Mohon tunggu...
Auriel AviliaFitri
Auriel AviliaFitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

a girl who like writing and sleeping

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nonbasic Culinary sebagai Boomerang bagi Pelaku Usaha Makanan

6 Januari 2024   21:00 Diperbarui: 6 Januari 2024   21:22 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkembangan dunia yang dinamis terus menunjukkan kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai sektor. Saat ini, era kehidupan dinilai sebagai era kekinian atau terbaru. Era ini banyak mengakibatkan perubahan-perubahan sosial yang terjadi di kalagan masyarakat. Dampak teknologi mengakibatkan masyarakat sangat bergantung pada kehadirannya, terlebih saat munculnya internet sebagai praktisasi majemuk memperoleh informasi. Munculnya berbagai aplikasi di media umum ini mengakibatkan peluang bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi. Peluang ini contohnya ada pada penggunaan media umum menjadi wahana yang tepat untuk menyebarluaskan informasi produk penjualan.

Media sosial adalah ruang interaksi pengguna internet dengan pengguna lainnya melalui dunia maya. Media sosial tidak hanya menjadi sarana untuk membaca dan mengetahui informasi tetapi juga ikut berpartisipasi dalam membuat bahkan membagikan informasi. Hal ini tergambar dalam pengertian sosial media: "Social media essentially is a category of online media where people aretalking, sharing, networking, and bookmarking online," (Malita, 2010). Pengguna media sosial di Indonesia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2020, pengguna internet di Indonesia mencapai 196.71 juta jiwa atau setara dengan 73,7% dari total populasi penduduk Indonesia yang berjumlah 266.91 juta jiwa. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan survei APJII di tahun 2018, di mana pengguna internet di Indonesia berjumlah 171,171 juta jiwa atau setara dengan 64.8% dari total 264,16 juta jumlah penduduk di Indonesia.   Meningkatnya   jumlah   pengguna   internet   dari   tahun   ke   tahun. Berdasarkan laporan dari survei Hootsuite di tahun 2021, aplikasi TikTok menjadi aplikasi seluler yang menduduki peringkat pertama di antara aplikasi lain yang lebih terkenal seperti Facebook, WhatsApp, dan Instagram pada tahun 2020.  Padahal di tahun sebelumnya, aplikasi TikTok masih   menempati   urutan   ketujuh   setelah   Facebook, Facebook   Messenger, WhatsApp Messenger, Shareit, Shopee, dan Instagram (Kemp, 2021).

Pemasaran digital seperti iklan melalui berbagai macam platform media sosial yang sedang berkembang saat ini yaitu fenomena pemanfaatan aplikasi TikTok sebagai media untuk mengiklankan sebuah produk. Video promosi yang menggunakan aplikasi TikTok tersebut tersebar ke berbagai platformmedia sosial lainnya seperti Instagram, Facebook, dan Youtube, sehingga banyak orang yang dapat menonton video tersebut, seperti pada konten food vlogger yang sedang digandrungi pada saat ini.

Para pembuat konten review makanan seringkali tidak memikirkan manfaat maupun permasalahan yang mungkin saja timbul dari konten yang dibuat. Mereka cenderung membuat konten tanpa mempertimbangkan apakah konten tersebut layak untuk dipertontonkan ke khalayak luas. Bahkan para influencer tersebut mayoritas tidak memiliki basic kuliner dan hanya asal mengomentari makanan tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan bagi penonton maupun pemilik usaha makanan yang ia review. Namun, seiring berkembangnya waktu netizen dengan kecerdasannya dapat memilah mana konten yang bermanfaat dan tidak bermanfaat. Oleh karena itu, berbagai konten yang ada disinyalir dapat menuai pro dan kontra.

Saat ini media sosial menjadi salah satu media yang efektif dalam melakukan kegiatan promosi dan salah satu media sosial yang sedang berkembang adalah TikTok. TikTok memiliki keuntungan dalam kegiatan promosi seperti memberikan informasi yang memadai tanpa biaya tinggi, tenaga banyak dan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Kegiatan promosi melalui media sosial meliputi iklan, promosi penjualan, pemasaran langsung, pemasaran personal dan public relation (Rangkuti, 2009). TikTok telah berhasil menjadi salah satu platform yang paling diminati dalam menyebarkan informasi di sektor kuliner. Dengan dukungan dari food vlogger, UMKM, dan influencer konsumen, platform ini memberikan ruang untuk rekomendasi dan ulasan makanan yang dapat secara signifikan meningkatkan visibilitas dan reputasi UMKM kuliner.

Pengaruh influencer konsumen memberikan dimensi tambahan pada ekosistem kuliner di TikTok. Mereka tidak hanya membagikan pengalaman pribadi mereka terkait makanan, tetapi juga mampu memengaruhi perilaku pembelian konsumen. Hal ini selaras dengan penelitian (Putra & Sumadi, 2023) bahwa influencer dapat mempengaruhi minat beli konsumen.  Dengan cara yang autentik dan terkoneksi secara emosional, influencer konsumen dapat membentuk opini, menggugah perasaan, dan memberikan informasi kepada pengikut mereka. Selain itu, konten visual yang disajikan oleh influencer dan food vlogger di TikTok memiliki daya tarik yang kuat. Video singkat yang memperlihatkan makanan dengan tampilan yang menarik dan menggiurkan dapat memicu hasrat dan keinginan konsumen untuk mencoba pengalaman kuliner yang serupa.

Food vlogger memiliki pengaruh yang signifikan di TikTok, memainkan peran utama dalam membentuk tren kuliner, meningkatkan popularitas restoran atau makanan tertentu, dan memengaruhi keputusan pembelian konsumen. Hal tersebut selaras dengan penelitian (Marquette, et.al 2023) bahwa influencer berpengaruh positif terhadap persepsi konsumen. Food vlogger sering memiliki basis pengikut yang besar dan setia di TikTok. Melalui video singkat, mereka memberikan rekomendasi makanan, ulasan, dan pengalaman pribadi, yang dapat memberikan dampak besar pada opini dan preferensi pengikut mereka. Food vlogger juga dapat menjadi agen untuk mempopulerkan makanan atau restoran tertentu. Ketika mereka merekomendasikan suatu hidangan atau tempat makan melalui video kreatif dan menarik, hal tersebut dapat memicu gelombang minat dan kunjungan dari para pengikut mereka. Efek ini sering disebut sebagai "efek vlogger," di mana restoran atau usaha kuliner dapat mengalami lonjakan popularitas yang signifikan setelah direkomendasikan oleh seorang food vlogger berpengaruh.

Namun sayangnya hal positif tersebut terkadang menjadi hal yang bertolak belakang daripada semestinya. Tidak jarang pula efek vlogger ini justru merugikan banyak pihak. Bahkan pada kenyataannya, para food vlogger telah menghancurkan berbagai usaha kuliner yang telah dibangun sedemikian rupa hanya dalam waktu sekejap saja. Dalam hal tersebut tentu sangat merugikan pihak pelaku usaha yang tidak tahu menau dalam persoalan ini. Hal yang telah dilakukan oleh influencer tentu tidak sebanding dengan segala usaha yang telah dilakukan untuk membangun usaha kulinernya dengan sedemikian rupa. Tak jarang food vlogger pun terkesan menutup mata dengan kerugian yang tela terjadi dari hasil tindakan yang telah mereka perbuat.

            Setelah menelusuri lebih dalam, nonbasic culinary pada food vlogger menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kerugian diberbagai pihak dapat terjadi. Dengan basic kuliner yang tidak mereka miliki membuat mereka mengomentari makanan dengan sesuka hati tanpa unsur yang membangun. Tak jarang pula para food vlogger mengomentari makanan hanya sesuai dengan preferensi mereka. Sedangkan pada realitanya, berbagai individu memiliki ciri khas maupun selera makanan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut yang justru dapat memunculkan masalah baru terkait kuliner yang mereka review dan netizen lihat. Komentar yang dicetuskan oleh para food vlogger tanpa basic kuliner sama sekali tidak dapat menguatkan argumen karena mereka sama sekali tidak dapat menyebutkan alasan dengan panduan mengapa makanan yang mereka review enak dan tidak enak maupun layak atau tidak layak.

            Tentu saja konten-konten yang diposting oleh para food vlogger mendapatkan respon yang beragam dari penonton mereka yang mungkin memberikan review atau berbagi pengalaman pribadinya saat mencoba makanan di tempat yang dikunjungi. Permintaan terhadap makanan tertentu mungkin meningkat karena ulasan positif dari para food vlogger. Hal ini dapat meningkatkan penjualan dan popularitas restoran tersebut. Selain itu, terdapat juga perdebatan mengenai apakah ulasan yang dilakukan oleh vlogger makanan selalu objektif atau dapat dipengaruhi oleh kesepakatan komersial, sponsor, atau bahkan endorsement (Marquerette et al., 2023).

Terkait permasalahan yang ada, solusi diharapkan memiliki peran untuk menimbulkan dampak yang positif dan mengurangi resiko hal buruk dapat terjadi. Food vlogger perlu melakukan peninjauan terkait segala konten yang akan diupload dan dipertontonkan oleh masyarakat dengan baik supaya meminimalisir kericuhan ataupun keributan yang dapat ditimbulkan. Food vlogger pun dirasa perlu memiliki basic kuliner agar tidak mengomentari makanan yang direview secara asal-asalan atau tidak berbobot. Namun jika hal tersebut tidak dapat dilakukan, food vlogger seharusnya melakukan riset terlebih dahulu tentang segala unsur makanan yang akan direview serta tidak menutup mata dan bertanggung jawab apabila hasil dari konten yang dibuat dapat menimbulkan kekacauan dan merugikan suatu pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun