Dua belas tahun yang lalu aku sekeluarga pernah tinggal di desa kecil dekat kaki gunung. Rumah yang kami sewa saat itu tergolong mini karena hanya diperlukan untuk tiga orang yaitu ayah, ibu dan diriku sendiri. Meski begitu, halaman rumahnya termasuk lebar, apalagi tidak ada pagar pembatas antara rumah kami dengan rumah tetangga. Tak jarang aku dan teman-teman masa kecilku pun sering bermain sepak bola di halaman itu.
Bola yang ditendang dengan semangat menggebu seringkali keluar arena pertandingan, kami tidak mengeluh, malah sama-sama tertawa saat mengambilnya. Tersangkut di atas genteng, di pohon mangga, masuk ke kandang sapi tetangga, terjebak di antara semak belukar, semua sudah biasa. Tapi suatu hari entah mengapa tendanganku terlalu kencang hingga membuat bola terbang begitu jauh ke belakang gawang. Melewati semak belukar di halaman belakang rumah.
Di temani seorang teman, aku dan dia pun bersama-sama segera mencari bola kembali. Pencarian itu awalnya menyenangkan karena diselingi saling lempar ejekan dan guyonan, tapi lama kelamaan kami kesal karena tak kunjung menemukan bolanya. Temanku marah, menanyakan ke mana aku menendang bola itu, tentu saja aku juga tidak tau.
Karena kami berdua tak kunjung kembali, satu orang teman lainnya datang menyusul. Kami terus mencari. Di antara semak dan ranting pohon. Di dalam lubang bekas kolam lele sampai di balik tumpukan batu bata yang tak terpakai, namun tetap saja tidak ditemukan.
Karena sudah lelah mencari, kami sepakat untuk kembali saja. Soal bola, biarlah aku membeli yang baru di warung.
Baru saja hendak melangkah pergi, tiba-tiba aku mencium sesuatu yang sangat bau. Seperti busuk. Hal itu juga dirasakan dua temanku, jadi kami bertiga mengendus udara. Memertanyakan dari mana asal bau menyengat itu.
Karena saat itu kami masih kecil, tak ada hal lain yang terlintas di pikiran kami selain ... Hantu.
Kami pun lari tunggang langgang dan menceritakan semua pada teman-teman. Pertandingan bola kecil-kecilan itu pun langsung dihentikan, semuanya kembali ke rumah masing-masing.
Aku menceritakan kejadian hilangnya bola dan bau busuk itu pada ibuku. Kata beliau, aku dan temanku mungkin saja kurang teliti mencari bolanya dan soal bau busuk, mungkin saja ada tikus mati di sana. Jawaban yang masuk akal, tapi aku tetap tidak puas. Â Dalam hati aku masih yakin kalau ada 'sesuatu' di balik menghilangnya bola itu.
....
Menjelang malam, aku semakin gelisah. Ayah tak kunjung pulang dari tempat kerja dan di rumah hanya ada aku dan ibuku. Kata ibu, Ayah harusnya pulang sebentar lagi. Beliau menyuruhku untuk tenang dan segera mandi. Mana bisa aku melakukan keduanya sementara pikiranku saat itu dipenuhi bayang-bayang hantu mengerikan.
Aku lebih memilih untuk menunda mandi sampai besok pagi atau setidaknya sampai ayah ada di rumah.
Tak lama setelah itu terdengar bunyi ketukan dari pintu belakang. Aku segera berlari menghampiri, berniat untuk membukanya karena di dalam pikiranku yang mengetuk itu pasti ayah. Sama sekali tak terlintas pikiran curiga karena sebelumnya aku tidak mendengar suara motor.
Ketika pintu telah terbuka, yang kudapati adalah sebuah bola. Bola berbubuh lumpur dan pasir. Bola yang biasa ku maninkan bersama teman-teman. Aku menoleh ke sana-ke mari. Tidak ada orang. Aku pun membanting pintu dan berlari menghampiri ibu dengan kedua kaki gemetar ketakutan.
Malam itu aku ditidurkan oleh rasa takut sampai pagi menjelang.
Sekitar pukul enam aku mendengar suara gaduh. Aku keluar rumah melihat ayah dan ibu ada di teras belakang, perasaanku jadi lega. Tapi tidak sepenuhnya sebab raut wajah mereka terlihat begitu serius. Selain itu banyak warga berkumpul di sekitar rumah kami, terutama area halaman belakang.
Aku hanya menguping sedikit dari balik tembok saat mereka mengobrol dengan warga lain.
Informasi yang berhasil kutangkap saat itu adalah semalam ada polisi datang ke desa ini untuk mencari pelaku pembunuhan balita yang kabur membawa mayat.
.......
Sampai sekarang, cerita ini masih membekas di kepalaku.
Bagaimana aku mencium bau busuk yang ternyata adalah bau mayat. Bagaimana bolaku tak ditemukan karena ternyata disembunyikan dulu oleh si pembunuh yang bersembunyi agar aku dan teman-teman segera pergi. Lebih mengerikannya lagi, si pembunuh itulah yang mengembalikan bola ke rumahku.
Baca juga : cerpen : Alien itu (tidak) ada!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H