Bicara mengenai perempuan, kurang lengkap rasanya jika tidak menyinggung isu permasalahan kesetaraan gender yang sering diperbincangkan oleh para aktivis sosial. Ketimpangan antar perempuan dan laki-laki hampir sering terjadi dalam segala aspek kehidupan. Permasalahan isu komunikasi mengenai kesetaraan gender yang terjadi di Indonesia bahkan dunia mendapatkan respon yang baik.
Banyak perempuan yang menyuarakan ketidakadilan tersebut sehingga hadirlah berbagai gerakan feminisme. Gerakan feminisme tersebut sudah ada sejak akhir abad ke-18. Feminisme merupakan gerakan yang dilakukan oleh para perempuan untuk memperjuangkan sekaligus mengampanyekan persamaan hak antar kaum perempuan dan kaum lelaki atau biasa disebut emansipasi.
Respon positif dalam membangun kesetaraan di berbagai lingkup sosial juga dilakukan oleh para pembuat film. Banyak film yang menyisipkan feminisme didalamnya, tanpa disadari hal tersebut merupakan sebuah sindiran halus mengenai isu kesetaraan gender yang membawa perempuan pada sosok lemah yang tidak berarti sehingga beberapa film tersebut mengangkat sosok perempuan menjadi lebih berarti. Â
Film merupakan media atau wadah bagi publik untuk menyuarakan, menyampaikan pengalaman, menyampaikan ide yang imanjinatif atau sebagai media untuk mengkritisi sesuatu. Film juga sebagai suatu media komunikasi massa dalam menyampaikan pesan melalui audio visual (Effendy, 2003). Pada saat ini film semakin naik daun, orang-orang bahkan berbondong-bondong menonton film di layar lebar menghabiskan waktu santai untuk streaming film di situs seperti Netflix, Iflix ataupun layanan streaming lainnya. Beberapa film juga memberikan segmen yang membidik secara sengaja yakni berupa pesan-pesan dari si pembuat film agar dapat diterima para audience dengan baik, serta memasukan ideologi di dalamnya.
Dalam kenyataanya, film juga tak luput dengan berbagai masalah serta isu didalamnya. Dimulai dari kontroversi film yang menghadirkan berbagai kritik termasuk politik,ekonomi, budaya dan sebagainya. Permasalahan lain seperti alur cerita yang tidak sesuai dengan realitanya serta pembajakan film yang sering terjadi khususnya di Indonesia.
Unsur Feminisme dalam Sebuah Film
Isu kesetaraan gender diatas sebenarnya juga melahirkan teori feminisme. Penulis menggunakan teori feminisme liberal yakni dimana pandangan perempuan ditempatkan sebagai seseorang yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Teori tersebut meyakini bahwa perempuan harus berjuang mendapatkan sebuah peran serta melawan ketidakadilan. Beberapa aktivis feminis lain yang tidak sependapat mengatakan bahwa teori tersebut hanya akan memperkuat patriarki di lingkup masyarakat.
Tetapi sebenarnya teori tersebut berfokus pada kebebasan serta kesamaan yang berakar pada rasionalitas sekaligus pemisahan seputar ranah privat dan publik. Manusia memiliki kapasitas untuk berpikir, bertindak secara rasional begitu pun dengan perempuan.
 " Perempuan kini telah memiliki kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus tetap menuntut persamaan hak serta bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki ". -Naomi Wolf (Feminism Liberal Author)
Feminisme Liberal dalam Film Charlie's Angels: Full Throttle (2003) & Miss Americana (2020)
Charlie's Angels : Full Throttle (2003)
Siapa yang sudah tidak asing dengan film ini? Ya, film tersebut merupakan lanjutan dari film pertama Charlie's Angels tahun 2000. Film tersebut menceritakan 3 perempuan tangguh yakni Dylan Sanders (Drew Barrymore), Natalie Cook (Cameron Diaz) serta Alex Munday (Lucy Liu) yang bertugas untuk mengungkap pelaku pencurian data serta menemukan kembali cincin titanium yang sudah hilang dimana dalam cincin tersebut terdapat terenkripsi yang berharga. Sama seperti Charlie's Angels di tahun 2000 & 2019 , Charlie's Angels pada tahun 2003 juga mengangkat pesan women empowerment atau pemberdayaan perempuan. Perempuan tidak hanya bisa melakukan kegiatan rumah tangga tetapi bisa melakukan kegiatan diluar dugaan yakni kegiatan yang selama ini dilakukan oleh kaum lelaki seperti ketiga perempuan dalam film tersebut.
Miss Americana (2020)
Sekilas film tersebut merupakan film dokumenter biasa seorang aktris sekaligus penyanyi terkenal yakni Taylor Swift, tetapi film tersebut memiliki fokus yakni mengangkat cerita tentang keberhasilan seorang perempuan menggapai cita dan mendapatkan peran yang lebih di lingkungan sekitarnya. Film tersebut menceritakan sisi dibalik sosok Taylor Swift, mengomplikasi sejumlah wawancara, video sehari-hari maupun konser serta beberapa flashback peristiwa dari belum menjadi apa-apa hingga menjadi seseorang. Film tersebut tak terlepas dari isu mengenai hak-hak wanita dalam berpolitik, kesetaraan gender, pelecahan seksual yang dihadapi serta body shaming.Â
Analisis Teks
Kali ini penulis menggunakan metode analisis teks yakni bentuk formal bahasa atau kalimat. Teks dianggap sebagai suatu proses pemilihan makna yang berlangsung sampai menjadi suatu makna yang penuh ( Arifin& Junaiyah, h. 55, 2010). Analisis teks mengacu pada teori feminisme yang dipaparkan diatas.
Dalam film Charlie's Angels : Full Throttle (2003) terdapat kalimat yang dilontarkan oleh mereka bertiga yang menyerukan "girls power! " serta "keep dreaming" tetap bermimpi yang diserukan pula oleh Alex. Hal tersebut merupakan dialog kecil yang menunjukkan kekuatan sebagai perempuan. Isu feminisme disini tidak hanya ada pada Charlie's Angels (2000) tetapi dikuatkan lagi pada Charlie's Angels (2019) yang diperankan oleh Kristen Stewart, Naomi Scott dan selebriti papan atas lainnya.
Tak hanya dalam film Charlie's Angels tetapi terdapat pula beberapa kutipan dalam film Miss Americana(2020) . Ketika membahas tentang kedudukan perempuan yang harus berkarya,terlihat fresh dan berinovasi di entertain tak mudah untuk mempertahankan kesuksesannya. Dalam wawancara Taylor mengatakan "maaf" tiba-tiba ia mengatakan "untuk apa aku mengatakan maaf, seorang perempuan dibelakangnya mengatakan "karena kita sebagai perempuan sudah terlatih untuk meminta maaf". Taylor mengatakan "ya memang kita dilatih begitu". Permintaan maaf selalu dijadikan sebuah kata yang menitikberatkan perempuan pada manusia yang lemah. Sebuah pesan singkat namun berarti. Taylor membutikan bahwa perempuan harus bisa mandiri serta mendapatkan peran dalam berbagai kesempatan.
Kedua film tersebut memiliki genre atau aliran yang bertolak belakang. Charlie's Angels : Full Throttle (2003) cenderung berfokus pada action serta selipan komedi sedangkan, Miss Americana (2020)Â merupakan film dokumenter sesuai dengan realita kehidupan seorang selebriti. Namun, film tersebut memiliki kesamaan yakni mengangkat isu feminisme dalam perjuangannya melawan ketidaksetaraan terhadap perempuan.
Banyak perempuan yang sadar akan pentingnya kesetaraan gender yakni dengan menuntut hak yang setara dengan laki-laki. Hak untuk hidup bebas dalam arti menetukan segala pilihan bahkan kedudukan yang diperuntukkan oleh kaum lelaki, pada hakikatnya perempuan pun seharusnya memiliki hak yang sama.
Perempuan selama ini selalu dijadikan sosok manusia lemah, sebagai penyegar hawa nafsu kaum lelaki, sosok pelengkap bahkan hiasan semata. Kebanyakan orang memiliki pola pikir bahwa perempuan hanya sebatas bekerja di dapur, memasak serta melakukan tugas di dalam rumah. Hal tersebut sudah dilakukan sejak lama namun saat ini perempuan sudah bukan lagi sekedar penyegar sekaligus golongan yang rapuh melainkan sosok manusia yang bahkan kemampuannya bisa melebihi kaum lelaki.
Daftar Pustaka
Arifin& Junaiyah. (2010). Keutuhan Wacana. Jakarta : Grasindo
Effendi, Onong Uchjana. (2003). Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Cipta Aditya Bakti
Puspitawati, Herien. (2009) . Teori Gender dan Aplikasinya Dalam Kehidupan Keluarga. Bogor: IPB Press
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H