Manusia merupakan mahluk sosial yang senantisa menggunakan nalurinya untuk melanjutkan hidup dan berkehendak dengan mengikuti prosedur-prosedur kehidupan agar diterima di kehidupan sosialnya. Di kehidupan sosial terdapat lembaga-lembaga atau institusi-institusi berbeda yang di dalamnya terdapat individu-individu yang melakukan serangkaian kegiatan sesuai dengan prosedur yang ada dalam institusi tersebut.
Contohnya adalah perpustakaan, perpustakaan merupakan suatu ruang yang di dalamnya terdapat banyak buku atau bahan kajian, namun perpustakaan tidak dapat berkembang apabila manusia tidak turut andil untuk mengaturnya.
Menurut penuturan SD (22 Tahun) seorang mahasiswa pascasarjana konsentrasi ilmu perpustakaan, dalam pengklasifikasian satu buku memerlukan proses yang panjang, seorang pustakawan tidak hanya mengikuti prosedur aturan formal, namun juga memerlukan sederetan prosedur akal sehat untuk memutuskan jenis dari satu buku tersebut.
Mereka melakukan hal tersebut guna untuk menyempurnakan perannya dalam institusi terkait. Tindakan manusia tersebut disebut sebagai setting institusional.
Setting institusional merupakan salah satu varietas dari teori etnometodologi yang di kemukakan oleh sosiolog bernama Harold Garfinkel dalam bukunya yang berjudul “studies in ethnomethodology” pada tahun 1967..
Garfinkel mengadopsi teori milik Durkheim yaitu teori “fakta sosial” namun ia memiliki pandangan berbeda mengenai fakta sosial yang dikemukakan Emile Durkheim, menurut Durkheim hal yang membatasi individu adalah hal-hal eksternal yang bersifat koersif.
Sedangkan menurut pandangan Garfinkel fakta sosial merupakan capaian para individu sebagai suatu produk kegiatan metodologis para individu itu sendiri. Dari paparan tersebut kemudian Garfinkel mengembangkannya menjadi teori yang disebut “etnometodologi”.
Garfinkel memandang bahwa manusia adalah aktor yang dalam menyelesaikan masalahnya tidak menggunakan logika formal namun “penalaran praktis”. Etnometodologi dalam praktiknya di kehidupan sehari-hari dapat diklasifikasikan sebagai studi kualitatif yang fokus pada kesadaran, persepsi, dan perilaku aktor dalam kehidupan sehari-hari atau tindakan yang telah dianggap biasa.
Etnometodologi pada awalnya banyak mengalami penolakan dan mendapat kritik keras dari beberapa sosiolog dan menuntut untuk membuang etnometodologi dari ranah akademik.
Setting institusional pada pendekatan etnometodologi berfokus pada struktur, aturan formal, dan prosedur formal dalam menjelaskan perilaku individu di dalam suatu institusi (Ritzer 2019: 423) etnometodologi menganggap bahwa batas-batas eksternal tidak cukup untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di dalam lembaga-lembaga ini.
Individu atau anggota tidak ditentukan oleh kekuatan eksternal itu, mereka menggunakannya untuk menyelesaikan tugas dan menciptakan institusi tempat mereka berada. Individu menggunakan program praktis tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari mereka, tetapi juga dalam produksi massal produk institusional mereka.