Mohon tunggu...
Aurelle DeandraArman
Aurelle DeandraArman Mohon Tunggu... Lainnya - XI MIPA 2

Selamat Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kehilangan Diri Sendiri

1 Desember 2020   21:01 Diperbarui: 1 Desember 2020   21:09 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halo, perkenalkan namaku Lanette. Aku tinggal di kota Jakarta yang biasa disebut "kota metropolitan". Orang tuaku memberi nama Lanette dengan harapan aku akan tumbuh menjadi gadis yang lembut, sesuai dengan kata "Lanette", yang dalam Bahasa Latin artinya lembut. 

Tumbuh dan berkembang di kota yang sangat sibuk ini memanglah tidak mudah, banyak hal-hal yang harus aku lakukan lebih keras untuk mendapat hasil yang aku inginkan. Di kelilingi orang-orang terdekat yang menyayangiku membuat kehidupanku sangatlah bahagia.

Sejak kecil aku sangat suka dengan hal-hal yang berhubungan dengan seni, khususnya melukis. Melukis adalah tempatku meluangkan waktu, aku bisa duduk menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk melukis. Hobiku ini juga didukung penuh oleh orang tuaku, sebisa mungkin mereka memenuhi kebutuhanku dalam melukis.

Seiring berjalannya waktu, ketrampilanku dalam melukis meningkat. Tak jarang aku memenangkan berbagai macam ajang perlombaan seni lukis, mulai dari perlombaan yang diikuti oleh pemula, hingga perlombaan yang bisa dibilang pesertanya adalah orang-orang yang sangat terampil. Prestasi yang aku dapatkan tidak didapatkan dengan mudah. Aku harus berlatih setiap hari agar ketrampilanku meningkan.

Seni lukis mengantarkanku kepada kesempatan-kesempatan yang berharga. Sudah banyak pelukis handal yang aku temui secara pribadi. Mereka berbagi cerita mengenai perjalanan hidup mereka mulai dari merintis karir hingga menjadi pelukis yang dikenal banyak orang. Kisah hidup mereka sangatlah menginspirasiku.

Prestasiku dalam melukis juga memberiku kesempatan untuk memilih SMA yang kuinginkan. Betapa senangnya diriku saat aku bisa memilih SMA impianku tanpa melalui tahap yang sulit. Hanya perlu mengurus beberapa dokumen dan aku resmi menjadi salah satu siswa di SMA impianku, SMA Abcde.

Hari pertamaku menjadi siswa SMA tidak akan kulupakan. Pagi itu aku bergegas untuk mandi dan memakai seragam sekolahku.  Aku segera turun dari kamarku dan berjalan menuju meja makan. 

Sedapnya aroma masakan ibu menyambutku. Terlihat semangkuk sup jamur dan segelas susu yang ditata rapi di meja makan. Aku segera duduk dan makan sarapanku sebelum berangkat sekolah.

Sesampainya di sekolah, aku langsung menuju ke dalam kelasku. Suasana dan wajah-wajah baru membuatku menjadi lebih pendiam. Untung saja saat itu teman sekelasku memulai obrolan denganku lebih dahulu. Tak butuh waktu lama untuk aku beradaptasi ke lingkungan sekolah yang baru ini.

Awal tahun pelajaran ini sangat menarik untukku. Banyak sekali pengalaman yang aku dapatkan, mulai dari bertemu orang-orang baru, belajar mengelola keuangan untuk acara yang besar, manajemen waktu, dan masih banyak hal lainnya. Untuk sesaat, aku tumbuh menjadi pribadi yang lebih positif.

Namun, semuanya berubah saat teman-temanku mengolok-olok penampilanku. Mereka mengatakan pipiku terlalu besar, perutku seperti wanita hamil, pahaku terlihat seperti kaki gajah, dan masih banyak olokan lainnya. Meskipun perkataan mereka hanyalah bercandaan, seharusnya aku tidak perlu mendengarkan perkataan mereka.

Sejak saat itu, aku merasa seperti aku adalah orang yang paling tidak beruntung di dunia ini. Aku merasa hidupku sia-sia dan tidak berharga. Rasa iri selalu muncul pada diriku, aku selalu merasa iri pada orang lain. Merasa tidak secantik perempuan di luar sana dan merasa tidak memiliki kelebihan apapun yang bisa aku banggakan.

Sifat ini tanpa sadar membuatku selalu membandingkan diriku dengan orang lain. Selalu merasa kurang dengan segala hal yang aku punya dan merasa orang lain memiliki kehidupan yang jauh lebih baik daripad kehidupanku. 

Semua ini membuatku selalu menilai orang lain dari fisiknya saja dan mencari-cari kesalahan orang lain agar aku merasa sedikit lebih baik daripada mereka. Aku jadi tidak bisa mengapresiasi kelebihan yang orang lain miliki.

Hal ini diperparah dengan kehadiran media sosial. Aku sangat merasakan dampak negatif dari pemakaian media sosial yang salah. Membandingkan diriku dengan orang lain di media sosial telah menjadi keseharianku. 

Meski aku tahu bahwa standar kecantikan para model yang ada di berbagai media sosial tidak realitis, hal tersebut tak menghentikanku untuk terus membandingkan diriku sendiri dengan orang lain.

Aku berubah menjadi pribadi yang tertutup. Lanette yang biasanya dikenal orang lain ceria dan lembut, menjadi Lanette yang murung dan pemarah. Aku berubah. Aku menjadi tidak percaya pada kemampuan diriku lagi. Hubunganku dengan teman-temanku juga memburuk. Aku selalu menjauh dari orang-orang yang mencoba bersikap baik kepadaku.

Perlahan-lahan sifat ini mulai menghancurkanku. Tanpa disadari, perilaku ini membuatku menjadi orang yang toksik. Perasaan ini membuatku semakin kehilangan kendali diriku. Lama-kelamaan aku lupa akan kelebihan yang aku punya. Hobi melukis yang biasanya menjadi tempat meluangkan waktuku menjadi terlupakan. Aku terlalu memperhatikan kehidupan orang lain, tanpa memperhatikan kehidupanku sendiri.

Sampai satu ketika, aku membaca kutipan dari penulis terkenal Amerika, Jack Canfield bahwa jalan pintas untuk menjadi tidak bahagia adalah dengan membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Hal itu membuatku menjadi sadar. Perilaku ini sangatlah salah, aku harus berubah.

Tentu tidak ada cara untuk menghentikan otak untuk tidak membandingkan diri dengan orang di sekeliling kita. Namun, aku berusaha untuk menjadi orang yang lebih baik lagi. Aku mencoba untuk menerima kekurangan yang aku miliki dan menerima kelebihan yang orang lain miliki.

Melukis kembali menjadi cara menghabiskan waktu di sela-sela kesibukanku. Pencapaianku yang dahulu dalam bidang lukis membuatku sangat termotivasi. Mendekatkan diri kepada tuhan dan lebih bersyukur juga caraku untuk berubah menjadi lebih baik. Aku juga mencoba mempelajari hal-hal yang baru, seperti memasak, menjahit, dan berbicara di depan umum.

Perasaan ini memang tidak bisa sepenuhnya hilang dari diriku. Tetapi setidaknya aku tidak menyerah pada diriku sendiri dan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih positif lagi. Cobalah terima kekurangan pada dirimu. Jangan biarkan perasaan seperti itu menguasai dirimu sendiri. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun