Mohon tunggu...
Aulli R Atmam
Aulli R Atmam Mohon Tunggu... Jurnalis - Kompasianer

Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Italia Versus Inggris di Piala Dunia 1990: Antara Nasib, Drama, dan Penghargaan

11 Juli 2021   16:14 Diperbarui: 12 Juli 2021   00:32 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Italia dan Inggris bertemu di Piala Dunia 1990. Dihadapkan nasib yang berbeda, keduanya menjalani laga dramatis yang berakhir dengan berbagi penghargaan.

Italia dan Inggris akan bersua dalam partai final EURO 2020 untuk menentukan siapa yang berhak memboyong piala Henri Delaunay. Laga tersebut dijadwalkan digelar di Stadion Wembley, London, pada Senin (12/7/2021) dini hari WIB.

Sepanjang sejarah, Italia dan Inggris telah beberapa kali saling berhadapan di berbagai ajang. Duel kedua tim untuk yang pertama kalinya diketahui terjadi di Stadio Nazionale del Partido Nazionale Fascista, Roma, pada 13 Mei 1933. Kala itu, Italia dan Inggris berlaga dalam pertandingan persahabatan yang berakhir imbang 1-1.

Sejak saat itu, pertemuan kedua tim berkali-kali terulang. Catatan menunjukkan kedua tim telah bertemu sebanyak 27 kali. Final EUR0 2020 akan menjadi pertemuan yang ke-28. Selain itu, final nanti sekaligus akan menjadi momen di mana kedua tim saling berhadapan dalam laga final turnamen besar.

Meski sebelumnya tidak pernah bertemu di partai final, Italia dan Inggris pernah terlibat dalam pertandingan perebutan titel. Momen tersebut terjadi di Piala Dunia 1990 saat keduanya tampil dalam pertandingan perebutan tempat ketiga.

Nasib, Drama, dan Penghargaan

Juni 1990. Piala Dunia edisi ke-14 resmi dimulai. Italia yang menjadi tuan rumah menempati Grup A bersama Cekoslovakia, Austria, dan Amerika Serikat. Tidak sulit bagi Gli Azzurri untuk menundukkan ketiga lawannya. Italia lolos ke fase gugur sebagai juara grup dengan catatan amat sempurna. Tidak terkalahkan, tidak pula kebobolan.

Sementara itu, Inggris berada di Grup F bersama Irlandia, Belanda, dan Mesir. Berbeda nasib dengan Italia, Inggris menjalani fase grup dengan tertatih-tatih dan kurang meyakinkan pada awalnya. The Three Lions hanya mampu melewati dua pertandingan awal dengan hasil imbang melawan Irlandia Belanda.

Beruntung bagi Inggris, tim lain pun kesulitan meraih kemenangan. Empat laga awal di Grup F semuanya hanya berakhir imbang. Pada matchday terakhir, barulah Inggris mampu menang 1-0 atas Mesir sementara Irlandia imbang 1-1 dengan Belanda. Inggris melawan Mesir menjadi satu-satunya pertandingan di Grup F yang tidak berakhir imbang.

Hasilnya, Inggris lolos ke fase grup sebagai juara grup berbekal empat poin dari satu kemenangan dan dua kali imbang.

Nasib Italia dan Inggris tidak berubah di fase gugur. Italia melenggang dengan cukup mulus dan Inggris masih harus bersusah payah. Italia menaklukkan Uruguay 2-0 dan Irlandia 1-0 tanpa hambatan berarti untuk melaju ke semifinal. Sementara Inggris harus berjibaku melewati babak perpanjangan waktu untuk mengalahkan Belgia 1-0 dan Kamerun 3-2.

Keduanya dipastikan bertemu di partai perebutan peringkat ketiga setelah sama-sama kalah lewat adu penalti di semifinal. Italia dikalahkan Argentina 3-4 dan Inggris ditekuk Jerman Barat dengan skor yang sama.

***

Stadion San Nicola, Bari, riuh oleh penonton yang menghadiri pertandingan perebutan peringkat ketiga Piala Dunia 1990 pada Sabtu (7/7/1990). Kendati tentu saja tidak seheboh final yang mempertemukan Jerman Barat dan Argentina, pertandingan antara dua tim unggulan ini tentu saja terlalu sayang untuk dilewatkan.

Kedua tim menyambut pertandingan ini dengan cara berbeda sekaligus agaknya menarik perhatian. Italia tetap menurunkan para pemain utama mereka sementara Inggris banyak mengandalkan pemain lapis kedua. Italia asuhan pelatih Azeglio Vicini masih mengandalkan Walter Zenga di bawah mistar gawang. Di lini belakang, pemain berpengalaman seperti Giuseppe Bergomi dan Franco Baresi dipadukan dengan bintang muda Paolo Maldini. Kemudian di lini tengah dan depan, ada pemain kawakan lain, Carlo Ancelotti, yang menopang Roberto Baggio dan Salvatore Schilacci di depan.

Sementara itu, Inggris lebih banyak melakukan rotasi dengan memarkir bek Stuart Pearce yang sejak awal turnamen tak tergantikan dan selalu bermain penuh. Begitu pula dengan kapten Terry Butcher yang hanya ditempatkan di bangku cadangan. Hanya Des Walker yang tetap diberi tugas memperkuat lini belakang.

Di lini tengah pun demikian, Paul Gascoigne yang sebelumnya tidak pernah absen mengawal lini tengah Inggris akhirnya dicadangkan. Di lini depan, Peter Beardsley yang biasa dipasang bergantian dengan Steve Bull diduetkan dengan Gary Lineker yang selalu dimainkan sejak awal turnamen.

Pelatih Bobby Robson tampaknya ingin memberi kesempatan tampil bagi pemain yang sebelumnya belum banyak bermain di ajang ini seperti Tony Dorigo dan Neil Webb.

Sejak wasit Joel Quiniou meniup peluit tanda dimulainya pertandingan, kedua tim sama-sama kesulitan mencetak gol. Selama 70 menit, pertandingan berjalan imbang tanpa ada gol yang tercipta. Namun siapa sangka, drama justru terjadi setelahnya di mana tiga gol tercipta hanya dalam waktu 15 menit.

Drama itu bermula pada menit ke-71 dari blunder yang dilakukan oleh kiper Inggris, Peter Shilton, saat menerima umpan backpass dari rekannya. Shilton mencoba mengontrol bola dengan kakinya, namun Roberto Baggio dengan sigap merebut bola hingga diceploskannya dengan leluasa ke gawang bersamaan dengan kalang kabutnya barisan pertahanan Inggris. Italia unggul 1-0.

Tertinggal satu gol, Inggris tancap gas mengejar ketertinggalan. Tanpa perlu waktu lama, mereka mampu menyamakan kedudukan pada menit ke-81 melalui gol David Platt. Gol berawal dari akselerasi Dorigo di sisi kiri lapangan yang dilanjutkan dengan umpan silang ke dalam kotak penalti. Dengan kepalanya, Platt sukses menuntaskan umpan tersebut tanpa bisa dihalau bek Italia yang terlambat mengantisipasi pergerakannya.

Kedua tim boleh jadi semakin ngotot mencari gol penentu kemenangan untuk mengunci peringkat ketiga. Suka atau tidak, Dewi Fortuna lebih berpihak kepada Italia saat itu. Lima menit setelah gol Inggris tercipta melalui Platt, Schilacci yang berusaha menggiring bola menembus kotak penalti Inggris dijegal oleh Paul Parker hingga keduanya tersungkur. Tanpa ragu, wasit langsung menunjuk titik putih.

Schilacci mengeksekusi sendiri penalti yang diberikan wasit. Mudah saja baginya untuk mengelabuhi Shilton yang salah menebak arah bola. Italia unggul 2-1 dan semenit berselang Nicola Berti sempat menceploskan bola ke gawang Inggris, namun wasit tidak mengesahkannya menjadi gol dan tidak ada lagi perubahan skor yang terjadi hingga peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan berbunyi.

Kemenangan atas Inggris bisa dibilang menjadi hadiah hiburan bagi Italia. Selain duduk di peringkat ketiga, penghargaan individu juga didapat Schilacci yang didapuk sebagai pencetak gol terbanyak (6 gol) sekaligus pemain terbaik.

Bagaimana dengan Inggris? Mereka tidak pulang dengan tangan hampa. Inggris mendapatkan penghargaan tim Fair Play berkat catatan nihil kartu merah dan minim kartu kuning sepanjang turnamen.

***

Piala Dunia 1990 telah puluhan tahun berlalu. Tetapi, memori akan pertandingan itu tidak hilang begitu saja. Bagi Schilacci, misalnya yang karier sepakbolanya bergelimang ketenaran berkat aksinya di sana.

"Tiga puluh tahun telah berlalu, dan masa-masa Piala Dunia selalu hadir di mata dan pikiran saya." ujar Schilacci  pada pertengahan 2020 lalu seperti dilansir Daily Mail.

"Bahkan setelah sekian lama, popularitasku tidak pernah berkurang." katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun