Melihat dari latar belakang film ini sendiri, Holocaust yaitu berupa perisitiwa Genosida terhadap sekitar enam juta orang Yahudi oleh rezim Nazi, “Holocaust” berasal dari kata dalam bahasa Yunani yang artinya “berkorban dengan api.”
Jika Melihat situasi di film yaitu pada saat Nazi yang sedang berkuasa pada saat itu mereka meyakini bahwa bangsa Jerman adalah “ras unggul” dan bahwa bangsa Yahudi, yang dipandang sebagai ras “rendah,” adalah makhluk asing yang mengancam apa yang dinamakan dengan masyarakat rasial Jerman. Jerman juga mencari kelompok-kelompok lain yang mereka anggap sebagai “ras rendah” yaitu Orang Roma (Gipsi), orang cacat, dan sebagian bangsa Slavia (Polandia, Rusia, dan lainnya) kaum Komunis, Sosialis, Saksi Yehova, dan homoseks.
Di dalam film ini kita dapat melihat betapa berkuasanya nazisme sendiri yang melihat kekerasan dan perang sebagai tindakan yang menciptakan regenerasi semangat, nasional dan vitalitas.
Kemudian Tekanan pada nazisme terpusat pada mitos tentang darah (rasisme) dan tanah (nasionalisme) serta penggunaan kekerasan sebagai bagian dari kehidupan dalam penyelesaian masalah. Hal ini dapat dicontohkan ketika Hitler memerintahkan membunuh bangsa Yahudi dalam Perang Dunia II sebagai cara untuk menjaga kemurnian ras Bangsa Arya (Jerman), peristiwa Holocaust ini tentu telah menjadi sejarah buruk bagi perjuangan Hak Asasi Manusia.
Mereka menganggap bahwa ras mereka lebih unggul dari pada lainnya, sehingga yang lain harus tunduk atau dikuasai. Dengan demikian hal ini memunculkan semangat imperialisme.
Kita juga bisa melihat dalam film betapa totaliternya pada saat itu ketika kaum kaum yang dianggap pinggiran seperti anak anak, lansia dan perempuan mereka ditempatkan terpisah dari laki laki, dimana laki laki dipaksa bekerja dan “Kaum Pinggiran” ini nantinya akan dibakar hidup hidup, dibantai dan disiksa oleh tentara Nazi di kamp yahudi.
Bagi ideologi tersebut manusia tidaklah sama, justru pertidaksamaanlah yang mendorong munculnya idealisme mereka. Bagi fasisme, pria melampaui wanita, militer melampaui sipil, anggota partai melampaui bukan anggota partai, bangsa yang satu melampaui bangsa yang lain dan yang kuat harus melampaui yang lemah.
Jadi nazisme menolak konsep yang berdasarkan aspek kemanusiaan, dan menggantikan dengan ideology yang mengedepankan kekuatan.inilah yang menjadi poin penting juga melihat kejadian holocaust yang mengesampingkan hak dan dasar kemanusian, dengan doktrin doktrin olhe Hitler, sentimen anti yahudi yang disebarkan serta berkuasanya ideologi itu sendiri.
Berakhirnya perang dunia juga sebagai titik dimana Fokus pemikiran HAM terletak pada bidang hukum dan politik yang disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
Karena diharapkan kejadian genosida atas dasar rasisme tersebut tidak terulang kembali seiring dengan upaya PBB mengenai 30 pasal HAM yang diproklamasikan, dengan harapan genosida atau pembantai masal serta sentiment atau diskriminasi mengenai rasa tau etnis tersebut dapat dihindari, namun melihat dunia kontemporer saat ini peristiwa berupa pemberontakan.
Sentimen ras di belahan dunia seperti kepada masyarakat rohingya, konflik konflik timur tengah, atau seperti yang terjadi awal tahun ini mengangkatnya lagi mengenai konflik antara ras hitam dan putih di amerika serikat, maka terdapat hal penting mengenai rasisme dalam konteks HAM ini seberapa efektifkah negara dalam pencegahan itu sendiri?