- Berdasarkan informasi yang saya baca dan saya ketahui, baru saja pada tanggal 20 oktober 2024 menjadi salah satu momen bersejarah yang diwarnain rasa haru serta dinamika di era digital oleh dinamika komunikasi politik yang semakin memanas ini . Meski acara khidmat berlangsung, tapi banyak fenomena fenomena negatif di dunia nyata yang kita bisa lihat dan tidak bisa kita hindarkan. Hal hal positif memang mendomisasi pemberitaan, dengan 30% berita bernada positif dan 66% netral. Tetapi, dibalik semua itu angka-angka ini, tersembunyi realitas yang lebih kompleks di ruang digital.
- Media sosial menjadi salah satu media pertarungan narasi. Pendukung Prabowo-Gibran merayakan kemenangan dengan hashtag dan meme yang viral. Di sisi lain, kritik juga menyebar dengan cepat , terutama terkait isu dinasti politik dan rekam jejak Prabowo. Hoaks semakin merajalela,meski pemerintahan sebelumnya telah berjuang melawannya. Hal hal seperti ini tetap menjadi tantangan besar . dan oknum oknum yang menjadi penyebar hoaks tersebut trus provokatif beredar, memicu polarisasi dan ketegangan antar pendukung.
- Kasus "Fufufafa" menjadi contoh nyata dampak negative dunia digital. Unggahan lama dikasus yang dikaitkan dengan Gibran memicu kontroversi, menguji kredibilitas dan citra public wakil presiden terpilih. Perbedaan gaya komunikasi antar penjabat pemerintah berpotensi menimbulkan kesalahan dan kekacauan. Hal ini diperparah oleh algoritma media sosial yang cenderung menciptakan ruang gema, di mana orang hanya terpapar informasi yang sesuai dengan pandangan mereka.
- Ditengah euphoria pelantikan, fenomena "narsisisme budaya" juga menguat. Banyak unggahan yang lebih focus pada pamer diri dari pada substansi peristiwa yang mencerminkan pergeseran nilai dalam interaksi digitall.
- Dalam pelantikan tersebut media sosial berperan penting dalam membentuk citra public mereka, dengan gaya komunikasi yang lebih santai dan menghibur, menciptakan hubungan parasosial antara politisi dan Masyarakat. Transformasi ini menunjukkan bagaimana budaya digital mengubah persepsi politik, menjadikan politik lebih terkomersialiaso dan mengurangi rasa komunitas di Masyarakat.
- Presiden pun juga tidak ragu untuk menunjukkan otoritas yang dimilikinya dan ketegasan tentang kinerja. Ketika, power dikaitkan dengan Bahasa, dia terjalin erat dengan kekuasaan. Misalnya Bahasa menunjukkan dan mengekspresikan kekuasaan, serta terlibat di mana ada pertentangan dan tantangan kekuasaan.
- Para kandidat juga memanfaatkan platform media digital seperti YouTube untuk berkampanye dan membangun citra. Namun, tidak semua kandidat mengoptimalkan penggunaan media sosial secara merata.
- Pelantikan Prabowo-Gibran didominasi oleh sentiment positif dan netral di media, menunjukkan dukungan dan harapan Masyarakat terhadap pemerintahan baru. Prabowo menunjukkan gaya komunikasi yang menekankan keberpihakan pada rakyat dan komitmen untuk membangun bangsa dalam pidato pemerintahan baru.
- Acara penyambutan pelantikan di Jalanan Jakarta mencerminkan Upaya untuk membangun kedekatan dengan Masyarakat.
- Untuk mengatasi dampak negatif ini pemerintah baru perlu mengembangkan startegi komunikasi yang lebih integrative, transparan, dan bertanggung jawab dalam penggunaan media digital. Mereka juga harus focus membangun dialog yang konstruktif dengan Masyarakat dan mengelola isu isu negative dan sensitive dengan hati hati diruang digital
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!