Mohon tunggu...
Auliya Solihin
Auliya Solihin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Komputer Indonesia

Saya adalah seorang Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi yang memiliki kegemaran Nonton Drama Korea dan Menganalisis peristiwa atau kasus di dalam Drama Korea tersebut dan Saya juga Memiliki Hobi Menulis cerita yang terinspirasi dari Drama Korea itu, Mulai dari Deskripsi Tokoh dan membuat Alur cerita yang menarik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dibalut Tangisan: Karna, Pria yang Membawa Beban Bukan Sampah

12 Januari 2024   13:33 Diperbarui: 17 Januari 2024   07:10 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karna Sudrajat namanya, akrab disapa Mang Karna oleh warga sekitar. Ia adalah seorang tukang sampah di Desa Cimareme Rt01/01, Kecamatan Ngamprah, Daerah Bandung Barat tempat tinggalku yang menjalani kehidupannya dengan penuh keikhlasan, tapi juga dengan beban kesedihan yang mendalam. Di umurnya yang sudah mencapai 52 tahun menyimpan nuansa pilu yang tidak terlihat oleh banyak orang. Namun, ketika saya menggali kisah hidupnya lebih dalam akan menemukan alur kisah yang penuh warna tentang keberanian, perjuangan, dan cinta seorang ayah yang menghidupi Anaknya Intan Anbiya yang sedang manjalani studi di UNJ dan Istrinya Sri Waodah yang sedang Sakit Diabetes tipe 2 juga Struk ringan yang terbujur kaku. Setiap pagi, seiring terbitnya matahari, Karna mulai melangkah dengan langkah-langkah yang mungkin tak sekuat tekadnya. Wajahnya yang kerap disapa senyum lebar oleh warga terlihat kini hanya sebagai tirai tipis yang menyembunyikan kelelahan dan kekhawatiran. Bagi banyak orang, Karna hanyalah seorang tukang sampah biasa, tetapi bagi anaknya yang sedang menuntut ilmu di kota yang jauh, ia adalah pilar kehidupan.

Anak Karna, Intan (21) adalah seorang remaja berbakat yang mendapatkan beasiswa Unggulan Kampus UNJ dan juga mendapatkan Kartu Indonesia Pintar Merdeka (KIP-K Merdeka) untuk melanjutkan studi di Universitas Negeri Jakarta Jurusan Manajemen. Namun, kebahagiaan ini diiringi oleh beban finansial yang tak terelakkan. Biaya hidup dan pendidikan di Jakarta tersebut jauh melampaui apa yang dapat dijangkau oleh seorang tukang sampah yang memiliki pendapatan 20 hingga 25 ribu Rupiah sehari dan sekitar 600 hingga 750 ribu Rupiah per Bulan karena penghasilannya pun tidak menentu. "Jadi Tukang sampah seperti ini tidak berharap uang yang banyak, jadi mang mah ikhlas menjalani ini teh, tapi mang kudu berjuang lebih keras untuk biaya intan, putri mang satu-satunya terus istri mang juga nu kena penyakit gula" Tutur Karna. Meskipun kepalanya sibuk memikirkan kehidupan sehari-hari. Meski sang anak telah mendapatkan beasiswa, tetapi masih ada kebutuhan lain yang perlu dipenuhi. Karna memutuskan untuk bekerja lebih keras dengan membantu mengurus ternak Kambing dan Ayam salah milik salah satu warga (Pak Haji Budi namanya) di daerah saya yaitu Cimareme, Karna pun menyisihkan sebagian kecil penghasilannya untuk memastikan bahwa sang anak memiliki alat komunikasi yaitu sebuah ponsel, agar mereka dapat tetap terhubung meskipun berjauhan dan untuk kehidupan sehari-hari anak yang ia cintai tersebut.

Pekerjaan sebagai tukang sampah, sebuah profesi yang sering diabaikan oleh banyak orang, menjadi panggung perjuangan Karna. Setiap pagi, ia bangun untuk menyapu bersih sisa-sisa kehidupan kota yang seringkali tak terlihat oleh mata manusia. Seakan sampah-sampah itu menjadi metafora dari kesedihan dan keterbatasannya. Namun, di balik setiap kertas bekas dan setiap botol plastik yang ia angkat, tersimpan cerita hidup yang penuh warna. Keberanian Karna tidak hanya tercermin dalam kerja kerasnya untuk menyediakan kebutuhan anaknya, tetapi juga dalam cara ia menghadapi pandangan sinis dan sikap merendahkan dari beberapa orang dan dipandang sebelah mata. Ada banyak yang melihatnya sebagai "hanya" seorang tukang sampah, lupa bahwa setiap pekerjaan memiliki kehormatan dan martabatnya sendiri. Bagi Karna, pekerjaannya adalah pengabdian, dan ia melakukannya dengan bangga meskipun terlihat dengan air mata kesedihan yang ia tahan dari mata dan wajahnya, matanya memancarkan keputusasaan karena takdir yang tak bersahabat, menuntut perubahan yang tak kunjung menjelma dalam hidupnya.

Di samping kesulitan finansial, ada satu lagi perjuangan yang membebani hati Karna. Istri  Karna, yaitu Sri Waodah yang ia cintai dan hargai telah lama berjuang melawan penyakit diabetes tipe 2 hingga struk ringan  yang mulai merayap perlahan. Kesehatannya yang rapuh membuatnya tidak dapat membantu Karna dengan pekerjaannya atau urusan rumah tangga. Keduanya berjuang bersama melawan gelombang masalah yang terus menerus menghantam kehidupan mereka. Setelah menjalani hari-hari sebagai tukang sampah, Karna pulang dengan kaki yang terasa berat. Ia masuk ke dalam rumah yang sederhana namun penuh kasih. Disana, ia menemukan istrinya yang tetap berusaha tersenyum meski tubuhnya melemah. Karna menghiburnya, menyampaikan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun, di dalam dirinya, ada rasa takut yang menghantui setiap kali ia melihat istrinya berjuang untuk bernapas.

Di satu sisi, Karna adalah pahlawan tanpa keluarga yang seringkali terlupakan. Di sisi lain, ia adalah manusia biasa yang merasakan beban kehidupan sehari-hari. Ia bukan hanya seorang tukang sampah tetapi ia adalah seorang ayah yang rela berkorban demi masa depan anaknya, seorang suami setia yang bersikeras menjaga api cinta di tengah badai kesulitan. Melalui kisah hidup Karna, kita dapat melihat bahwa kehidupan seringkali tidak adil, dan setiap orang memiliki rintangan dan ujian masing-masing. Meskipun kita mungkin tidak bisa merubah nasib mereka secara langsung, kita bisa membantu dengan memberikan pengertian, menghormati, dan memberikan dukungan. Mari kita bersama-sama mendoakan agar Karna dan para tukang sampah lainnya dapat terus berjuang, dan bahwa kehidupan yang lebih baik menanti mereka di ujung perjalanan ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun