Mohon tunggu...
Aulya Fairuz
Aulya Fairuz Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Vaksin, Masih Diperdebatkankah?

7 September 2017   01:20 Diperbarui: 7 September 2017   01:33 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

8 tahun yang lalu, sepulang dari perjalanan ke Puncak yang memakan waktu seharian, saya tetiba mengalami batuk yang tak kunjung reda. Pagi sampai malam batuk-batuk yang saya alami tidak kunjung reda, sampai saya tidak bisa tidur di malam hari. Kondisi whooping coughini ditambah dengan nafsu makan yang hilang. Kondisi saya pada saat itu sangatlah lemas dan tidak berdaya. Akhirnya saya pun dikatakan mengalami campak. Dokter yang merawat saya pun bertanya kepada ibu saya," ini dulu anaknya tidak divaksin mmr ya?". Tentu jawaban dari pertanyaan itu adalah iya.

Vaksin, salah satu penemuan manusia yang dianggap sebagai suatu keajaiban saat pertama kali ditemukan, merupakan upaya kesehatan yang sangat efektif dan efisien dalam mencegah terjangkitnya anak dengan beberapa penyakit menular. Walaupun pencapaiannya yang luar biasa, ternyata gerakan anti-vaksin sampai hari ini masih ada di Indonesia.

Polemik anti-vaksin ini ternyata belum sepenuhnya surut sampai hari ini. Contoh gamblangnya ialah kabar seorang tokoh publik yang dikabarkan menolak untuk mengimunisasi kedua buah hatinya. Hasilnya? Mereka pun terkena campak dan harus dirawat di rumah sakit. Belum lagi jika kita lihat data bahwa tingkat cakupan imunisasi di Indonesia pada periode tahun 2012-2015 mengalami tren penurunan dan bahkan tidak dapat mencapai target rencana strategis kementerian kesehatan (renstra). Dampak buruk cakupan imunisasi yang rendah pun secara nyata bisa dilihat di Indonesia. Pada tahun 2005-2006 terjadi wabah polio di beberapa provinsi akibat maraknya gerakan anti-vaksin. Kejadian ini menyebabkan 352 anak Indonesia lumpuh, cacat, menjadi beban keluarga seumur hidup. Akibat penyebaran isu yang salah pulamengakibatkan banyak anak Indonesia tidak diimunisasi DPT sehingga terjadi wabah difteria di Indonesia tahun 2007-2013. 2.869 anak harus dirawat di rumah sakit dan 131 anak meninggal dunia. Isu yang sama juga berdampak keppada menurunnya angka imunisasi campak sehingga makin banyak anak yang sakit berat atau meninggal akibat campak. Tahun 2010-2014 terjadi 1.008 kali wabah campak dan menyerang 83.391 bayi dan anak Indonesia.

Yang menjadi pertanyaan sekarang: mengapa masih banyak orang tidak mau memberikan vaksin pada anaknya? Mari kita coba jawab sembari dibandingkan dengan fakta yang ada.

Alasan pertama yang dahulu sering menjadi senjata pamungkas ialah ketakutan vaksin dapat menyebabkan autisme pada anak. Pendapat ini pertama kali muncul pada tahun 1900an dan diprakarsai oleh hasil penelitian seorang mantan dokter yang menyatakan vaksin MMR (measles, mumps, rubella) dapat menyebabkan autisme pada anak. Namun, yang harus diperhatikan ialah mantan dokter tersebut hanya menggunakan subjek sejumlah 12 anak dan bahkan mantan dokter tersebut sempat mengotak-atik data yang sudah ia dapatkan sehingga pada akhirnya gelar dokter dan izin praktiknya pun dicabut. Sekarang ini, pendapat mengenai vaksin menyebabkan autisme sudah banyak dibantah dan sampai detik ini tidak ada bukti yang menunjukkan vaksin merupakan penyebab autisme pada anak, sehingga alasan ini sudah seharusnya tidak lagi menjadi kekhawatiran orang tua.

Alasan kedua yang menjadi kekhawatiran orangtua ialah bahwa vaksin itu tidak aman dan malah dapat menyebabkan anak sakit. Masih banyak sekali anggapan di masyarakat bahwa memberikan vaksin ke anak itu menyakiti anak karena kandungan vaksin yang bukan hanya virus/bakteri yang dilemahkan, tapi juga dipercayai mengandung bahan-bahan kimia yang berbahaya. Sekarang mari kita lihat faktanya. Memang vaksin berisi virus ataupun bakteri yang sudah dilemahkan atau dimatikan, namun seperti yang sudah dinyatakan, virus dan bakteri tersebut sudah dilemahkan atau bahkan dimatikan sehingga mereka sudah tidak memiliki kemampuan untuk menyebabkan penyakit di dalam tubuh sang anak. Justru adanya bakteri atau vaksin yang sudah tidak bisa menyebabkan penyakit ini akan merangsang tubuh untuk menghasilkan antibodi yang sudah mengenali bakteri atau virus tersebut, sehingga jika nanti anak tersebut terkena bakteri atau virus tersebut, tubuh mereka sudah bisa melawan sehingga mereka tidak akan sakit. Dan untuk bahan-bahan ataupun prosedur yang dianggap berbahaya, banyak spekulasi ini didasari oleh berita tahun 1950-1960an yang dikutip dari beberapa buku dari luar negeri, yang tentu saja teknologi vaksinasi sudah jauh berkembang pada hari ini.

Alasan ketiga yang cukup menjadi permasalahan di Indonesia yang mayoritas penduduknya ialah muslim ialah kabar bahwa vaksin itu haram. Hal ini timbul karena kabar bahwa beberapa vaksin seperti vaksin khusus polio (IPV) dikabarkan menggunakan enzim dari babi dalam proses pembuatannya. Tentu akan sangat panjang bila dijelaskan pada esai ini mengenai fatwa hukum vaksinasi menurut ulama, namun yang perlu diketahui adalah kesepakatan ulama dan MUI menyatakan bahwa vaksin halal dikarenakan manfaatnya yang jauh lebih berat dibandingkan mudharatnya. Selain itu, enzim babi digunakan hanya sebagai katalisator sehingga tidak ikut bereaksi dan tidak terdapat di produk akhir vaksin, fakta ini menguatkan kembali fatwa bahwa vaksin itu halal. Bahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan pernyataan rekomendasi No. U-13/MUI/KF/VII/2017 yang isinya memberikan dukungan pelaksanaan program imunisasi termasuk imunisasi Measles dan Rubella (MR).

Hal terakhir yang perlu diingat adalah fakta bahwa vaksinasi bukan hanya menyelamatkan nyawa anak anda, tetapi juga menyelamatkan anak-anak lain yang ada disekitar. Pernah mendengar istilah herd immunity? Herd immunitymerupakan suatu konsep dimana semakin banyak anak yang tervaksinasi, maka akan semakin susah suatu penyakit untuk menyebar sehingga anak-anak memiliki "imunitas" dari penyakit tersebut. Herd immunityini sangat penting karena penyakit-penyakit yang memiliki vaksin ini merupakan penyakit-penyakit yang sangatlah menular. Penurunan angka vaksinasi di suatu daerah, walaupun sedikit saja, dapat mempengaruhi penyebaran penyakit tersebut. Mari kita belajar dari pengalaman salah satu negara maju di Eropa yaitu Perancis. Pada tahun 2007, kasus campak di Perancis hanya berjumlah 40 kasus. Namun, cakupan vaksinasi mereka menurun dari 95% menjadi 89%. Akibatnya, pada tahun 2011 kasus campak naik drastis menjadi 15.000 kasus. Disinilah kita bisa melihay bahwa vaksinasi merupakan hal yang sangat penting dan tidak hanya mempengaruhi jiwa anak kita, tapi juga jiwa orang-orang disekitar kita. Inilah yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan himbauan bahkan undang-undang untuk anak Indonesia mendapatkan vaksinasi, seperti UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa setiap anak Indonesia berhak mendapatkan imunisasi untuk mencegah penyakit-penyakit yang dapat dihindari.

Sangatlah wajar dan manusiawi jika orangtua selalu was-wasdengan kondisi anaknya, bahkan hal ini merupakan hal yang baik. Namun, berdasarkan fakta-fakta yang ada, vaksinasi terbukti tidak membahayakan buah hati, bahkan justru melindungi bukan hanya buah hati anda, tetapi seluruh orang di sekitar anda. Tentu tidak ada lagi alasan untuk tidak memvaksinasi anak yang anda sangat cintai, bukan?

Referensi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun