Pendidikan adalah pemberian pelatihan yang diperlukan dengan pengajaran, bimbingan dan bimbingan yang berkaitan dengan kapasitas moral, intelektual, emosional dan manusia sehingga mereka dapat mengembangkan diri dan keterampilan sosialnya. Di era digitalisasi, semuanya telah mengalami proses perbaikan. Kami melihat ini di berbagai industri.
        Sebagai contoh: ekonomi, politik, budaya, pendidikan, dll. Ubah dari konversi manual sebelumnya menjadi digitalisasi. Sebagai negara dengan bonus demografi yang mewakili kawasan Asia Tenggara, Indonesia mengangkat topik fenomena bonus demografi. Oleh karena itu, upaya yang dapat didorong oleh pemerintah adalah mendistribusikan pendidikan secara lebih merata dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, menunda usia perkawinan, dan mengurangi bonus demografi. Ketulian telah menciptakan banyak pekerjaan. Pertukaran media digital. Hal ini memberikan dampak yang sangat besar bagi dunia pendidikan yang saat ini sedang mengalami transformasi dimana siswa hanya bisa diajar di dalam ruangan, tatap muka atau offline. Namun kini sudah bisa dilakukan secara online, sehingga semua siswa dapat bertatap muka secara online antara guru dan siswa dengan menggunakan berbagai aplikasi seperti Zoom, Google Meet, dll, terlepas dari mana dan kapan mereka memiliki akses. Anda dapat belajar bersama. Anda juga dapat mengakses berbagai media pendukung pembelajaran seperti buku, web, majalah, dan artikel melalui Google Search. Semua yang ingin Anda ketahui dapat diakses dengan mudah.
       Â
        Oleh karena itu memberi manfaat yang sangat besar, tidak memakan waktu, dan biaya. Namun dengan perkembangan teknologi ini tidak hanya membawa dampak positif bagi pendidikan Indonesia akan tetapi dapat berdampak negative juga. Seperti halnya covid 19 sangat berdampak besar pengaruhnya ke dunia pendidikan, berbagai negara berupaya bagaimana dunia pendidikan tidak mengalami penurunan akademik secara drastis. Tetapi realita yang bisa kita rasakan bahwa upaya tersebut belum bisa direalisasikan secara keseluruhan, karena proses penerimaan informasi dan pengendalian yang masih kurang efektif.  Sehingga bukan mengarah kepada positif melainkan negatif, hal tersebut terjadi karena era 5.0 industri mulai menyentuh dunia virtual, berbentuk konektivitas manusia, mesin dan data, dan semua itu sudah ada di mana-mana, dikenal dengan istilah Internet of Things (IoT). Teknologi ioT tersebut mempermudah hubungan antar manusia dalam berkoneksi bisnis, kehidupan sehari hari, maupun dalam usaha, ataupun Pendidikan.
        Industri 5.0 memperkenalkan teknik produksi massal yang fleksibel. Mesin bekerja secara independen atau bersama-sama dengan manusia untuk menyinkronkan dan mengoordinasikan produksi guna mengontrol proses produksi tepat waktu. Salah satu nilai jual unik di era Industri 5.0 adalah penggunaan kecerdasan buatan (AI). Revolusi Industri 5.0 dalam dunia pendidikan menekankan pada pendidikan suatu karakter, moralitas dan keteladanan. Pengetahuan yang ada dapat digantikan oleh teknologi, namun penerapan pada skill software dan hardware yang dimiliki setiap mahasiswa tidak dapat digantikan oleh teknologi.
        Oleh karena itu, diperlukan pendidikan berbasis kompetensi, kemauan untuk memahami dan menggunakan IoT (Internet of Things), menggunakan virtual atau augmented reality, serta menggunakan AI (Artificial Intelegence) yang sering kita kenal dengan istilah kecerdasan buatan. Salah satu yang perlu dilakukan adalah memajukan pendidikan di Indonesia juga dengan mengembangkan kurikulum yang dapat membimbing dan membentuk karakter peserta didik agar siap menyongsong Revolusi Industri 5.0. Agar kurikulum berfungsi dengan baik, dosen pengampu harus ramah teknologi, kolaboratif, kreatif, berani mengambil risiko, memiliki selera humor yang baik, dan memiliki keterampilan mengajar holistic dalam memberikan edukasi pengetahuan kepada mahasiswa.
        Oleh karena itu, pelatihan terhadap skill software dan hardware harus dilaksanakan kepada seluruh perguruan tinggi di Indonesia, untuk memastikan bahwa dosen dan mahasiswa di seluruh wilayah daerah maupun di kota menerima pembelajaran yang sama. Selain itu, kita harus memahami bahwa semuanya bisa terjalin jika peralatan yang tepat dijajarkan. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan pemerataan pendidikan dengan membangun infrastruktur yang layak dan membangun sarana perguruan tinggi agar lebih canggih dan modern. Kemudian melakukan pembinaan, sosialisasi, dan pelatihan terhadap dosen-dosen pengajar untuk meningkatkan professional kompetensinya, yang akan berdampak besar pada masa depan pendidikan di era Revolusi Industri 5.0.
        Di Era Society 5.0 membutuhkan keterampilan digital yang kuat dan pemikiran kreatif dari para pengajar dan pelatih pendidikan. Maka dari itu dosen pengampu harus lebih inovatif dan dinamis saat mengajar kelas secara Luring maupun E-learning. Seperti disebutkan di atas, di era Society 5.0, pendidik perlu menggunakan Internet of Things (IoT) dalam dunia pendidikan, virtual/augmented reality dalam pendidikan, dan penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk membantu mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran. Inilah salah satu tantangan masyarakat pendidikan Indonesia untuk mendorong pemerataan akses dan mutu pendidikan di semua jenjang, memperbaiki pola belajar dan berpikir, serta melahirkan ide-ide kreatif dan inovatif dari mahasiswa berprestasi dan berdaya saing di masa depan. Untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
        Dengan menerapkan pendidikan berbasis teknologi, dunia pendidikan dapat menjadi aset karena teknologi dapat memecahkan berbagai permasalahan dalam pendidikan jika dimanfaatkan dengan baik oleh para pelaku yang aktif di dunia. Seperti halnya di negara-negara di dunia Eropa, teknologi telah menjadi partner bagi semua. Karena semua kegiatan menggunakan teknologi dan semua diciptakan untuk banyak masalah yang ditemukan di dunia nyata. Berbagai macam penelitian oleh fakultas, mahasiswa, dan pakar memungkinkan kami membuat perangkat lunak atau disebut dengan software yang mampu memecahkan masalah. Namun sayangnya orang Indonesia belum mampu mengikuti semua ini karena dunia pendidikan dan cara orang Indonesia dalam menyelesaikan masalah pendidikan berbeda dengan orang Eropa. Hal ini disebabkan kurangnya sumber daya manusia dan memerlukan pembinaan dan pelatihan agar mereka mampu berpikir kritis untuk memecahkan masalah melalui inovasi dan kreativitas.
        "Saya sendiri menyimpulkan bahwa untuk menghadapi era 5.0 ini dalam persaingan kemajuan negara-negara di dunia hendaknya, bangsa Indonesia menerapkan kurikulum teknologi sejak dini dimulai dari sekolah dasar atau sekolah menengah agar lebih profesional kompetensinya. Seperti contoh memberikan mata pelajaran pengenalan tentang alat elektronika pada sekolah-sekolah dasar maupun sekolah menengah dan menerapkan pembelajaran dengan wajib memiliki ilmu dasar komputer pada siswa-siswa tersebut. Atau di tambah dengan pembekalan pengenalalan ilmu mengenai dasar-dasar pengkodean atau pemograman yaitu koding-koding dasar untuk pemula. Dan guru-guru di Indonesia pun setidaknya diberikan edukasi mengenai ilmu teknologi computer, elektronika, maupun dunia otomotif yang masih dasar. Agar kedepannya sistem pembelajaran dalam mengenalkan ilmu teknologi akan lebih mudah di kembangkan di perguruan tinggi atau di seluruh fakultas dan Universitas di seluruh Indonesia."Â
Penulis Asep Sucipto Indra Sukma 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H