Mohon tunggu...
M Aulya Rusyadi
M Aulya Rusyadi Mohon Tunggu... -

jika bermimpi itu salah, maka saya tidak akan tidur.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Orang "Jakarta" Jangan Ngomongin "Daerah" Lah!!!

29 Maret 2012   18:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:17 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tau apa kalian tentang apa yang terjadi di "daerah". Ditanya devinisi saja kalian tidak bisa devinisikan dengan benar. Saya juga. Oleh karena itu, saya akan berhenti menyebut "daerah" seperti kalian menyebut "daerah".

Apa yang kalian tau cuma sekedar jelajah satu-dua hari. Sebut saja lebih lama satu bulan, dua bulan, satu tahun?!

Masih mending yang itu. Ada lagi yang lebih parah, ngomongin "daerah" cuma dari apa yang media (lagi-lagi) Jakarta kabar dan siarkan. Meski beritanya dari kontributor lokal, tetap saja editor-editor ter-Jakarta-kan.

Okey kalau kalian adalah orang "daerah" yang lahir dari "daerah" tertentu lalu kemudian merantau ke Jakarta. Sama saja! Jangankan sehari, sedetik saja apa yang pernah kalian tinggalkan itu bisa berubah.

Ayo sini, datang dan tinggal di "daerah", saya pastikan jika anda akan menangis minta balik ke Jakarta. Kalau memang ada yang sanggup tak menangis, semua jempol dan yang mirip jempol saya acungkan. Angkat topi, tunduk kepala.

Sudah banyak saya dengar orang-orang Jakarta itu datang ke "daerah" yang mau berbuat sesuatu untuk merubah daerahnya untuk jadi lebih baik, toh sebentar saja sudah cabut balik ke Jakarta. Memang bukan cuma karena perut yang semakin kosong. Idealisme pun semakin tipis sepertinya. Tetapi saya kasih penghargaan besar untuk beberapa dari mereka yang tetap bertahan dengan idealismenya membangun daerah.

Itulah gilanya "daerah". Tempat dan orangnya yang selalu ingin kalian brain washing dengan ke-Jakarta-an ini sudah menjelma menjadi jauh lebih ganas akibat "mutasi genetik" yang kalian lakukan dan sebarkan lewat media-media yang menyebut dirinya media nasional padahal Media Jaksional (baca: menasionalkan Jakarta). Belum merasa juga?! (Memang susah "orang Jakarta" ini). Akibatnya? Selamat, kalian sudah berhasil membuat kami memandang negatif banyak hal yang sebenarnya mungkin tidak terjadi seperti yang digembar-gemborkan. Bahkan menyebar ketakutan-ketakutan dan kecemasan-kecemasan dengan alasan yang dikarang-karang.

Sebenarnya saya memang tidak berhak marah dan menghakimi sebagai individu.

Sebelumnya saya harus jelaskan bahwa saya tidak pernah punya masalah dengan Jakarta. Bahkan saya sangat mencintai berjalan kaki di kota tersebut. Tapi "Jakarta" yang pakai tanda petik ini punya masalah dengan banyak orang-orang di daerah. Atas kepentingan pihak-pihak penting dan merasa penting, rasanya mereka memang telah berhasil menjadikan "Jakarta" sebagai "penjajah" bagi tanah Indonesia ini. Dan daerah adalah "pasar" yang harus dikuasai. Mereka menjajah dengan gaya modern. Sudah pakai media sekarang. Media menjadi penjajah dengan menjual mimpi-mimpi tentang ke-Jakarta-an. Mulai dari cara berbicara, cara berpakaian, cara bersosialisasi, bahkan cara bermimpipun harus seragam cara "Jakarta". Tetapi apa daya, media lokal di masing-masing "daerah" pun seperti "nyonya tua besar saja". Bahkan tidak sedikit yang lagi-lagi dikuasai si "Jakarta". Hasilnya bisa ditebak, apalagi kalau bukan konsumerisme?!. Bukan cuma konsumsi barang, tapi juga konsumsi eksistensi dan aktualisasi orang-orang "pentingnya". "Jakarta" sepertinya meniru persis bagaimana Inggris menjajah semenanjung Malaya puluhan tahun lalu.

Kami yang di "daerah" ini, yang selalu kalian kabarkan rusuh sana-sini, ribut sana-sini, tidak seperti apa yang kalian bayangkan. Kami baik-baik saja. Kami tidak takut seperti ketakutan-ketakutan kalian. Kami jauh lebih menghargai banyak perbedaan yang ada disekitar kami. Yang demo, yah demo saja. Yang tidak demo yah beraktivitas seperti biasa. Kami tenang-tenang saja. Yang kalian lihat cuma potongan gambar kamera yang bisa saja tak menangkap cerita dibalik mata sisi kamera yang lain.

Kalian takut BBM naik? Kami sudah terbiasa dengan BBM yang langka dan mahal. Kalian takut tarif listrik mahal, kami sudah terbiasa dengan listrik yang hidup-mati nya udah seperti minum obat demam, tiga kali satu hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun