Dan kami berempat mulai mengantre untuk dapat memasuki "Wahana Imajinasi" yang masih sangat baru tersebut. Beberapa petugas membagikan satu batang korek api kepada masing-masing pengunjung. Namun, mereka melewatkan kami berempat. Akhirnya, kami memutuskan untuk mencari korek api itu sendiri.
Aku melihat Puri menemukan sebuah kotak korek api berukuran besar. Kemudian aku memberi tahu Raditya dan mengajaknya untuk meminta dua batang korek api kepada Puri. Dia setuju, lalu melepaskan genggaman tangannya dari tangan kananku yang masih lemah akibat terluka malam itu. Dia menuju ke arah meja di mana Puri menemukan korek api.
Ketika dia mendekati Puri, dia menemukan sebuah kotak korek api lain yang berukuran lebih kecil dibandingkan milik Puri. Dia pun memutuskan untuk mengambil dua batang korek kecil dari dalam kotak, lalu memamerkannya kepadaku. Dia bermaksud membawakanku satu batang korek api kecil yang ditemukannya. Namun, aku menolak. Aku menginginkan batang korek api panjang, seperti milik Puri, agar apinya dapat menyala lebih lama. Maka aku memutuskan untuk mengambil sendiri batang korek panjang itu, ketika Raditya sudah kembali ke barisan antrean.
Beberapa langkah sebelum sampai ke Puri, Dika menghentikanku. Aku tersentak kaget, tetapi dia dia seperti tidak menyadari keterkejutanku. Dia bertanya, "Apa kau yakin? Apa kau ingin mencoba wahana ini?"
'Kau mengkhawatirkanku?' batinku. Aku pun menjawab, "Aku tak begitu yakin. Namun, aku percaya pada pilihan Raditya. Dia sangat ingin mencobanya dan aku tak ingin membuatnya kecewa. Hahaha. Lagipula, kau tahu sendiri, selalu ada hal-hal menakjubkan yang terjadi setiap aku melakukan sesuatu bersamanya."
Dika bergeming. Aku kira dia sudah selesai menyelesaikan urusanya denganku, ketika tetiba dia menggumam dengan suara dalamnya, "Dan terakhir kali kau pergi bersamanya kau mendapatkan luka parah ini!" tudingnya tenang, tetapi aangat intimidatif. Dia mengangkat tangan kananku tinggi-tinggi, hingga mendatangkan nyeri ke luka tanganku yang masih jauh dari kering.
"Ini bukanlah hal yang perlu kau pusingkan, Dika. Aku sudah terbiasa dengan luka kecil semacam ini. Dan sepertinya Puri mulai kelelahan menunggumu di tepi meja lilin itu. Apa kau tak ingin menemuinya?" jawabku setengah kesal.
Dia sempat menoleh satu kali kepada Puri, lalu melepaskan genggaman tangannya dariku. "Kau tahu betul maksudku. Aku sudah mengingatkanmu lebih dari sering tentang hal yang menurutmu menakjubkan itu. Aku tak dapat menjagamu lebih lama dari..."
"Kau tak perlu repot-repot menjagaku, Dika. Kau hanya perlu selalu di samping Puri tanpa pernah membuatnya berpikir bahwa dia seorang diri. Kau sudah berjanji padaku tentang ini, Dika," timpalku mulai bosan.
"Kau merapalkan naskah sebuah drama sinetron, hm?" Dika menjawab sedikit sinis.
"Kau yang memulai dulu, Dika! Minggir!" Aku pun pergi meninggalkannya menuju Puri untuk mengambil sebatang korek api panjang. Dika mengikutiku dari belakang. Tujuan kami adalah orang yang sama, Puri.
"Sudah selesai, ternyata?" tanya Puri ketus.