"Tetapi tidak hilang harapan kami, harapan selama 2000 tahun. Menjadi bangsa yang bebas di tanah kita sendiri, tanah Zion dan Yerusalem", -Â Hatikvah, Lagu Kebangsaan Israel.
Seperti itulah lirik terakhir dalam lagu yang berarti sebuah harapan. Diadaptasi dari sebuah teks syair yang ditulis oleh Naphtali Herz Imber pada tahun 1878, seorang penyair Yahudi Austria.
Kini status area tersebut masih dalam "perebutan" antara Israel dan Palestina.
Puncak perayaannya adalah pada saat Jerusalem day tanggal 28 Iyar (penanggalan Yahudi) dan peringatan kemerdekaan Israel yang jatuh pada 14 Mei tiap tahunnya.Â
Kota Yerusalem pada hari itu bisa dideskripsikan penuh dengan suka cita, seluruh warga tumpah ruah memenuhi jalanan dan Tembok Barat. Para pemuda bernyanyi dan kompak mengenakan pakaian putih sambil membawa bendera.
Keadaan ini bukan terjadi tanpa sebab. Tepat 100 tahun yang lalu, pada 2 November 1917 sebuah deklarasi Balfour tercipta, yang bisa dibilang menjadi akar konflik abadi antara Israel-Palestina dan tentunya berpengaruh dengan kehidupan 3 agama samawi yang penganutnya mendominasi dunia saat ini.
Deklarasi tersebut berisi pernyataan untuk menjadikan tanah Palestina sebagai tempat tinggal nasional orang-orang Yahudi yang pada saat itu terpencar dan terdiskriminasi di Eropa dan Amerika.Â
Diajukan oleh Kementrian Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour kepada pemimpin komunitas Yahudi di Inggris, Lord Walter Rothschild untuk menuntut hak-hak politik bangsa Yahudi di tanah perjanjian.
Harapan 2000 tahun
Jika kita menengok lebih jauh ke belakang, paling tidak peristiwa yang terjadi 2000 tahun yang lalu, kita baru dapat memahami mengapa Israel begitu ingin menjadi penguasa tunggal Yerusalem.
Saat itu Yerusalem merupakan pusat keagamaan bangsa Yahudi dengan Kuil yang berdiri di atas Temple Mount. Kuil tersebut dibangun megah dengan lapisan emas dan tembok pualam putih yang membuatnya bersinar, merupakan bangunan paling indah pada masa itu.Â
Baik Alkitab, Talmud, maupun Alquran sama-sama meriwayatkan betapa megahnya Bait Allah pada masa itu. Kepada Kuil tersebut bangsa Yahudi mengarahkan ibadahnya dan berkurban karena terdapat Tabut Perjanjian sebagai jalur penghubung antara manusia dan Tuhan.
Dalam cacatan sejarah, sebanyak 52 perang telah terjadi di kota ini dan pernah dibumihanguskan sebanyak dua kali. Pada dua kali itu pula bangsa Yahudi menjadi korban kekalahan perang dan terusir dari Yerusalem.
Pertama ketika kekalahan dengan bangsa Babilonia dan yang kedua saat kekalahan melawan bangsa Roma, kuil kedua yang dibangun pada masa Herodes dihancurkan dan dibakar hingga melelehkan emas yang menghiasi bangunan tersebut.
Yosefus, sejarawan Yahudi pada saat itu, menuliskan bahwa kota ini "hampir seluruhnya diratakan dengan tanah oleh mereka yang menghancurkannya sampai fondasinya, sehingga tidak ada yang tersisa yang pernah dapat meyakinkan para pengunjung bahwa di situ pernah menjadi suatu tempat pemukiman (Jewish War, 7:1:1).Â
Bangsa Yahudi diusir dan dilarang memasuki Yerusalem selama ratusan tahun. Selama kekuasaannya, Temple Mount dibiarkan begitu saja dan bahkan dipenuhi sampah.
Dalam periode Islam, kekhalifahan membangun Yerusalem dengan identitas yang baru dengan sebuah monumen Dome of the Rock yang berdiri kokoh diatas reruntuhan kuil tersebut.
Banyak hal yang terjadi di Temple Mount dan di bawah Dome of the Rock. Beberapa percaya bahwa itu adalah batu penciptaan pertama (the foundation stone) yang dijadikan Tuhan untuk menciptakan bumi.Â
Batu tersebut juga menandakan titik tertinggi gunung Moriah, tempat Ibrahim hampir mengorbankan anak kesayangannya (Ishak menurut tradisi Yahudi & Kristen / Ismail menurut tradisi Islam).
Beberapa rabi percaya bahwa kehadiran Tuhan masih terasa kuat di sana dan bahkan memperingatkan para turis untuk tidak pergi ke sana untuk menjaga kesucian tempat tersebut. Di sinilah Tuhan berbicara kepada para nabi dalam kehadirannya yang agung.
Di sinilah iblis menawari Dia semua kerajaan di dunia. Di sinilah letak tirai ruang Maha Kudus di dalam Kuil terbelah pada napas terakhir Yesus.
Di sinilah kiblat pertama umat Islam sebelum dipindahkan ke Kakbah di Mekah.
Pada masa depan, tepat di seberang jalan dari Temple Mount ada pohon zaitun dimana suatu hari sang juru selamat akan kembali untuk menebus dunia dan berkuasa dari area tersebut.Â
Singkatnya, baik Yahudi, Kristen, dan Islam sama-sama meyakini bahwa tempat tersebut merupakan gerbang menuju Tuhan.
- - - - - - -
Israel mengklaim bahwa kemenangannya mengambil kontrol Yerusalem atas perang enam hari memiliki arti bahwa Yerusalem merupakan kota yang satu dan tidak dapat terbagi.Â
Di sisi lain, sampai saat ini Palestina terus mengupayakan untuk "meminta bagian" kota tersebut di sebelah Timur yang didominasi oleh warga Arab Palestina itu sendiri.
Meski begitu, Israel justru memberi perhatian pembangunan di Yerusalem Timur dengan memberi pasokan listrik, sanitasi, kebutuhan pangan, dan membangun jalan agar tidak timpang dengan keadaan Yerusalem Barat yang sudah berkembang pesat serta berkontrol penuh atas keamanan di wilayah itu.
Israel juga membangun pemukiman Yahudi yang membuat Palestina sudah tidak punya alasan untuk mengklaim Yerusalem Timur sebagai wilayah mereka.Â
Bagi Israel, memberikan hak dan kuasa kepada Palestina atas Yerusalem sama saja dengan mengkhianati sebuah harapan sebagaimana yang mereka lantunkan dalam lagu kebangsaan.
Yang artinya akan tetap ada konflik untuk mendapatkan itu. Selama masih ada harapan, saat itulah masih ada konflik di Yerusalem. Entah seperti apa jadinya nanti, yang pasti kedua belah pihak mengharapkan perdamaian dan keadilan menurut versi masing-masing.
Sumber inspirasi penulisan: 1 |Â 2 | 3 |Â 4
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H