Pernikahan dini saat ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini tentunya menjadi persoalan yang serius dan sangat di sayangkan terjadi, pasalnya pernikahan dini dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan bayi secara fisik maupun mental. Banyuwangi menjadi salah satu kabupaten dengan angka pernikahan dini terbanyak se- Jawa Timur. Dilansir dari pengadilan agama Banyuwangi mulai dari Januari hingga Agustus 2023 permohonan dispensasi nikah mencapai angka 523 orang. Sehingga menjadikan Banyuwangi urutan keempat se-Jawa timur, namun hal tersebut bukan merupakan prestasi yang bisa dibanggakan. PA Banyuwangi juga mencatat bahwa kebanyakan usia mereka yang mengajukan dispensasi dini berusia 15 tahun hingga 19 tahun. PA juga menyebutkan bahwa meskipun peraturan Undang- Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 1/1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pria dan wanita sudah mencapai usia 19 tahun. Namun dalam aturan lama permohonan dibolehkan meski masih berusia 16 tahun.Â
Kebanyakan mereka yang mengajukan dispensasi masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Faktor yang menyebabkan angka pernikahan dini ini meningkat karena kebanyakan dari mereka terutama pihak wanita mengalami hamil di luar menikah. Selain itu banyak faktor pendukung lainnya seperti pergaulan bebas yang disebabkan kurangnya pengawasan orang tua, faktor ekonomi keterbatasan ekonomi sering memaksa menikahkan anak lebih awal karena dianggap dapat mengurangi beban perekonomian keluarga. Selanjutnya ada faktor adat istiadat setempat yang mengharuskan mereka untuk melakukan pernikahan dini.Â
Dari tingginya angka pernikahan dini ini tentunya timbul suatu persoalan baru terutama masalah kesehatan bagi ibu dan bayi. Belum matangnya organ reproduksi dan juga kesiapan fisik remaja perempuan dapat menimbulkan masalah terhadap kesehatan kandungannya. Kemungkinan anak mengalami cacat, salah satunya dapat meningkatkan risiko gastroschisis, karena kebanyakan ibu muda kurang memperhatikan kesehatan kehamilannya, ibu muda juga sering mengalami tekanan darah tidak stabil. Selain itu kualitas sel telur yang dihasilkan belum optimal sehingga jika dibuahi kualitas nya, belum tentu baik. Bayi juga dapat mengalami stunting hal ini dibuktikan oleh penelitian Does Age of First Marriage Affect stunting? (Ecological Analysis of the 2021 Family Data Collection and 2022 Nutritional Status Survey) hasil dari penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi angka pernikahan dini suatu daerah maka semakin tinggi juga prevalensi stunting di daerah tersebut.
Akibat pernikahan dini seorang ibu yang melakukan pernikahan di bawah umur 20 tahun juga dapat memiliki risiko dua kali lipat terkena kanker serviks. Hal ini karena pada usia muda, sistem reproduksi belum sempurna, dan sel-sel yang melapisi serviks belum matang. Hal ini dapat membuat serviks lebih sensitif terhadap rangsangan karsinogenik dan spermatozoa. Semakin muda usia pertama kali menikah, semakin tinggi risiko terkena kanker serviks. Ibu juga dapat mengalami anemia dan hipertensi karena mereka dalam masih usia pertumbuhan, kebutuhan gizi mereka sangat tinggi membuat rentan terkena anemia.Â
Ibu juga dapat mengalami dampak psikologis pasca melahirkan Sebagai ibu pada usia muda dapat menyebabkan tingkat stres dan kecemasan yang tinggi, mengingat kebutuhan untuk merawat anak sambil mengelola tanggung jawab lainnya. Selain itu, belum matangnya usia emosi menjadikan seseorang belum dapat memahami satu sama lain sehingga dapat menimbulkan banyak konflik rumah tangga yang memicu kekerasan, itu juga bisa jadi penyebab ibu mengalami stres dan cemas.
Pernikahan pada usia yang belum matang secara fisik maupun mental tidak hanya memperbesar kemungkinan komplikasi kehamilan dan persalinan, tetapi juga mengancam kualitas hidup anak yang dilahirkan. Oleh karena itu, untuk menekan angka pernikahan dini di Indonesia, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai organisasi. Berikut beberapa cara untuk menekan angka pernikahan dini yaitu adanya edukasi seksual terhadap remaja untuk meningkatkan pemahaman remaja tentang dampak pernikahan dini bagi kesehatan fisik maupun mental, pengawasan orang tua terhadap pergaulan anak, bantuan ekonomi untuk melanjutkan sekolah, pengetatan peraturan tentang batas minimum usia menikah. Jika implementasi yang konsisten dan partisipasi dari berbagai pihak, angka pernikahan dini di Indonesia dapat ditekan secara signifikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H