Mengatasi Investasi Bodong Melalui political will
Sebagai Solusi Membangun Citra Koperasi Indonesia
Sebagian besar masyarakat Indonesia pada saat ini melupakan prihal koperasi, apalagi mengangkat koperasi sebagai solusi mengatasi perekonomian. Masyarakat umumnya pesimis dengan gerakan koperasi yang dinilai hanya menguntungkan beberapa pihak, kepesimisan masyarakat terjadi karena banyak ditemukan organisasi yang berkedok koperasi atau koperasi yang tidak sehat (Sugiharsono, 2009). Kondisi ketidakpercayaan tersebut tentu merugikan citra koperasi di Indonesia yang dikenal sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
Koperasi berasas kekeluargaan diharapkan mampu membangun dan mengembangkan potensi masyarakat untuk kemudian meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Oleh sebab itu masyarakat wajib untuk melestarikan dan mengembangkan koperasi. Wujud daripada menggembangkan koperasi agar lebih maksimal maka diperlukan upaya perbaikan citra koperasi di mata masyarakat Indonesia, hal ini dilakukan agar masyarakat percaya bahwa sistem koprasi mampu menjadikan Indonesia bebas dari kemiskinan.
Adapun upaya untuk perbaikan citra koperasi tersebut bisa dilakukan melalui political will disemua segmen yang ada, baik dalam pemerintah ataupun masyarakat. Political will merupakan upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat dan penguatan terhadap pemerintah untuk kemudian mengembangkan sistem koperasi dengan baik dan benar, sehingga diharapkan dengan political will tersebut masyarakat dapat mengetahui seluk beluk koprasi dan pemerintah juga diharapkan berani bertindak tegas terhadap koperasi yang tidak sehat maupun membubarkan organisasi yang berkedok koperasi.
Koperasi di Indonesia
Secara histical legency (warisan sejarah) sistem koperasi di Indonesia merupakan hasil pemikiran Bung Hatta beserta Bung Karno setelah mempertimbangkan saran dari Ki Hajar Dewantara (Mabriyanto, 1998). Sistem perekonomian koperasi yang dicetuskan para tokoh kemerdekaan tersebut seperti keberadaan Pabrik Semen Gresik atau PLTN Asahan yang dibentuk sendiri tanpa modal asing. Demikian pula untuk kepentingan menjalankan kegiatannya juga tidak memerlukan investasi asing. Jika terjadi kekurangan modal, pemecahannya dilakukan dengan meminjam modal dari luar negeri. Demikian juga untuk memenuhi kebutuhan tenaga ahli, dapat dilakukan dengan memanfaatkan tenaga-tenaga ahli asing namun tetap berada dalam pengawasan dari manajemen sosial . Sektor swasta yang termasuk dalam kelompok usaha kecil dan usaha menengah disarankan untuk diwadahi dalam badan usaha koperasi sebagai organisasi skala besar (Raharjo, 1997).
Menjalankan sistem koperasi merupakan salah satu sektor ekonomi yang sangat kuat kedudukannya, karena berdasarkan Pancasila dan diamanatkan oleh UUD 1945. Pada Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 dijelaksan secara eksplisit bahwa pelaku ekonomi adalah sektor negara dan koperasi, sedangkan sektor swasta hanya disebut secara implisit. Penjelasan pasal 33 UUD 1945 mengisyaratkan pemerintah harus memainkan peran yang aktif untuk menjaga kelestarian dan mengembangkan koperasi agar dapat menjadi sektor ekonomi yang kuat sehingga menjadi landasan perekonomian nasional. Namun realitanya dalam perkembangan koperasi di Indonesia banyak ditemukan permasalah, salah satu permasalah ialah kurangya pengetahuan masyarakat terhadap koperasi. Sehingga banyak masyarakat belum memahami seluk beluk koperasi. Masyarakat mudah tertipu dengan adanya organisasi yang berkedok koperasi, organisasi ini biasanya hanya mengumpulkan dana dari masyarakat dengan bentuk investasi, setelah investasi dari masyarakat dirasa cukup besar organsasi tersebut melarikan dana dari masyarakat, atau yang lebih dikenal dengan "Investasi Bodong"
Investasi Bodong Permasalah Koperasi di Indonesia
Investasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sitem koperasi. Hal itu dikarenakan dengan investasi koperasi bisa berkembang lebih cepat, seperti memperbanyak barang yang diperualbelikan kepada masyarakat. Kasus invetasi bodong yang berkedok koperasi masih menjamur dengan modus yang makin beragam. Misalnya saja modus koperasi bernama Koperasi Pandawa di Malang dan Depok.
Modus penipuan yang dilakukan pada Koperasi Pandawa di Malang dan Deppk ini penghimpun dana yang bersifat seperti multilevel marketing (MLM), masyarakat diwajibkan untuk membawa orang bergabung koperasi, setelah mendapatakan orang untuk bergabung meraka kemudian akan dibayar. Koperasi ini tanpa menjual produk yang nyata, meskipun begitu dalam perkebanganya koperasi ini sudah memiliki 70.000 Anggota (Kompas.com, 2016).
Bahkan menurut Ontoritas Jasa Keungan (OJK) tahun 2014 investasi bermasalah alias bodong sejak awal 2013 hingga 2014 sebanyak 2.772 kasus, dengan jumlah kerugian yang ditanggung nasabah berkisar 45 Triliun (Ojk.go.id, 2014). Kondisi ini tentu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena dapat merusak citra koprasi, maka dari itu diperlukan political will sebagai upaya mengembalikan citra koprasi di Indonesia.
Political Will Upaya Membangun Citra Koperasi di Indonesia
Membangun citra koperasi memang sangat diperlukan dalam upaya mengembalikan kepercayaan masyarakat, bahwasanya hanya sistem koperasi permasalahan ekonomi dapat diatasi bersama. Adapun upaya yang perlu dilakukan untuk memperbaiki dan membangun citra koperasi salah satunya melalui political will yang kuat sehingga hal tersebut mampu meningkatkan eksistensi dan pengembangan koperasi di Indonesia. Menurut Djatnika (2012) political will adalah kemauan politik dari pemerintah atau para pengambil kebijakan, misalnya dalam hal ini ialah memberikan kepastian usaha, memberikan perlindungan terhadap koperasi, dan memberikan pendidikan pengkoprasian kepada masyarakatnya. AURELIA WIRA HASRATUTI NDRAHA (UNIVERSITAS PAMULANG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H