Dulu sebagai warga yang tinggal di sekitar Jakarta. Saya turut mendambakan adanya alternatif menuju bandara internasional Soekarno-Hatta. Jalan tol yang situasinya sudah gak tertolong, terlebih apabila memasuki musim hujan, ancaman banjir yang menggenangi jalan tol senantiasa menakut-nakuti kami.
Apalagi jarak tempuh dari rumah ke bandara sekitar 60 kilometer, estimasi agar bisa tepat waktu sampai bandara Soekarno-Hatta adalah 3 jam dengan situasi perjalanan lancar dan sempat check-in dengan waktu yang mepet. Maka itu berdasarkan pengalaman pribadi, saya rasa pergi dengan pesawat melalui Bandara Soekarno-Hatta menjadi tidak praktis dan butuh banyak energi dan pikiran.
Sekadar perbandingan, menurut statistik jumlah penumpang bandara Soekarno-Hatta sudah mencapai 63 juta orang per tahun (angkasapura2), sedangkan Bandara Changi 58,7 juta orang/tahun (sumber: beritasatu), dan KLIA baru 53 juta orang/tahun (sumber: klia.com.my).
Namun, dengan jumlah penumpang sebanyak itu hanya Soekarno-Hatta yang tidak ditunjang dengan akses kereta api. Sayang sekali, bandara utama di NKRI yang kapasitasnya lebih besar malah tidak mampu bersaing dengan bandara di Negara tetangga.
Sewaktu saya mengunjungi kedua kota tersebut, saya tidak melewatkan kesempatan untuk merasakan kereta bandara di sana. Perjalanan menjadi sangat mudah. Sebagai orang asing saya seperti dimanja di negeri orang dibandingkan di tanah air. Membayangkan kapan peradaban Jakarta bisa semaju itu.
Akhirnya keinginan warga Jakarta untuk mengakses bandara dengan kereta terwujud. Artinya, kita tidak perlu khawatir lagi dihantui akan terjebak macet di tol karena sudah punya alternatif lain.
Namun kemunculannya belum tentu menyelesaikan semua masalah. Kehadirannya justru menimbulkan polemik. Semenjak pembangunannya pun saya mulai merasa ada yang janggal. Ada beberapa hal yang membuat saya bingung dengan konsep KA Bandara ini. Hingga akhirnya firasat buruk itu perlahan terjadi.
Pertama, KA Bandara tidak punya jalur khusus
KA Bandara Soekarno-Hatta adalah layanan eksekutif yang hanya berhenti di stasiun tertentu. Secara konsep mirip dengan KA Bandara di Kuala Lumpur, Malaysia.
Dimulai dari stasiun Manggarai - Sudirman Baru - Duri - Batu Ceper - Stasiun Bandara Soetta. Dengan layanan eksekutif tersebut, maka tidak ada penumpang yang berdiri, ada toilet dalam kereta, hiburan, serta pengisi daya di setiap tempat duduk.