Mohon tunggu...
KKN 123 Sarimulyo
KKN 123 Sarimulyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kelompok KKN-K

Kelompok KKN-K Desa Sarimulyo, Jombang, Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kelompok 123 KKN Kolaboratif Kabupaten Jember: Pengrajin Wayang Eksis di Tengah Gempuran Budaya Barat

18 Agustus 2022   14:23 Diperbarui: 18 Agustus 2022   14:26 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa KKN bersama pengrajin wayang [Dokumen Pribadi]

Pak Ngalimun, pengrajin wayang dari desa Sarimulyo [Dokumen Pribadi]
Pak Ngalimun, pengrajin wayang dari desa Sarimulyo [Dokumen Pribadi]

Ngalimun menuturkan bahwa pangsa pasar beliau sejak pertama kali membuat wayang sewaktu remaja sampai sebelum adanya Pandemi COVID 19 sudah sampai ke seluruh Indonesia. "Pemesan itu dari berbagai daerah mas, mulai dari yang paling dekat yaitu Jember dan sekitarnya, Lumajang, berpindah ke provinsi Jakarta sampai keluar pulau seperti Sumatra. Kalimantan juga banyak pemesan wayang saya dari sana" tutur Ngalimun. 

Beliau memaparkan bahwa harga wayang kulit itu bervariasi, tergantung ukuran, kerumitan desain yang diminta dan bahan dasar wayang. Semakin besar, rumit dan bahan dasarnya terbuat dari kulit, maka semakin mahal harga yang dipasang. "Biasanya untuk yang besar dan rumit itu sekitar sekitar 2.500.000, tapi ada juga yang 1.000.000 an sampai yang paling rendah 350.000 rupiah " ucap beliau. 

Ini juga berkaitan dengan alasan mengapa penyewaan pagelaran wayang tergolong mahal karena dari harga wayangnya sendiri sudah fantastis. Bapak Ngalimun juga menjelaskan hal yang menarik dari dunia pengrajin wayang. "Wayang dan dalang itu terlihat sama namun beda mas. Ada aturan yang berlaku dalam budaya jawa bahwa seorang dalang itu tidak boleh membuat wayang. 

Sebaliknya ya gitu, pembuat wayang seperti saya ini nggeh tidak boleh berperan sebagai dalang, karena itu saya mulai tadi tidak bercerita sebagai seorang dalang mas" kata Ngalimun sambil tertawa.

Pandemi COVID 19 yang melanda sejak beberapa waktu belakangan ini membuat usaha wayang beliau sempat terhenti. Bahkan karena hal ini, Ngalimun harus berpindah profesi menjadi buruh tani untuk sementara waktu.

 Sementara itu disisi lain, usia yang tidak lagi muda membuat Ngalimun kesulitan untuk mempelajari tentang media sosial atau bisnis digital. Padahal di era saat ini, media sosial dapat dikatakan sebagai media yang paling banyak digunakan untuk menjangkau pasar yang lebih luas lagi. 

"Ya saya berharap dengan adanya mas mbak ini, wayang saya bisa dikenal dan terjual kembali. Saya bisa bekerja lagi dengan pekerjaan saya yang utama" kata Ngalimun. Beliau sangat berharap dan berterima kasih dengan bantuan mahasiswa KKN dalam hal pemasaran dan promosi, ini akan meningkatkan kesejahteraan keluarga beliau dan mengembalikan pangsa pasar pewayangan beliau di seluruh Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun