Mohon tunggu...
Aurellia Tsany Tabitha
Aurellia Tsany Tabitha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga 23107030113

♡

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Tradisi Jalan Kaki dan Kekerabatan: Uniknya Budaya Suku Baduy di Pegunungan Kendeng

29 Mei 2024   18:43 Diperbarui: 29 Mei 2024   18:53 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/2TghbxnotL8BHyLH7

Cara hidup dan hasil budaya suku Baduy masih dapat dilihat. Sulah Nyanda adalah rumah adat Suku Baduy yang berbentuk panggung dan terbuat dari kayu dan bambu dengan atap ijuk atau rumbia. Orang Baduy terbagi menjadi dua kelompok: Suku Baduy Luar dan Suku Baduy Dalam. Yang pertama mempertahankan adat istiadat mereka dan menolak teknologi. Jika diamati, orang Baduy biasanya menggunakan pakaian dan ikat kepala berwarna putih, yang merupakan simbol kesucian. Namun, Suku Baduy Luar diizinkan untuk menerima teknologi dan gaya hidup modern untuk menjalani kehidupan sehari-harinya. Mayoritas masyarakat Baduy bermata pencaharian sebagai petani atau penggarap ladang, serta memelihara ternak. Orang-orang Baduy Luar biasanya mengenakan pakaian serba hitam dengan ikat kepala biru.

Perempuan suku Baduy juga mahir menenun, menggunakan tenun kasar untuk ikat kepala dan ikat pinggang dan tenun halus untuk pakaian. Suku Baduy juga membuat tas yang terbuat dari kulit pohon terep yang disebut koja atau jarog untuk membawa peralatan sehari-hari. Dalam struktur sosial mereka, pemimpin Suku Baduy disebut Pu'un, asistennya disebut Jaro, dan pemimpin adat disebut Kejeroan. Masyarakat Baduy juga dikenal memiliki kepercayaan Sunda Wiwitan. Pamunjungan atau kabuyutan, yaitu tempat punden berundak yang biasanya terletak di bukit, adalah tempat sembahyang orang Sunda Wiwitan.

Tradisi Suku Baduy

Suku Baduy dikenal memiliki banyak tradisi, beberapa di antaranya cukup unik. Berikut adalah beberapa di antaranya:

  • Gemar Berjalan Kaki

Orang Baduy sering berjalan dengan kaki telanjang. Prinsip hidup Suku Baduy adalah berjalan kaki ke mana pun mereka ingin pergi tanpa alas kaki. Ini adalah cara mereka menjaga keselarasan dengan alam dengan tidak mengenakan alas kaki dan tidak menggunakan kendaraan sebagai cara transportasi.

  • Sistem Kekerabatan Berbasis Wilayah

Masyarakat Baduy bergantung pada wilayah tempat tinggal mereka. Tiga sisi Kampung Tangtu, Kampung Panamping, dan Pajaroan memiliki hubungan kekerabatan. Ini menunjukkan bahwa seluruh wilayah Desa Baduy adalah "Tangtu Teulu Jaro Tujuh", yang berarti bahwa semua orang yang tinggal di wilayah Kanekes Baduy berasal dari satu nenek moyang. Perbedaannya terdiri dari generasi tua dan muda, dengan Cikeusik dianggap sebagai yang tertua, Cikertawana dianggap sebagai yang menengah, dan Cibeo dianggap sebagai yang termuda.

  • Sistem Kekerabatan Merujuk Nama Ibu

Masyarakat Baduy juga memiliki nama unik yang diambil dari suku kata pertama orang tua mereka. Nama anak perempuan biasanya berasal dari ayahnya, sedangkan nama anak laki-laki berasal dari ibunya. Sebagai contoh, jika ibunya bernama Arsunah, anak laki-lakinya disebut Ardi atau Arsani.

Agama Suku Baduy

Salah satu agama suku Baduy adalah Sunda Wiwitan, yang menganut kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan leluhur yang sudah bersatu dengan alam. Ajaran Sunda Wiwitan dapat ditemukan dalam Kitab Sanghyang Siksa Kandang Karesian, yang berasal dari zaman Kerajaan Sunda dan mengandung ajaran keagamaan dan moralitas.

Suku Baduy percaya pada tiga alam dalam Sunda Wiwitan: Buana Nyungcung, yang dianggap sebagai tempat bersemayam Sang Hyang Kersa; Buana Panca Tengah, yang dianggap sebagai tempat manusia berdiam diri; dan Buana Larang, yang dianggap sebagai neraka.

Para penganut Sunda Wiwitan biasanya melakukan doa dengan nyanyian pantun dan kidung dan tarian. Tradisi mereka dapat dilihat dari perayaan Seren Taun, yang merupakan upacara syukuran atas panen padi. Pamunjungan atau kabuyutan, yaitu tempat punden berundak yang biasanya terletak di bukit, adalah tempat sembahyang orang Sunda Wiwitan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun