganggap pemberhentian pasokan film asing berarti peluang emas bagi perfileman Indonesia untuk dapat maju dengan pesat, selain itu juga menganggap importir perfileman asing terlalu serakah karena berusaha untuk tidak menyetujui kenaikan pembebanan pajak yang nantinya akan diterapkan.
Kedua , kelompok "pro ancaman" yang menganggap pengenaan pajak tambahan untuk film-film asing di Indonesia adalah mengada-ada, tidak efektif, tidak tepat sasaran.
Dari 2 pembagian kelompok pro dan kontra diatas dapat disimpulkan, bahwa keduanya menganggap antara pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh dirjen pajak dan importir film asing adalah pihak-pihak yang bermasalah. Sedangkan penyelenggara bioskop dalam hal ini adalah korban yang patut dikasihani karena bila akibat kebijakan pajak perfileman asing tersebut diterapkan dan pemberhentian pasokan film asing di bioskop dilaksanakan maka bioskop-bioskop-lah yang akan paling dan pertama kali merasakan dampaknya.
"Bioskop 21 Cineplex punya sekitar 500 layarnya di Indonesia. Sebagai pihak yang diberi hak untuk menayangkan film impor akan kehilangan pasokan ratusan judul film setiap tahun. Itu layar akan menganggur, bahkan bisa ditutup kalau tidak ada yang bisa ditayangkan." kata Noorca Masardi sebagai juru bicara 21 Cineplex.
Kesimpulannya penyelenggara bioskop yang sebagai pihak yang akan paling merasakan dampak dari pemberhentian pasokan film asing, mestinya merupakan pihak yang juga paling aktif dan berandil penuh dalam upaya menengahi pembicaraan antara importir dengan Ditjen Bea dan Cukai, dimana hasil akhirnya dapat diprediksi akan berakhir dengan kenaikkan harga tiket masuk dibioskop - bioskop, namun dengan reaksi calon penonton yang berbeda apabila dibandingkan menyesuaikan harga tiket masuk (htm) sebelum adanya polemik ini. Masyarakat dalam hal ini pecinta film bioskop dan calon penonton bioskop akan memaklumi penyesuaian harga tiket masuk (htm) meskipun cukup besar dibandingkan dengan resiko kehilangan tayangan tersebut di layar-layar bioskop. Dimana saya berpendapat bahwa hal ini tidak lebih dari strategi para penyelenggara bioskop di Indonesia yang dalam hal ini diwakili oleh 21 cineplex sebagai pemilik jaringan bioskop terbesar di Indonesia (src : http://id.wikipedia.org/wiki/Bioskop_21).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H