Mohon tunggu...
Lizz
Lizz Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Now only @ www.fiksilizz.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

[Kapok Lombok] Nulis Cerbung

11 Januari 2014   14:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:55 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_289536" align="alignnone" width="300" caption="Sumber gambar : www.sharingdisini.com"][/caption] Cerbung atau cerita bersambung sebetulnya bisa dikategorikan sebagai novel atau novelet (lebih pendek daripada novel). Tinggal lihat panjang per episode dan jumlah keseluruhan episode saja ada berapa, maka bisa dilihat apakah cerita bersambung itu masuk ke novel atau novelet. Kalau dalam cerpen, pendahuluan, konflik, dan penyelesaian bisa diselesaikan dalam satu cerita utuh. Dalam novel atau novelet, semuanya jauh lebih kompleks, sehingga ceritanya menjadi lebih panjang. Untuk itulah cerita panjang (pake banget) itu harus dipecah menjadi beberapa bagian dalam penayangannya. Supaya pembaca tidak dihinggapi rasa enggan membaca tulisan yang terlalu panjang. Saya punya standar sendiri (berdasarkan aji-aji pengawuran) dalam menentukan panjang cerita per episode. Karena saya biasa menulis via MS Word maka standar saya pastilah berdasarkan itu. Panjang episode yang saya tetapkan untuk penayangan cerbung saya adalah 3-5 halaman A4 dengan font Arial 11. Cukup untuk membangun suasana yang mendukung dan menguatkan cerita, dengan mengusahakan kesan 'menggantung' di akhir tiap episode. Hal ini berguna untuk memancing rasa penasaran pembaca, sehingga tetap punya keinginan untuk membaca episode berikutnya. Kalau dalam menulis cerpen saya hampir nggak pernah bikin kerangka lebih dulu, maka dalam penulisan cerbung mutlak saya memerlukan kerangka itu. Gunanya adalah agar saya nggak puyeng mikirin konflik yang harus terjadi dan penyelesaian konflik itu. Cara saya membuat kerangka cerita mungkin terlihat aneh dan entah mengikuti teori ahli sebelah mana. Yang jelas, ketika saya punya ide untuk membuat suatu cerita, maka saya lebih dulu menentukan akhirnya harus seperti apa. Dengan begitu, alurnya harus jelas menuju ke arah akhir yang saya inginkan. Nggak menutup kemungkinan bahwa saya harus banting setir ke sana kemari dalam perjalanan episode per episode. Hal itu saya lakukan supaya alur cerita berjalan senatural mungkin dan nggak mengesankan ada banyak faktor 'kebetulan'. Kadang saya berdiskusi dengan sesama rekan penulis yang sudah paham 'gaya' saya tentang 'enaknya diapain ini tulisan?'. Di situlah biasanya masuk saran enaknya diginiin, enaknya digituin. Tapi hasil akhir tetap ada di tangan saya, sesuai dengan akhir cerita yang saya inginkan. Dan hingga detik ini, belum ada seorang pun yang bisa mempengaruhi hasil akhir yang sudah saya rancang, termasuk teman terdekat saya sekalipun. #sombong yo ben# Kerangka cerita juga berguna untuk memompa mood yang bisa saja mendadak menguap, ketika lagi semangat-semangatnya, eeeh.... lha kok episode yang siap terbit nggak bisa ditayangkan karena susah login atau dashboard mati suri. Bete tauuuuu... Kerangka cerita juga sangat berguna buat saya kalau ide lagi menumpuk. Jadi saya bisa membuat 2 cerbung sekaligus tanpa ceritanya bercampur atau saling mempengaruhi. Tinggal pilih aja yang 1 ditayangin di mana, yang lainnya di mana. Mudah? Kelihatannya iya kan? Padahal yang ngerjain ini kepalanya udah nyaris pecah. Karena saya bukan penulis yang profesional ataupun jenius. Jadi proses yang bagi orang lain semudah membalikkan telapak tangan, buat saya tetaplah sulit. Akhir-akhir ini, menghasilkan 4 episode/cerita (2 RRU, 1 Vendetta, 1 Teleporter) per minggu sama sekali bukan perkara mudah buat saya. Belum lagi ditambah dengan tiba-tiba ada keinginan buat artikel serial Kapok Lombok ini, ataupun artikel yang lain. Memang salah saya sendiri sih, punya terlalu banyak kemauan. Tapi daripada saya nggak bisa tidur nyenyak gara-gara mikirin ide yang belum terealisasi, ya udah saya turutin aja. Lagian kan saya udah niat sharing gratis. Walaupun gratisan saya juga nggak nulis seenaknya kok. Tetep pake mikir. Tapi kalau nggak sesuai selera, baik alur maupun frekuensi penayangannya, ya silahkan cari bacaan yang lain. Menulis dengan cara seperti ini membuat saya lebih bisa menaruh sikap hormat terhadap penulis-penulis lain. Masih dalam taraf belajar ataukah sudah mahir, tiap penulis punya gaya dan alur pemikiran sendiri. Banyak yang masih kurang paham penulisan berdasarkan EYD. Saya cuma bisa memberitahukan (kekurangan tentang) hal itu, bukan mempengaruhi gaya ataupun alur pemikiran orang lain. Kalau udah dikasih tahu masih ngeyel, nggak mau memperbaiki, yo wis sak'karepmu, terserah. Gampang kok! Dan nggak perlu ikutan ngeyel sampai bersikap menyebalkan. Setiap orang berkembang dengan caranya sendiri. Setiap orang berhak untuk mengembangkan kemampuan menulis seturut gaya dan alur pemikirannya sendiri. Setiap orang berhak untuk menghasilkan tulisan seturut waktu dan kesempatan yang dia punya. Setiap orang berhak mendapat penghargaan atas apa yang sudah dia hasilkan, terutama yang berasal dari pemikirannya sendiri. Dan setiap orang berhak untuk mempertahankan butir-butir etika yang diyakini dan dipegangnya. Salam ngoprek cerbung, Lis S.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun