Mohon tunggu...
M Aulia Rahman
M Aulia Rahman Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

City life enthusiasts

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Begini Rasanya Terkena Serangan Panik (Panic Attack)

26 April 2023   12:59 Diperbarui: 29 September 2023   19:02 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peringatan: Artikel ini berbicara mengenai kesehatan mental, kebijaksanaan pembaca sangat dibutuhkan.

-----

Hari itu Minggu, pada hari itu saya bekerja. WFH. Namun sebenarnya saya merasakan sakit kepala sudah berhari-hari karena kecemasan dan obat yang saya konsumsi sudah tidak mempan membantu insomnia akut yang saya alami.

Jadi, tidak masalah; bekerja sajalah pikirku. Tumpukan artikel masih menunggu. Toh kemarin-kemarin saya juga mampu menyelesaikan pekerjaan.

Namun entah kenapa pada hari ini saya menganggap bahwa "Hari ini sudah waktunya". Maka sekira pukul 22, satu jam sebelum saya menyelesaikan shift, segala kejahatan seolah menimpa.

obat yang saya konsumsi sudah tidak mempan membantu saya tidur (dokumentasi pribadi)
obat yang saya konsumsi sudah tidak mempan membantu saya tidur (dokumentasi pribadi)

Tiba-tiba saja kaki dan tangan saya membeku. Dingin itu menjalar dan bergetar tanpa bisa saya kendalikan. Jantung pun berdebar, sedikit sesak rasanya, pikiran saya sangat kalut.

"Begini kah rasanya? Duh sial, mana jelang tengah malam!", omel saya.

Sementara itu artikel mengalir deras, masih banyak yang perlu saya kerjakan.

Tapi saya terpaksa mengakhiri, saya gak kuat lagi.

Tak lupa saya teks rekan dalam keadaan tangan gemetar tidak karuan, hanya sebatas kata "Bang", sangat sulit! Tetikus yang saya genggam jatuh terbanting.

Selama setengah jam saya dalam rasa kalut dan pasrah menenangkan diri di dalam kamar.

Kapan rasa dingin ini berakhir? Keringat mengucur, wajah saya pucat. Saya takut karena tidak pernah merasakan ini sebelumnya.

"Papa, mama, aku perlu ke Rumah Sakit sekarang, tolong temani", mereka kaget melihat saya gemetar, meski dalam hatiku kasihan rasanya sudah malam merepotkan keluarga.

15 menit kemudian, kami berangkat menuju rumah sakit yang jaraknya 21 km dari rumah. Mereka meminta driver untuk berjalan cepat karena melihat saya bernafas sesak.

"bawa dengan tenang saja, tidak perlu cepat-cepat, saya jadi takut", kata saya.

Selama perjalanan gemetar itu mereda, saya segera memberi kabar rekan dengan detil dan syukurlah mereka memahami.

Malam itu jalanan lengang, jadi kami bisa sampai cepat. sesekali saya melamun melihat cahaya dari jendela sembari ibu turut menenangkan kekalutan saya.

Sekira pukul 23 kami tiba di IGD, saya ditangani dengan baik. Diberi cairan infus, meski pada awalnya saya menolaknya, dan mengambil darah 4 tabung sampai lemas rasanya, wkwk.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Namun sebenarnya saya mencemaskan di mana orangtua saya tidur? Suhu ruangan IGD sangat dingin dan tempat tidur hanya untuk pasien. Saya merasa bersalah meminta mereka ikut.

"Nanti kita lihat hasil laboratorium ya, seharusnya tidak apa-apa, tidak ada tanda-tanda emergency, kalau kamu pasien rawat jalan dari poli Amino, biasanya ini karena serangan panik, malam ini kami telpon dokter kamu", kata dokter jaga.

Beberapa jam kemudian hasil laboratorium dan CT Scan tertulis normal. Ternyata beginilah serangan panik. Syukurlah bukan penyakit lain, kataku.

Saya minta untuk masuk perawatan. Karena saya takut serangan ini berulang dan saya tidak tahu harus bagaimana.

------

Pada pagi hari saya diantarkan dengan kursi roda oleh perawat, kira-kira jaraknya sejauh 500 meter dari IGD yang di depan gedung Rumah Sakit sampai Poli Amino yang letaknya di ujung belakang.

Namun asiknya, saya dibawa bersama pasien yang akan dirawat juga. Lho kok asik?

Alkisah semalaman di IGD saya tidak bisa tidur, saya bertemu pasien Skizoaktif yang kambuh, kami berkenalan dan berbincang. Sebut saja dia Mr. J.

Meskipun dia sedang kambuh dan berbicara melantur, tapi saya merasa punya teman dan tidak bosan, saya bisa bercakap Bahasa Inggris dengannya karena dia lebih lancar berbicara Bahasa tersebut.

Sembari melewati koridor-koridor rumah sakit, keluarganya bercerita latar belakang mr. J. Dia sangat cerdas, namun hati saya prihatin, orang sepintar dia menanggung penyakit mental yang tidak bisa disembuhkan.

Perawat membuka kunci area Amino "yang sangat rahasia", saya dipakaikan gelang pasien. Seumur-umur saya berobat di sini, saya baru bisa masuk area khusus ini. 

Terlihat tenang, bersih, dan putih.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Dokter saya pun datang dan menyambut saya:

"Aul... jangan khawatir. Kalau sudah tidak kuat lain kali istirahat ya, saya sudah warning kamu sebenarnya dari minggu  lalu".

"Maaf ya, dokter. Sekarang saya menyerah. Saya sangat takut semalam, rasanya seperti serangan jantung".

"Nggak, begitulah serangan panik. Yasudah istirahat di kamar dulu, nanti sore kita ngobrol".

Sekitar jam 9 saya tutup kamar dan istirahat, dari dalam saya mendengar aktivitas pasien yang riang, sementara mr. J ditempatkan di area yang berbeda dengan saya.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Papa dan mama pulang, Dalam rasa tenang karena akhirnya saya dirawat, Perlahan saya terlelap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun