Mohon tunggu...
Aurora C
Aurora C Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer.

I love food.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

CSR adalah Sebuah Kedok?

26 Maret 2024   12:31 Diperbarui: 26 Maret 2024   12:34 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Sebuah perusahaan produk kosmetik melakukan kampanye CSR dengan fokus pada penghijauan dan pelestarian lingkungan. Namun kenyataannya, perusahaan tersebut masih menggunakan bahan-bahan yang dapat merusak lingkungan dalam proses produksinya. Misalnya menggunakan bahan kimia berbahaya seperti paraben dan merkuri, menggunakan kemasan yang tidak ramah lingkungan (plastik yang tidak bisa didaur-ulang), atau bahkan melakukan pengujian produk pada hewan untuk dijadikan kelinci percobaan. Tentu saja hal tersebut berbanding terbalik dengan CSR perusahaan, mereka mengabaikan isu-isu terkait dengan dampak dari distribusi produk nantinya. Mereka hanya sekedar mengambil keuntungan tanpa memikirkan dengan matang bahwa tindakan mereka merugikan konsumen dan juga bisa menghancurkan alam.

Ya, hal tersebut sangat mempengaruhi persepsi dan perilaku konsumen, karena :

1. Produk akan mengalami penurunan kepercayaan oleh konsumen.

Tentu saja konsumen akan meninggalkan produk dari suatu merek, karena mereka menilai bahwa perusahaan tidak berkomitmen pada CSR nya. Konsumen yang mengetahui praktik CSR yang tidak konsisten dengan nilai perusahaan atau bahkan bertentangan dengan klaim CSR dapat kehilangan kepercayaan pada merek tersebut.

2. Akan menurunkan brand -- loyalty pada merek. Konsumen akan beralih ke merek kompetitor lain yang harga sedikit lebih mahal dibanding merek sebelumnya, namun CSR perusahaan dilakukan dengan benar dan terbukti adanya. Hal ini juga dapat menurunkan pendapatan perusahaan karena permintaan produk menurun drastis.

3. Konsumen sangat kecewa dan mungkin bisa menuntut perusahaan bahwa produk mereka sangat berbahaya untuk kesehatan kulit. Karena kerugian ini tidak sesuai dengan CSR dari perusahaan. Dan konsumen berhak untuk minta ganti rugi karena CSR adalah salah satu bentuk praktis bisnis yang beretika dari perusahaan, yang artinya adalah perusahaan harus memenuhi hak-hak dari konsumennya.

4. Citra merek dari produk akan buruk. Konsumen akan terus memandang negatif akan sebuah produk/perusahaan karena dinilai telah membohongi konsumen. Padahal reputasi sebuah merek terletak di tangan konsumen, dan perusahaan seharusnya menjaga nama baiknya agar mereka bisa beroperasi dan bertahan dalam jangka waktu yang panjang.

Hal-hal di atas adalah tindakan perusahaan yang tidak etis, yakni CSR yang berkedok dan tidak sesuai dengan realita yang tentu saja dapat memengaruhi persepsi dan perilaku konsumen terhadap citra merek / perusahaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun