Mohon tunggu...
Aurelia Krisnadita
Aurelia Krisnadita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Diponegoro

...

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Transplantasi Organ Memicu Kanker, Benarkah?

22 September 2017   21:52 Diperbarui: 24 September 2017   21:58 1356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Transplantasi organ adalah pemindahan organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau dari suatu bagian ke bagian yang lain dalam tubuh yang sama untuk menggantikan organ yang sudah tidak dapat berfungsi dengan baik. Hal ini dilakukan apabila organ tidak dapat bekerja dengan baik atau tidak berfungsi karena suatu penyakit atau cedera.

Syarat-syarat untuk dilakukannya sebuah transplantasi organ berbeda-beda tergantung pada jenis organ yang akan ditransplantasikan. Untuk mencari organ yang cocok dengan pasien, biasanya dilakukan tes golongan darah dan ukuran organ. Selain itu, hal lain yang dicek adalah seberapa lama pasien sudah berada di waiting list, seberapa sakit pasien, dan seberapa jauh jarak antara tempat pendonor organ dengan pasien yang akan menerima organ.

Transplantasi organ dimuat dalam UU No. 23 tahun 1992 pasal 33 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa transplantasi merupakan salah satu pengobatan yang dapat dilakukan untuk penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Secara legal, transplantasi hanya boleh dilakukan untuk tujuan kemanusiaan dan tidak boleh dilakukan untuk tujuan komersial seperti yang dimuat  pasal tersebut pada ayat 2. Ayat tersebut menyatakan bahwa organ atau jaringan tubuh merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa sehingga dilarang untuk dijadikan sebagai objek guna mencari keuntungan atau dengan tujuan komersial.

Pihak yang terlibat di dalam transplantasi adalah donor, resipien, dan tim ahli. Donor adalah orang yang menyumbangkan organ tubuhnya untuk ditransplantasikan. Resipien adalah orang yang menerima organ tubuh dari donor karena organ tubuhnya harus diganti. Sedangkan, tim ahli adalah para dokter yang menangani operasi transplantasi dari pihak donor kepada pihak resipien.

Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu eksplantasi dan implantasi. Eksplantasi adalah usaha mengambil jaringan atau organ pada manusia yang masih hidup atau sudah meninggal. Implantasi adalah usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh kepada bagian tubuh sendiri atau orang lain.

Selain itu, ada pula dua komponen penting yang menunjang keberhasilan transplantasi, yaitu adaptasi donasi dan adaptasi resipien. Adaptasi donasi adalah usaha dan kemampuan pendonor yang diambil jaringan atau organ tubuhnya untuk dapat menyesuaikan diri, secara biologi dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan dan organ. Sedangkan adaptasi resipien adalah usaha dan kemampuan penerima jaringan atau organ baru untuk menerima jaringan atau organ yang ditransplantasikan sehingga organ tersebut dapat berfungsi dengan baik menggantikan organ yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.

Tidak semua organ dapat dijadikan donor untuk transplantasi. Organ yang biasanya ditransplantasikan adalah organ-organ vital. Namun dalam perkembangan selanjutnya, organ lainnya pun bisa ditransplantasikan dengan syarat-syarat tertentu. Beberapa organ yang bisa ditransplantasikan adalah ginjal, hati, jantung, paru-paru, pankreas, timus, dan usus. Begitu juga kornea mata, katup jantung, jaringan tulang, tendon, dan vena. Sejauh ini, organ yang paling sering ditransplantasikan adalah ginjal.

Lebih dari satu organ dapat ditransplantasikan dalam waktu yang bersamaan. Misalnya, transplantasi paru-paru dan jantung dapat dilakukan pada satu waktu. James Boysen adalah salah satu orang yang menerima lebih dari satu organ transplantasi dalam waktu yang bersamaan. Dalam satu kali operasi, dia menerima empat transplantasi sekaligus, yaitu tengkorak, kulit kepala, ginjal, dan pankreas. Operasi besar-besaran itu diklaim sebagai yang pertama di dunia. Operasi Boyse yang menegangkan tersebut melibatkan lima puluh tenaga medis profesional dari Pusat Kanker MD Anderson dan Rumah Sakit Metodis Houston. Operasi itu berlangsung selama lima belas jam di Rumah Sakit Metodis Houston.

Lantas, apakah anggapan bahwa transplantasi organ disebut dapat menyebabkan kanker itu benar?

Menurut World Health Organzation(WHO), kanker adalah salah satu penyebab kematian terbanyak di dunia. Walaupun demikian, kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit mematikan ini masih sangatlah minim.

Di Indonesia sendiri, banyak berkembang mitos-mitos mengenai kanker yang tidak ada landasan ilmiahnya. Salah satunya adalah semua orang mempunyai kanker dalam tubuhnya. Apakah hal itu benar adanya? Jawabannya adalah tidak. Hanya orang yang mengidap kanker yang memiliki sel kanker dalam tubuhnya. Kanker sendiri adalah sel, bukan organisme seperti bakteri yang berasal dari luar tubuh.

Mitos tersebut berasal dari sebuah anggapan bahwa sel-sel dalam tubuh manusia berpotensi untuk menjadi sel kanker. Anggapan ini benar, tetapi bukan bearti semua orang memiliki sel kanker yang siap menyerang kapan saja. Kanker hanya akan muncul jika ada kesalahan pada sistem atau siklus sel.

Ada tiga hal yang dapat meningkatkan resiko seseorang terkena kanker. Yang pertama adalah faktor genetik. Seseorang yang mengidap kanker karena faktor genetik biasanya sudah memiliki kelainan sel yang diturunkan dari orangtua kandung sejak lahir. Kedua adalah faktor karsinogen. Karsinogen adalah zat penyebab kanker yang berasal dari luar tubuh, contohnya radiasi, zat kimia, dan virus. Zat karsinogen menyebabkan kerusakan sel yang kemudian menjadi penyebab terjadinya kanker. Faktor yang terakhir adalah faktor gaya hidup, misalnya jika seseorang merokok, kurang beraktivitas, dan makan tidak sehat.

Faktor akibat transplantasi organ termasuk ke dalam faktor yang kedua, yaitu faktor karsinogen. Pasien yang menerima transplantasi organ harus meminum obat anti penolakan organ baru setiap hari sepanjang masa hidup mereka. Obat yang disebut imunosupresan ini mencegah sistem kekebalan tubuh menolak organ baru. Imunosupresan bekerja dengan mengurangi kemampuan fungsi sel kekebalan tubuh. Selain menekan sistem imun, imunosupresan dapat mengakibatkan efek samping lain yang berakibat ke seluruh tubuh, seperti mual dan muntah-muntah, diare, sakit kepala, encok, kadar kolestrol tinggi, muka bengkak, anemia, arthritis, tulang melemah, berat badan naik, susah tidur, jerawat atau masalah kulit lain, gemetaran, rambut rontok, dan tumbuh bulu di beberapa bagian tubuh. Beberapa imunosupresan dapat menyebabkan katarak, diabetes, tekanan darah tinggi, asam lambung berlebih, dan beberapa penyakit tulang.

Dr. Darla Granger, direktur program transplantasi pankreas di St. John Hospital dan Medical Center di Detroit, mengungkapkan bahwa pada beberapa pasien, dalam jangka waktu yang lama, berkurangnya sistem imun dapat meningkatkan risiko terserang kanker.

"Menekan sistem kekebalan tubuh meningkatkan risiko kanker. Dan jika pasien memiliki kanker, diperlukan sistem kekebalan yang kuat untuk melawan kanker." (Granger, 2011)

Sebuah penelitian dari Institut Kanker Amerika menemukan bahwa risiko penyakit kanker pada penerima organ transplantasi jauh lebih besar dibandingkan dengan masyarakat umum yang tidak menerima transplantasi. Risikonya meningkat untuk 32 jenis kanker yang berbeda. Para peneliti sebelumnya sudah mengetahui bahwa penerima transplantasi organ lebih berisiko terkena kanker, tetapi penelitian baru ini menunjukkan seberapa besar risiko tersebut.

Dr. Eric Engels, kepala penelititan, menyebutkan bahwa risiko penerima organ terkena kanker dapat berlipat ganda selama setahun setelah transplantasi.

"Jadi, jika tujuh dari setiap 1.000 orang populasi umum diduga akan berisiko terkena kanker, kami mengamati sekitar dua kalinya, sekitar 13 atau 14 di antara 1.000 pasien transplantasi yang diikuti selama satu tahun berisiko terkena kanker."(Engels, 2012)

Engels dan rekan-rekannya menggunakan data dari 176.000 pasien transplantasi di Amerika pada tahun 1987 hingga 2008. Transplantasi ginjal menyumbang lebih dari setengah dari jumlah tersebut, diikuti oleh hati, jantung, dan paru-paru.

Risiko kanker paru-paru tertinggi ada pada penerima transplantasi paru-paru, dan risiko kanker hati hanya meningkat pada penerima transplantasi hati. Namun, kanker ginjal meningkat lima kali lipat pada semua penerima transplantasi. Hal ini kemungkinan terjadi karena penyakit yang mendasari para pasien membutuhkan ginjal baru dan keharusan semua pasien transplantasi untuk mengkonsumsi imunosupresan.

Selain kanker ginjal, ada pula kanker lain yang tidak memiliki kaitan langsung dengan organ yang baru saja ditransplantasikan. Kanker tersebut adalah lymphoma non-Hodgkin, yang berhubungan dengan virus Epstein-Barr dan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Risiko untuk kanker ini sangat tinggi, terutama di kalangan penerima cangkok paru-paru. Menurut Engels dan rekan-rekannya, risiko yang tinggi ini mungkin berkaitan dengan kenyataan bahwa pasien khususnya mengalami penekanan sistem imun yang kuat.

Dr. Lewis Teperman, kepala bedah transplantasi di NYU Langone Medical Center di New York City, menyebut bahwa tumor tertentu akan berkembang setelah transplantasi organ.

"Kami tahu bahwa tumor tertentu akan berkembang setelah transplantasi. Tumor tertentu juga diketahui berkaitan dengan virus. Jadi ketika kami memberikan obat imunosupresan, kami mengurangi kemampuan tubuh untuk melawan virus." (Teperman, 2004)

Ada pula kasus kanker pasca transplantasi yang muncul akibat sudah adanya sel kanker di dalam organ sebelum dilakukannya transplantasi. Namun, kasus ini jumlahnya sangat kecil sebab sebelum dilakukan transplantasi, calon pendonor dan penerima organ sudah diperiksa secara detail untuk mencegah kemungkinan adanya penyakit infeksi atau menular.

Dengan begitu, benar adanya bahwa kanker bisa timbul karena transplantasi organ. Namun, tidak semua kanker akibat transplantasi timbul akibat imunosupresan. Bisa jadi karena sebelumnya telah ada sel kanker di organ yang akan ditransplantasikan seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Bisa juga karena pola hidup tidak sehat yang dijalani oleh sang penerima transplantasi organ.

Kendati efek samping yang ditimbulkan, banyak orang mengatakan bahwa mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya setelah transplantasi. Biasanya, setelah menerima transplantasi organ, mereka akan mengatakan hal-hal seperti "saya tidak ingat lagi seberapa sakit yang saya rasakan sebelum transplantasi", dan sebagainya. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan pasca transplantasi bergantung pada jenis tranplantasi yang diterima, masalah kesehatan lainnya, dan reaksi tubuh terhadap organ yang baru.

Karena anggapan bahwa transplantasi memicu kanker benar adanya, ada baiknya jika penerima donor organ mengecek kondisi tubuh secara berkala untuk memeriksa benih-benih kanker usai transplantasi. Selain itu, penting juga untuk menjaga kesehatan organ yang telah ditransplantasikan. Menjaga kesehatan organ dapat dilakukan dengan berbagai cara, sepeti dengan mengubah pola makan, tidak merokok, dan rutin berolahraga.

Metode transplantasi dilakukan dengan harapan untuk memperpanjang usia pasien. Kebanyakan organ dapat bertahan satu hingga lima tahun. Namun, ada pula organ yang bisa bertahan hingga lima belas tahun. Ketahanan organ ini bergantung pada seberapa cocok organ dengan tubuh resipien, kualitas organ yang ditransplantasikan, dan kondisi kesehatan pasien secara menyeluruh. Maka dari itu, sebaiknya para resipien menjaga pola hidup mereka. Kita yang bukan resipien pun juga harus menjaga pola hidup kita tetap sehat juga untuk memperkecil kemungkinan kita harus melakukan transplantasi organ.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun