Apabila dikaji dari aspek geomorfologi, ibukota Indonesia--kota Jakarta--memiliki kondisi fisik yang berupa dataran rendah dengan sungai yang bercorak peneplain; yaitu dataran rendah yang dibentuk oleh erosi yang berkepanjangan. Hal ini menyebabkan  air  permukaan  yang  tertampung  pada sungai  mengalir  datar sehingga bentuk sungai di Jakarta terlihat berkelok-kelok. Selain dari itu, wilayah daratan di Jakarta 40%-nya merupakan submerged land, yang berarti cukup banyak wilayah  dataran  di kota metropolitan ini yang berada di  bawah  permukaan  laut.Â
Dengan kondisi geografis yang rendah, daratan Jakarta juga dialiri oleh 13 (tiga belas) sistem aliran sungai yang mayoritas berhulu dari Jawa Barat, dan bermuara di Pantai Utara, Teluk Jakarta. Terkait dengan hal tersebut, hilir sungai di Jakarta kerap dijadikan tempat pembuangan maupun limpahan terakhir.Â
Oleh karenanya mutu air sungai di Jakarta menjadi rendah, sebab sebagian besar telah tercemar--air sungai maupun air tanah--didasari oleh pemantauan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta yang menyatakan air di Jakarta memiliki kandungan pencemar organik  dan  anorganik yang  tinggi.  Efek yang dirasakan tentunya masyarakat tidak dapat menggunakan sungai tersebut sebagai sumber air minuman dan baku, sektor pertanian, peternakan, perikanan dan usaha perkotaan.Â
Dari ketiga belas sungai yang mengaliri Jakarta, salah satunya adalah DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung yang melintasi wilayah ibukota. Panjang sungai Ciliwung adalah 117 km dengan luas 347 km2 Â yang berhulu di Tugu Puncak, Bogor dan bermuara di Pantai Utara.Â
Oleh karena termasuk ke dalam DAS Urban, bantaran Sungai Ciliwung (Manggarai, Bukit Duri, Kampung Melayu) menjadi tempat tinggal bagi 350.000 jiwa. Namun ada beberapa rumah yang telah memasuki badan sungai, sehingga saat ini kondisi lebar eksisting Sungai Ciliwung 10-15 meter.Â
Seiring perkembangan waktu, terjadi alih fungsi lahan di sekitar DAS Kali Ciliwung--hal ini tentunya bukan menjadi kejutan untuk sebuah kota metropolitan--kegiatan pembangunan di sepanjang hulu hingga hilir DAS Ciliwung tergolong sangat intensif yang disebabkan oleh tuntutan lahan permukiman karena pertumbuhan penduduk yang tinggi akibat migrasi.Â
Perubahan lahan yang awalnya adalah daerah resapan; berfungsi sebagai infiltrasi (menyerap air hujan) saat ini telah berubah menjadi lahan pemukiman dan bangunan gedung. Sehingga akibat yang terjadi adalah terdapat runoff yaitu limpahan permukaan hasil dari debit aliran sungai yang awalnya kecil lalu menjadi besar, dan pada lokasi tertentu terjadi luapan genangan karena tidak tertampungnya runoff atau yang kita kenal dengan bencana banjir
Melintasi perumahan, pemukiman padat dan kumuh, Sungai Ciliwung mengalami pencemaran oleh limbah dan kerusakan yang paling parah dibandingkan dengan sungai lainnya yang ada di Jakarta. Sumber pencemar di Ciliwung terbagi dalam 3 kelompok yaitu sumber pencemar instansional, sumber pencemar non institusional dan sumber pencemar dari daerah hulu (Hendrawan, 2008).Â
Sumber Pencemar Instasional : limbah yang berasal dari kegiatan yang memiliki pengelola yang jelas seperti industri (logam; tekstil; makanan; agro-industri; listrik dan gas; dsb.), rumah sakit, gedung, maupun perdagangan
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!