Mohon tunggu...
Aurellie Nasywa
Aurellie Nasywa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN

Mahasiswa PKN STAN yang tertarik dengan dunia keuangan negara dan suka mengexplore hal-hal baru. Jangan ragu buat diskusi di kolom komentar yaa!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pro-Kontra Kenaikan PPN 12%: Solusi APBN atau Ancaman Daya Beli?

2 Februari 2025   18:48 Diperbarui: 2 Februari 2025   18:53 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dampak kenaikan PPN 12% terhadap daya beli masyarakat (Sumber: penulis)

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024, mulai 1 Januari 2025 pemerintah Indonesia berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Kenaikan tarif PPN ini telah memicu perdebatan di kalangan masyarakat dan pakar ekonomi. Langkah ini dianggap sebagai upaya efektif untuk meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, di sisi lain, terdapat kekhawatiran bahwa kenaikan PPN akan berdampak pada daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah. Dalam artikel ini, kita akan membahas tujuan kebijakan ini, dampaknya terhadap masyarakat, serta berbagai langkah mitigasi yang dapat dilakukan.

Alasan di Balik Kenaikan PPN

Kenaikan tarif PPN merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara guna mendukung pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan sektor kesehatan. Dengan menambah pemasukan dari pajak konsumsi, pemerintah berharap dapat mengurangi ketergantungan pada utang dan memperkuat stabilitas fiskal dalam jangka panjang.

Menurut data Kementerian Keuangan, pada tahun 2023, penerimaan PPN menyumbang sekitar 45% dari total penerimaan pajak nasional. Dengan meningkatnya tarif menjadi 12%, pemerintah memperkirakan tambahan pemasukan sebesar Rp120 triliun per tahun, yang dapat digunakan untuk program-program sosial dan pembangunan ekonomi.

Apa Dampaknya terhadap Daya Beli Masyarakat?

Meskipun kenaikan PPN dapat meningkatkan penerimaan negara, kebijakan ini juga berpotensi mengurangi daya beli masyarakat. Pajak konsumsi seperti PPN bersifat regresif, yang berarti masyarakat berpenghasilan rendah akan merasakan dampak yang lebih besar dibandingkan kelompok ekonomi menengah dan atas.

Menurut survei dari Lembaga Riset Ekonomi Indonesia (LREI), kenaikan PPN sebesar 1% dapat mendorong inflasi hingga 0,9%. Hal ini berarti harga barang dan jasa akan mengalami peningkatan, yang berpotensi mengurangi konsumsi masyarakat. Sektor makanan dan minuman, transportasi, serta barang kebutuhan sehari-hari diprediksi menjadi yang paling terdampak oleh kebijakan ini.

Namun, beberapa ekonom berpendapat bahwa dampak inflasi akibat kenaikan PPN tidak akan terlalu signifikan, mengingat kenaikan ini hanya sebesar 1%. Selain itu, pemerintah telah merancang kebijakan mitigasi untuk mengurangi dampak negatif terhadap masyarakat berpenghasilan rendah.

Pemerintah Menggunakan Pendekatan Selektif dalam Penerapan Kenaikan PPN

Untuk menghindari dampak negatif yang terlalu besar terhadap masyarakat luas, pemerintah mempertimbangkan penerapan kenaikan PPN secara selektif. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024, tarif PPN sebesar 12% diterapkan khusus untuk barang dan jasa yang tergolong mewah, seperti kendaraan bermotor mewah, hunian mewah, barang mewah, dan layanan premium lainnya yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Untuk barang dan jasa selain yang tergolong mewah, tarif PPN efektif tetap sebesar 11%. Hal ini dicapai dengan mengalikan tarif PPN 12% dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) berupa nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual atau nilai impor, sehingga tarif efektifnya menjadi 11%. Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan penerimaan negara tanpa memberikan tekanan yang besar terhadap daya beli masyarakat.

Penutup

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% adalah kebijakan yang bertujuan untuk memperkuat APBN dan mendukung pembangunan nasional. Namun, dampaknya terhadap daya beli masyarakat tidak dapat diabaikan. Dengan pendekatan selektif yang diterapkan pemerintah, diharapkan kenaikan tarif ini dapat meningkatkan penerimaan negara tanpa memberikan beban yang terlalu berat bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Untuk memastikan keberhasilan kebijakan ini, pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang lebih luas serta memperketat pengawasan terhadap potensi penghindaran pajak. Dengan langkah-langkah mitigasi yang tepat, kebijakan ini dapat menjadi solusi fiskal yang seimbang antara kebutuhan negara dan kesejahteraan masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun