Mohon tunggu...
Lizz
Lizz Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Now only @ www.fiksilizz.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ketika SMS Sudah Tak Praktis Lagi

28 Januari 2014   21:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:22 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu saja judul di atas adalah pendapat pribadi saya. Berdasarkan apa yang saya rasakan. Menurut analisa ngawur saya sendiri. Bisa saja orang lain berpendapat tidak sama. Itu adalah hak tiap orang.

Oke, sudah cukup intronya. Mari kita mulai konsernya.

SMS atau Short Message Service adalah layanan dari operator untuk pengiriman pesan singkat melalui ponsel. Ada tarif tertentu yang ditetapkan operator, yang besarnya bervariasi untuk pengiriman tiap SMS oleh masing-masing operator.

Munculnya layanan pesan pendek atau SMS ini sukses melibas habis layanan pager yang sempat booming di pertengahan tahun 90-an. Bila layanan pesan melalui operator pager hanya berlaku searah, maka SMS bisa cepat berbalas. Menjamin makin lancarnya komunikasi yang cukup murah (bila dibandingkan dengan telepon langsung) bagi dua orang atau lebih yang berbeda tempat. Apalagi ada tarif khusus yang lebih murah bila SMS dilakukan pada nomor yang berasal dari operator yang sama.

Saya cuma jadi penonton kejayaan pager. Tapi saya adalah penikmat kejayaan SMS. Apalagi kalau bukan sebagai jembatan hubungan serius saya dengan (calon) suami (saat itu)?

Sebagai karyawan kelas menengah (ke bawah), punya ponsel adalah suatu kemewahan tersendiri buat saya. Harga ponsel bekas saat itu sudah lebih dari gaji saya sebulan. Sudah menyentuh angka jutaan. Belum lagi harus beli nomor yang mahalnya minta ampun. Itu pun sudah bukan nomor yang cantik. Harganya sudah ratusan ribu sendiri.

Tapi namanya sudah kadung kasmaran (untungnya jadi suami-istri beneran), mbok yao sampe melet kecekik harga ya tetap saja semangat empat lima memburu ponsel (bekas) plus nomornya (baru). Nabung dulu. Bukan kredit. Jadi bisa rada sombong bilang beli cash! Tunai!

Dan mulailah saya berpetualang dari satu SMS ke SMS yang lain. Sambung-menyambung karena layanannya cuma maksimal 140 karakter. Kalau mau cerita panjang lebar sama si dia, siasatnya cuma satu, pakai singkatan sebanyak-banyaknya. Bikin puyeng. Kadang-kadang sampai dibelain bete juga.

Ketika teknologi makin berkembang dalam hitungan bulan, maka produsen ponsel pun mulai menggelindingkan produk dengan layar makin lebar, berwarna, dan bisa menampung tulisan SMS yang lebih panjang. Tak hanya 140 karakter saja. Bisa menulis SMS sekenyangnya. Tapi... operator kan tentunya tidak mau rugi. Tarifnya dipatok tetap maksimal 140 karakter per SMS. Sama juga bo'ong sih sebenarnya. Hanya saja tetap lebih praktis karena tidak usah berkali-kali tekan tombol send.

Belakangan muncul lagi layanan berbalas pesan melalui jalur internet. Chatting istilahnya. Dan ketika layanan internet dirasa semakin murah, maka booming-lah segala bentuk layanan berbalas pesan melalui internet ini. Diawali dengan layanan chatting berdasar kesamaan platform email (YM, GTalk yang sekarang sudah berubah jadi Hangouts, dll.). Kemudian berkembang menjadi lintas platform dengan menggunakan aplikasi khusus (ebuddy, nimbuzz, apa lagi ya... banyak pokoknya!). Dan berkembang lagi dengan munculnya BBM yang terkesan eksklusif. Dan makin berkembang lagi dengan munculnya OS Android untuk ponsel (dan tab).

Ponsel berbasis Android dengan cepat menguasai pasar. Karena rentang harganya luas. Bisa dibeli oleh yang berpenghasilan cekak maupun yang berpenghasilan maksimum. Tinggal pilih merk yang disukai dan harganya sesuai kantong. Ponsel berbasis OS Java pun mulai tergusur. Bahkan kabarnya BB pun mulai jatuh pamornya. Lebih-lebih ketika BBM pun pada akhirnya bisa dioperasikan melalui ponsel Android murah (merk lokal/merk Cina).

Seiring dengan boomingnya ponsel berbasis Android, booming pula layanan berbalas pesan melalui internet. Muncul berbagai aplikasi berbalas pesan yang bisa diunduh secara gratis seperti Whatsapp, Line, Kakao Talk, FB Messenger, dan entah apa lagi. Layanan itu pun bisa digunakan secara gratis, hanya butuh sambungan internet saja.

Belakangan ini saya mulai meninggalkan SMS, dan lebih aktif menggunakan Whatsapp. Layanan ini saya rasakan sungguh praktis karena tidak perlu susah-payah memasukkan PIN dan segala macam kerepotan lainnya. Otomatis nomor yang tersimpan dalam phonebook akan muncul dalam daftar teman Whatsapp-ria kita. Saya pernah mencoba download Line dan Kakao Talk. Tapi karena pada akhirnya nggak berguna, ya saya hapus saja aplikasi itu. BBM juga pernah coba. Tapi karena repot dengan segala macam acara tanya dan memasukkan PIN, dan jumlah teman BBM saya nggak pernah bertambah dari angka tujuh, maka saya hapus juga aplikasi BBM saya.

Berbalas pesan menggunakan layanan berbasis internet saya rasakan lebih murah karena saya tidak kena biaya lagi dari paket internet yang saya pakai. Mau lokal, kuar kota, ataukah sampai ke luar negeri tak jadi masalah. Mau pendek cuma dua huruf (menjawab 'YA', misalnya), atau mengirim copy artikel agar dibaca teman pun bisa dilakukan dengan mudah. Bayangkan saja berapa biaya SMS yang harus saya bayar untuk mengirimkan 2-3 halaman artikel pada teman saya di luar negeri, misalnya. Belum lagi resiko ada bagian yang hilang (pernah mengalami). Mengirim gambar atau foto pun tinggal klik dan sampailah kalau menggunakan layanan berbasis internet.

Setidaknya, itulah yang saya alami dalam pergaulan saya dengan SMS dan layanan berbalas message berbasis internet. Setidaknya, frekuensi penggunaan SMS yang saya lakukan sudah jauh berkurang dan tergantikan oleh jenis layanan lainnya yang saya rasakan lebih praktis. Kalau lebih murah, entahlah, saya belum pernah melakukan penelitian soal itu.

Hal ini hanya saya sajakah yang mengalaminya? Ataukah ada dari Anda memiliki pengalaman yang sama?

Selamat malam...

Salam berbalas pesan,
Lis S.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun