Mohon tunggu...
Cerpen

Maskot

2 September 2017   08:10 Diperbarui: 2 September 2017   09:45 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Mereka berduapun pulang dengan langkah yang tetap percaya bahwa esok hari masih menjadi miliknya. Meski hidup dalam kesulitan dan itu tidak menjadi biang kendala untuk terus mengabdi kepada dirinya dan keluarganya. Hidup tidak hanya tenggelam dalam kesedihan karena keadaan, hidup itu merdeka, bebas menentukan pilihan mesti harus bersusah payah untuk mewujudkannya. Semua orang selalu berkutat dengan kelemahannya masing-masing meski sisi lain punya banyak kelebihan. Terkadang itu tidak disadarinya.

            Dan ketika aku bertemu bu Milla disekolah aku utarakan keinginan Emak padanya. Tak ada protes, bu Milla hanya mendukung saja. Karena bu Milla hanya ingin aku ikut dan berada dalam bagian team karnaval tahun ini. Hanya baru tahun ini aku bersedia menjadi bagian dari team karnaval disekolahku, dua tahun kemarin aku tak mau. Menginjak kelas tiga aku baru bersedia.

            Beberapa hari ini Emak selalu pulang sore menjelang petang. Jika aku tanya, Emak hanya diam. Tidurpun selalu malam. Bangun fajar dan sudah menghilang. Emak semakin sibuk dan sibuk. Jarang bersenda gurau lagi setiap akan tidur malam, ditanah persil juga hanya sebentar dan aku disuruh cepat pulang. Seakan-akan Emak menutup diri beberapa hari ini. Aku bingung dan khawatir. Apakah Emak terbebani dengan keinginanku menjadi maskot? Aku kasihan pada Emak, jika tak bisa dipaksa lebih baik aku batalkan saja. Daripada harus menyiksa Emak.

Saat pulang sekolah dan kurang dari dua hari pelaksanaan karnaval, aku belum tahu akan menjadi apa? Emak tak pernah bercerita lagi padaku tentang rencananya itu. Aku sendiri tak berani menanyakannya lagi. Malam menjelang tidur aku dipanggil Emak diruang tengah. Duduk dan menanyakan lagi rencanaku menjadi maskot.

"Nem, kau masih ingin menjadi maskot? Kok tak pernah lagi kau bicara tentang itu Nem." Tanya Emak pelan.

"Entahlah, Emak. Aku kasihan pada Emak."

"Kasihan...."

"Iya, Emak."

"Aku berani hidup tidak untuk minta dikasihani oleh siapapun, Nem. Termasuk kau sendiri sebagai anakku. Aku hidup merdeka, Nem. Merdeka menentukan langkahku kemana kita pergi?" Jawab Emak.

"Lantas, Emak, Nem akan jadi maskot apa?" Tanyaku pelan.

"Kemarilah, Nem. Kau ini sudah cantik sejak dalam kandunganku. Kau ini cantik sebagai takdir Tuhan. Dan kecantikanmu adalah anugerah dari Tuhan sebagai kelebihan anak manusia. Kau hanya butuh aku rias sendiri, tak usah ke salon dengan make-up yang tebal untuk menutupi kulit pipimu yang sudah putih bersih ini. Kau hanya butuh dipoles sedikit saja." Bicara ibu meyakinkanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun